Namun senyum Cathya tak bertahan lama, deheman yang terasa familiar membuat Cathya seketika menjauhkan tubuhnya dari Tama.
Entah kenapa, Cathya merasa dejavu dengan keadaan ini.
Melihat Kean menatapnya dengan sorot datar, justru membuat detak jantungnya makin menggila.
Cathya hanya berharap, jantungnya masih kuat berdetak beberapa saat lagi. Karena bagaimanapun juga, dia tau waktunya untuk menghindar sudah habis.
***
Kean mengepalkan tangan sekuat tenaga menahan diri agar tak menyeret Cathya lalu melakukan hal-hal yang akan disesalinya kemudian. Cukup sekali dia lepas kendali dan membuat Cathya membencinya.
Dia kemari untuk memohon pengampunan dan menjelaskan semua kesalah pahaman yang selama ini sengaja dibiarkannya demi membuat Cathya tetap disisinya. Namun bahkan setelah semuanya, dia tetap tak bisa menahan Cathya disampingnya.
Cathya seolah memiliki sayap lebar yang mampu membuatnya terbang tinggi dari jeratan sangkar emas yang Kean tebar.
Melihat Cathya tersenyum dipelukan Tama seperti satu lagi ujian yang harus Kean lewati setelah semalam dia menyaksikan pemandangan yang sama beratnya. Satya berlutut dihadapan Cathya sambil menggenggam tangannya dengan erat.
Entah apa penyebabnya, Cathya selalu terlihat nyaman dihadapan pria lain, tapi tak pernah di hadapannya.
Kean menghela nafas nelangsa, membayangkan perjuangannya untuk membawa Cathya kembali sepertinya nyaris mustahil, dia hanya berharap Cathya mau memaafkannya. Jika Cathya lebih bahagia dengan orang lain,Kean akan berusaha ikhlas.
"Ekheemmm" Kean sengaja mengeraskan suara agar dua orang didepannya menyadari kehadirannya. seperti perkiraannya tubuh Cathya seketika menegang, wajahnya mendadak pucat seperti melihat hantu di siang bolong.
"Sudah pulang Pak?" Tama menyembunyikan tawa melihat Kean menahan geram sekuat tenaga padahal dari ekspresi wajahnya, Tama yakin Kean sedang memikirkan seribu cara untuk memutilasinya terutama saat Tama sengaja menggenggam tangan dingin Cathya yang bersembunyi dibalik punggungnya.
"Hmm" jawab Kean dingin. matanya terus mengunci ke arah Cathya yang terlihat gelisah. setakut itukah Cathanaya padaku? batin Kean miris.
"Bisa kita bicara, Cathanaya?"
"Ah iya, gue baru inget disuruh nyiramin tanaman di belakang" Ucap Tama datar.
Cathya mendelik, sadar sekali bahwa Tama hanya mengada-ada. Sejak kapan mahluk tembok ini mau disuruh nyiram-nyiram. Lagipula sejak kapan nenek laksmi punya tanaman di halaman belakang?ada juga kebun sawit puluhan hektar.
"Lo jangan tinggalin gue" Bisik cathya sembari mengeratkan genggamannya.
"Gue masih sayang nyawa. Semenit lagi gue disini, bisa-bisa gue abis jadi sepuluh bagian"
"Terus Lo ga kuatir kalau gue yang abis?" Cathya makin panik
"Bukannya Lo udah abis dari kemarin-kemarin?"
"Tam..."
Cathya menunduk seraya mencengkram tangan Tama. Dia bukannya tak mau berbicara dengan Kean, Cathya hanya belum siap.
Awalnya Cathya merasa marah dan kecewa , dengan seenaknya Kean merancang jebakan yang benar-benar halus. Haknya sebagai orang yang bebas menentukan apapun untuk hidupnya direbut Kean begitu saja.
Tapi saat rasa marahnya surut dan Cathya bisa berfikir jernih, mau tak mau Ia harus mengakui, setiap dirinya dalam bahaya Kean selalu jadi orang pertama yang menyelamatkannya.
"Kasih dia kesempatan bicara" Bisik Tama "Gue di belakang kalo Lo perlu apa-apa"
--o--
Hampir 60 menit mereka duduk di balkon yang mengarah ke laut. Setelah penjelasan panjang lebar tentang sosok Keira yang selama ini membuat Cathya penasaran setengah mati, dia justru tak mampu berkata apapun mengetahui bahwa sosok yang sempat membuatnya cemburu ternyata memiliki hidup yang tragis.
Keira Aleandra Sastradinata. Putri bungsu keluarga Sastradinata yang bernasib malang. Belum cukup pernyataan cintanya ditolak, ia juga harus merasakan mimpi paling buruk di malam yang sama, kehilangan kehormatan. Tak heran Keira depresi berkepanjangan hingga memutuskan untuk mengakhiri hidupnya
"Aku turut menyesal" Bisik Cathya lirih. "Aku tak bisa membayangkan jika berada di posisi Keira"
Kean mengepalkan tangan, Ia juga tak sanggup membayangkan jika kejadian yang sama menimpa Cathya. Nyawanya serasa setengah melayang saat Cathya diculik Miko dulu. Namun bodohnya dia malah hampir melakukan hal yang sama bajingannya.
"Aku benar-benar minta maaf. Untuk semua hal yang pernah aku lakukan. Aku sadar sikapku dulu sangat keterlaluan. Tapi Akhirnya aku sadar, sesuatu yang dilakukan dengan keterpaksaan tak pernah berakhir baik"
Cathya mengangkat kepalanya bingung. Untuk pertama kalinya Cathya melihat kepasrahan dalam tatapan mata Kean.
"Apa maksud bapak? " Cathya merasa angin dingin merayapi punggungnya. Entah kenapa Cathya tidak nyaman dengan nada yang tersirat dalam ucapan Kean
"Aku membebaskanmu Cathanaya" Kean meraih jemari Cathya lalu melepaskan cincin di jari manisnya perlahan. Cathya bingung, dulu dia berusaha melepaskan cincin tersebut namun sulit seperti terkunci. Sekarang Kean melepaskannya dengan sangat mudah.
"Maaf atas sikapku yang semena-mena mengikatmu dengan paksa. Aku benar-benar menyesal" Kean meraih tangannya lalu meletakkan cincin tadi diatas telapak tangannya.
"Kamu bisa simpan cincin ini. Atau membuangnya. Terserah. Aku hanya minta setelah ini hiduplah dengan bahagia"
Cathya tertegun. Seharusnya dia bersorak, kebebasan yang dulu pernah diimpikannya akhirnya terwujud.
Dia pernah membenci Kean dengan sangat atas sikapnya yang semena-mena. Berharap dia bisa melarikan diri sejauh-jauhnya. Tapi setelah kebebasan ada didepan mata kenapa hatinya terasa kosong?
"Kenapa sekarang? " Tanya Cathya
"Apa? " Kean menatap Cathya bingung.
Cathya mengerjap. Baru sadar dia menyuarakan isi hatinya lewat kata-kata.
"Kenapa sekarang bapak melepaskan saya? Lalu saya harus bilang apa sama ayah bunda? "
Kean tersenyum miris. Kemarin saat Cathya hampir tenggelam, dia baru merasakan apa itu neraka sesungguhnya. Kesakitan saat kehilangan Keira dulu kembali dia rasakan dengan intensitas puluhan kali lipat.
Pikirannya gelap. Kean sempat berfikir akan mengikuti Cathya jika sampai Cathya tak terselamatkan. Saat itu Kean sadar, dibanding tidak bisa memiliki Cathya ia lebih takut jika kehilangan Cathya selamanya.
"Karena sekarang aku sadar, aku ingin melihat kamu bahagia." Kean tersenyum, mengangkat tangannya untuk membelai Cathya tapi sedetik kemudian dia berhenti lalu kembali menurunkan tangannya.
"Kamu gak perlu kuatir. Aku yang akan menjelaskan semuanya pada orang tua kita. Dan satu hal lagi, malam itu tak pernah terjadi apa-apa. Dulu aku sengaja membuatmu berfikir yang tidak-tidak agar kamu bertahan disisiku. Aku benar-benar minta maaf"
Cathya hanya bisa terperangah. "Kenapa..." Banyak sekali kata-kata yang ingin diucapkan, tapi semuanya seolah tertelan kembali. Cathya merasa kinerja otaknya melambat mendengar pengakuan Kean yang diluar dugaan.
"Sekali lagi, maafkan aku. Setelah ini aku berjanji tak akan menganggumu lagi. Jadi tolong berbahagialah Cathanaya... "
Kean mengusap kepala Cathya perlahan lalu meninggalkan Cathya dengan lubang besar dihatinya.
Cathya meyakinkan diri jika ini yang terbaik, tapi kenapa matanya tiba-tiba terasa basah?
-tbc-
![](https://img.wattpad.com/cover/13640447-288-k222919.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Entangled
Ficción GeneralRasa penasarannya tak tertahankan, dia harus mencari cara untuk menemuinya. HARUS. Karena kalau tidak, ia tak bisa menjamin otaknya akan tetap berjalan dengan semestinya. Jadi demi ketenangan jiwanya dan ketenangan jiwa gadis itu , perangkap harus...