PART 16 (2) Sad Wind

10.2K 594 14
                                    

Rasanya seperti musim semi tidak akan datang

Tapi bahkan jika datang, waktuku yang dingin telah dibekukan.

Kau seperti itu, kau seperti angin

Semakin aku coba untuk mencapaimu

Semakin kau jauh

Setiap air mataku itu sebuah kerinduan

Aku tidak punya tempat untuk menampungnya

Mereka mengalir dari mataku

Jadi bahkan saat aku tahu tak bisa memilikimu

Aku menunggu dengan sedih seperti kemarin

(Sad wind – OST Scholar who walks the night)

Manusia memiliki kecenderungan untuk memisahkan suatu hal berdasarkan hitam dan putih, padahal masih ada kemungkinan diantara dua hal tersebut, yaitu abu-abu. Dimana salah dan benar tidak bisa dipetakan secara gamblang, namun tergantung persfektif dari yang melihatnya.

Mungkin hal itulah yang menjadi patokan yang Cathya ambil. Ia merentangkan batas antara benci dan cinta bagai bentangan kutub utara dan selatan, memisahkannya kedalam dua dimensi berbeda, padahal sebenarnya dua hal tersebut adalah kesatuan yang tak terpisahkan. Tak ada hitam jika putih tiada, dan peleburan tersebutlah yang kemudian berbaur jadi abu. Hanya perlu sedikit katalis untuk membuatnya berubah arah sekejap kilat menyambar.

Seperti itulah perasaan yang Cathya alami saat berhadapan dengan sosok Ryotaro Naratirta yang tengah memandangnya dengan kerinduan membuncah bagai lelehan lava dari letusan gunung berapi. Raut wajah datarnya tak mampu menutupi bara dikedua matanya yang seolah mampu menghisap habis berbagai emosi yang Cathya simpan untuk kemudian ia muntahkan kepada pria didepannya.

Cathya lupa bahwa orang yang paling berpotensi menyakiti adalah orang yang paling terdekat. Tak sekalipun terlintas dalam pikirannya sosok Ryotaro yang dewasa, berhati lembut dan selalu melindunginya bisa berubah menjadi pria yang kejam dan tak berperasaan. Cathya teramat menyayangi Ryo sebagai saudara juga sahabat hingga dia tak mempersiapkan hatinya untuk menerima keburukan yang melukai jiwanya tak terkira.

Ryo memang bukan malaikat bersayap, Cathya sangat paham itu. Dia sudah terbiasa dengan darah don juan yang mengaliri setiap pembuluh nadinya, hidup Ryo tidaklah sesuci biarawan. Tak terhitung berapa puluh wanita yang patah hati olehnya sejak mereka kenal di bangku sekolah menengah atas. Ryotaro terkenal sebagai Most wanted sekaligus Heartbreaker. Ryo tak pernah menjanjikan sesuatu semacam komitmen untuk para gadis yang mengerumuninya. Sedari awal sudah ditariknya batas dengan tegas, tak ada tuntutan juga rajukan, hanya azas simbiosis mutualisme. Namun para wanita itu saja yang selalu berusaha menyebrangi pembatas hingga akhirnya Ryo jengah lalu meninggalkan mereka terkapar penuh luka.

Ryo juga bukan sosok pemuda alim yang hidupnya lurus layaknya jalan tol. Ada banyak rona warna kelam yang terkadang mewarnai masa remajanya. Tawuran, balap liar, hingga mabuk-mabukan pernah dicicipinya, tapi dia selalu mampu mengontrol diri dengan baik, tak pernah membiarkannya lepas kendali. Dan sudah jadi pantangan terbesar baginya menyakiti orang-orang disayanginya.

Sosoknya sangat kontradiktif, dia protektif untuk orang-orang yang tersayangnya namun akan berubah sangat kejam kepada siapapun yang berani mengusiknya.

Dan andai bukan Kayla yang berbicara, mungkin Cathya akan sangsi tentang sosok lain Ryo yang sangat diluar ekspektasinya, memunculkan sebuah kesadaran bahwa ternyata ia tak mengenal sahabatnya sebaik itu. ada sesosok monster mengerikan yang bersemayam dibalik tubuh seorang Ryotaro Naratirta

EntangledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang