Keramaian kota membuatnya sulit bergerak dari posisinya. Entah ada apa didepan sana sampai-sampai membuat jalan trotoar saja bisa semacet ini.
"Permisi - misi. Eh, maaf—" kata itu yang terus terucap pada bibir yang terpoles lipbalm itu.
Gelisah dia rasa saat ini. Erelle Raneva. Gadis cantik yang sedang terburu-buru karna terlambat datang kesekolahnya.
"Udah jam 7 anjir, gimana ini? Manah trotoarnya aja rame banget kaya tanah abang," menggerutu saja yang ia lakukan, karena saking padatnya jalan membuat satu langkah kakinya saja sudah ia panjatkan kata "Alhamdulillah".
Tinn..
Klakson motor itu mampu menginterupsi perdengarannya. Segera ia menoleh mencari sumber suara, dan mendapati motor ninja warna biru terpatri di sebrang trotoar.
Ia kenal pengendara itu. Ya siapa lagi kalau bukan ...
Pacarnya.
Gavin Alvaro Rahardja
Pria yang sudah resmi menjadi pacar Erel sebulan yang lalu ketika pria itu mengajaknya dating, hal romantis yang takkan ia lupa.
Setelah menyebrang jalan, sampailah dua sejoli itu bertemu pandang.
"Hai," sapa Gavin.
"Hai juga, kamu telat juga Vin?" tanya Erel.
"Iya, begadang main game lagi malem," jawab cowok itu disambung kekehan manisnya, hanya hal sederhana padahal. Namun sudah bisa membuat Erel larut dalam suasana.
"Kamu ini. Yaudah, ayok kita berangkat sekarang!"
Deg..
Gavin berdegup ketika dekapan itu dia rasa dari gadis di belakangnya.
"Kenapa gak jalan?" tanya Erel yang sadar sedari tadi Gavin tidak melajukan motornya dalam keadaan mesin menyala. Buang buang bensin!
"Kenapa dipeluk?" Erel reflek melepas pelukannya itu, dia rasanya seperti ingin tenggelam di Samudera Pasifik sekarang juga. Apa Gavin akan ilfeel dengannya?
"Eh siapa bilang suru dilepas. Peluk erat-erat ya?" Erel kesal, tetapi kesalnya lebih kecil dari senangnya, dan akhirnya Erel kembali memeluk Gavin.
🍁
Diagnosa Erel benar. Sesampainya mereka di sekolah, gerbang berwarna hitam lekat itu sudah terkunci dan tertutup rapat.
"Huftt.. gimana nih Vin? Udah kekunci gerbangnya. Misalkan minta pak Karno buat buka pintunya juga, susah cari alesan yang bisa dipercaya sama dia." Erel bingung apa yang harus ia lakukan sekarang. Ah, kenapa dia harus bingung jika bingung saja tidak memikirkannya.
"Yaudah, kita kewarung mbak Biyah aja gimana? Kan belum sarapan juga. Bolos pelajaran pertama gak apa-apa kan?" tanya Gavin.
Gavin memang bad boy, namun dia humoris juga pengertian. Bagaimana Erel tidak jatuh hati pada lelaki ini?
"Kamu ngajakin aku buat nakal nih jadinya?" balas Erel sambil menunjuk-nunjuk pacarnya itu.
"Kalau nakalnya sama aku sih gak masalah, asal bukan ke cowok lain" balas Gavin posesif.
Erel mengangguk-angguk mengerti, dan mengiyakan saja ucapan pacarnya.
🍁
Sampai diwarung mbak Biyah, mereka langsung memesan makanan berkolestrol yang selalu jadi sarapan pokok di kampung. Apalagi kalau bukan nasi uduk.
"Mbak, nasi uduk dua ya. Pake gorengannya tempe kalau gak ada bakwan dah, minumnya teh anget biasa." pinta Gavin dengan suara yang keras. Maklum sih jika cowok itu berteriak karena kondisi warung Mbak Biyah ramainya bukan main. Ramai anak-anak yang cabut seperti mereka.
"Siap den" balas mbak Biyah sambil mengacungkan jempolnya.
"Kamu ini gak usah teriak-teriak juga kali Vin. Emang mbak Biyah gak denger apa?" pusing Erel dengan Gavin untung saja cowok itu pacarnya. Kalau bukan, sudah dia tinggal.
"Takutnya gak denger Rel, kan ramai," sahut Gavin meminta pengertian. Erel hanya dapat menghela napas pasrah.
Tak berselang lama mereka menunggu mbak Biyah menyiapkan nasi uduk. Kini nasi dengan taburan bawang goreng dan krupuk itu sudah tersaji di depan mata mereka, beserta gorengan yang tadi Gavin pesan. Nikmat tuhan mana yang kau dustakan.
"Ekhem.. Baca doa dulu Vin," suara Erel menginterupsi Gavin yang ingin langsung melahap makanannya tanpa baca doa.
"Biarin, biar nanti pas minum aja baru baca doanya," sahut Gavin. Erel yang mendengar itu mengernyit bingung.
"Lah kok?"
"Biar nanti tuh setan keselek engga minum karena aku udah baca doa nya," Erel yang mendengar itu tertawa, kenapa bisa dia punya pacar seidiot Gavin?
🍁
Erel sudah ada di dalam kelas setelah sarapan berdua dengan Gavin. Mereka beruntung karena lolos dari kejaran guru piket.
"Dari mana lo Rel?" tanya Sera teman sebangku Erel.
"Mbak Biyah," sahut Erel singkat.
"Ngapain bjir ke Mbak Biyah pagi-pagi, sampe bolos lagi lo," sindir Sera.
"Pacaran, mwehehehehe" Sera yang mendengar itu, menatap Erel dengan wajah pahitnya.
Beruntung saat ini sedang free class juga. Jadi, dia tidak tertangkap basah datang terlambat oleh guru yang seharusnya mengajar di jam ini.
"Gue mau tidur dulu ya Ser," ujarnya. Sera pun memahami dan memilih untuk bermain ponselnya saja. Dibanding mendengar cerita kisah kasih di pagi hari milik Erel. Sebab dirinya masih jomblo, dan selalu iri dengan hubungan Erel juga Gavin.
Akhirnya Erel selonjorkan kepalanya di meja sekolah miliknya, dan mencoba memejamkan matanya.
"Anak anak, tolong buka buku kalian, dan kerjakan halaman 139, dikumpulkan. Sebelumnya ibu minta maaf karna waktu KBM kita jadi berkurang sebab ibu telat datang," baru saja matanya terpejam. Suara guru Matematika Perminatan membuatnya naik pitam. Namun, secepatnya ia netralkan persaannya.
"Ck," decaknya sebal.
"Eth.. Elah, baru gue mau mejem" -batin Erel yang setelahnya ia mulai menyobek pertengahan bukunya untuk menulis jawaban pada soal yang sudah diperintah, walaupun sebenarnya ia sangat malas, tapi mau gimana lagi kalau sudah tersemat kata "dikumpulkanin".
🍁
to be continued
i hope you like it,
don't forget to vote, comment, and share
regard,
asytastory
KAMU SEDANG MEMBACA
My Imagination
Подростковая литератураKau bumi, aku matahari Jika ku dekati, maka kau akan hancur karena ku Maka dari itu, lebih baik seperti sebelumnya Sebelum kita tak saling mengenal saja Kita yang tak ada hubungan Mungkin lebih baik kesemula Tapi apakah bisa? 〜〜〜〜 NOTE: CHAPTER BEBA...