Jangan sungkan untuk berkomentar dan memberi saran
Yuk, temukan typo!
Happy reading...
"Eh, ada anak papi lewat. Minggir-minggir nanti digibas sama kegantengan papinya," cibir salah satu siswi yang bernama Anes.
Sontak Zinia dan Zenio menghentikan langkah kakinya. Sorot matanya sangat datar. Berbeda dengan Zenio, Zinia yang memang mudah tersinggung itu langsung mengepalkan kedua tangannya. Permen karet yang baru saya ia makan seketika rasanya sangat pahit dan asrep.
Tubuhnya berbalik, hanya dua langkah dia sudah langsung berhadapan dengan gadis yang tadi mencibirnya.
"Maksud lo apa? Lo syirik liat kita tiap hari diantar jemput sama orang tua?" tanya Zinia dengan sinis.
"Hah? Apa kata lo, syirik? Mana mungkin gue syirik sama anak papi kaya lo." Jemari tangan Anes kini sudah menunjuk-nunjuk wajah Zinia.
"Gue kira lo syirik. Karena se-tau gue, Bokap lo, ninggalin lo sama Nyokap lo."
"Maksud lo apa jadi bawa-bawa Bonyok gue?"
"Oh, lo mau bonyok?" Tantang Zinia. Kini koridor yang tadinya sepi seketika bergelimbung menonton pertunjukan Zinia dan Anes.
Sementara Zenio akan diam jika kembarannya hanya adu bacot dengan orang lain. Tapi ketik Zinia disakiti atau menyakiti orang, barulah dia akan bertindak.
Anes tersenyum remeh, ia maju satu langkah hingga kini jarak mereka sangat dekat. Tanpa hitungan menit rambut Zinia yang dikuncir kuda sudah dijambak hebat oleh Anes. Tak mau kalah, Zinia langsung menjambak kembali rambut Anes dan akhirnya mereka saling jambak menjambak.
Zenio berusaha menghentikan kembarannya dan sebaliknya, teman Anes pun berusaha menghentikan Anes tapi semuanya sama-sama kuat. Hingga sebuah suara yang mampu menghentikan keduanya.
"Woy, berantem kalian banci!" Suara lantang yang berasal dari pojok kiri terdengar nyaring.
Seorang cowok betubuh tegap sedang berdiri satai dengan tangan membawa pengeras suara entah darimana benda itu ditemukan.
Semua yang menonton Zinia dan Anes kini beralih menatap cowok bertubuh tegap itu. Tentu saja Zinia menghiraukannya, ia memilih untuk pergi ke kelas. Air mata yang sudah ia bendung tak bisa ditahan lagi.
Ia memasuki kelas tanpa permisi, bahkan Zenio sedari tadi memaggilnya ia hiraukan. Zinia duduk dengan kepala yang ditenggalamkan di lipatan tangan serta bahunya bergetar menandakan ia sedang menangis.
Alina, teman sebangkunya hanya mentap heran Zinia, selama duduk dengannya. Dia tidak pernah melihat Zinia menangis, Ia tak tau harus berbuat apa.
"Titip Zinia, gue mohon jangan ditanya dulu sebelum dia menghentikan tangisannya!" Pesan Zenio kepada Alina sebelum pergi ke kelasnya.
Zinia masih menelungkupkan wajahnya, walaupun dia sudah berhenti menangis tapi dirinya masih malu karen matanya akan terlihat merah. Hingga Pak Dodi guru Biologi menegurnya.
"Zinia, tegakkan badan kamu!"
Mau tak mau Zinia menegakkan tubuhnya. Tepat saat dia duduk semua orang menatapnya dan hampir semua kelas berbisik-bisik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z² (Zinia & Zinio)
Teen Fiction(Sequel Ice Girl is My Wife) (Slow Update) "Dalam bidang apapun unggul, di sekolah sok polos, sok baik, sok rapih tapi di luar hobby-nya ke clubbing, ngebut ngebutan. Emang gila lo" ~Zinia Devana Kalita~ "Mana ada cewek sok berani, hobby bolos, ambu...