PART 9

15K 811 17
                                    

Part ini ternyata berantakan banget :p . revisi dikit ya :) :) :)

Sedari kecil Cathya termasuk anak yang sedikit tertutup dan tidak mudah akrab, makanya tak heran jika hanya sedikit orang yang bisa memahaminya. Bahkan kedua orang tuanya pun tak bisa memahami sepenuhnya karena Cathya selalu berusaha menampilkan yang terbaik. Ia tak ingin membuat orang tuanya khawatir, terutama Bundanya jadi terkadang dia lebih senang menyelesaikan masalahnya tanpa melibatkan siapapun.

Namun kal ini beban yang ditanggungnya sudah melebihi kapasitas. Dia takut jika memendamnya lebih lama kewarasannya terancam terganggu. Jadi setelah berhasil melarikan diri dari apartemen Kean, disinilah ia sekarang. di rumah dari sedikit orang yang bisa memahaminya.

Namanya Adyatama Diandara, biasa dipanggil Tama. Dia bukan saudara, pacar, ataupun mantan pacar Cathya. Tapi dari ratusan orang yang Cathya kenal, mungkin hanya keluarga Tama lah yang akan didatanginya disaat terburuknya.

Pertemuan mereka terjadi karena ketidak sengajaan. Cathya yang saat itu melewati ruang musik, terkesima mendengarkan alunan piano yang tengah dimainkan Tama. Entah kenapa saat itu hatinya terasa sangat damai, mengingatkannya kepada seseorang di masa lalu, meskipun melodi yang dimainkan tak sama. Sementara Tama kaget begitu membuka mata setelah permainan piano yang terlalu dihayatinya, ada seorang gadis cantik berwajah malaikat memandangnya dengan terkesima.

Perkenalan hari itu juga yang membuat Cathya mengenal ibu Rahma. Wanita baik hati yang mau bersusah payah mengajarkannya bermain piano, walaupun sampai saat ini tidak terlalu berhasil. dan kepada Ibu Rahma dan Tama lah, Cathya mampu mengungkapkan kegelisahannya.

Ragu tangan Cathya terulur untuk mengetuk pintu didepannya. Pantaskah dia datang dengan keadaan seperti ini? wajahnya pucat disertai mata sembab akibat tangisan yang tak sanggup dihentikannya sepanjang jalan menuju kemari. Gaun putihnya kusut dengan rambut yang diikat asal. Dilihat sekilas saja penampilannya sungguh berantakan,seperti juga hidupnya saat ini.

Cathya masih sibuk dengan pemikirannya saat pintu tersebut tiba-tiba terbuka dan memunculkan sang pemilik rumah lengkap dengan ekspresi datarnya.

"Lo sampai kapan mau diem disitu?" ucap Tama datar. "Mau masuk atau mau pulang lagi?" untunglah Cathya sudah lama mengenal Tama ,jadi sedikitnya Cathya tak akan terpengaruh dengan sikap datarnya.

"Ibu Rahma ada?"

"Lagi dibelakang ngajar anak-anak. Masuk aja" sahut Tama sambil membuka pintu lebar. Tama mengamati profil Cathya dengan teliti. Ada yang salah dengan gadis ini. Penampilannya terlihat sedikit berantakan. Okelah Tama Akui, sedikit berantakan terdengar halus karena sesungguhnya keadaan Cathya bukan hanya berantakan tapi sangat sangat kacau.

Melihat Cathya terdiam, akhirnya Tama menarik tangannya dan membimbing Cathya masuk kedalam rumah.

"Mending Lo tunggu didalem aja. Gue bikinin minum dulu"

Tama meninggalkan Cathya yang masih membisu. Bahkan sekedar mengangguk untuk menerima tawarannya saja sepertinya gadis itu lupa. Tama mengerti, ada beban berat yang tengah dipikul olehnya. Dan sepertinya ini berhubungan dengan pemberitaan di infotainment semalam.

Setelah menyajikan secangkir teh hangat, Tama duduk disebelah Cathya, disandarkannya kepala gadis itu di bahunya tanpa bermaksud membuka pembicaraan sama sekali. Tama tau saat ini yang Cathya butuhkan hanya seoseorang yang bisa menemaninya dalam diam.

Cathya sungguh bersyukur, hari itu dia bisa mengenal seorang sosok Adyatama. Sosok yang sudah seperti kakak baginya. Sosok baik hati berwajah datar, cenderung cuek namun sangat pengertian.

Tama tak pernah memaksanya untuk bercerita sepenasaran apapun dirinya, dia akan menunggu lawannya untuk bicara lebih dulu tanpa harus diminta. Saat inipun, Tama tak mendesak Cathya meskipun gadis didepannya sudah terlihat sangat depresi.

EntangledTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang