Z²|| 06

957 55 11
                                    

Happy Reading guys, enjoy ;)

Aksi terobos rumah akhirnya berhasil ditaklukan Zinia dan Shinta. Mereka tersenyum lebar menatap sebuah mobil berwarna pink yang diapit oleh dua mobil terparkir manis di halaman rumah yang cukup besar. Tapi ketika mereka akan memasuki mobil. "Nia, Shinta! kalian mau ke mana?" teriak Bayu melihat mereka.

Tidak mau rencananya gagal, mereka segera memasuki mobil dan pergi dari halaman rumah megah milik Jonatan. Mereka berdua sama-sama tertawa lepas, bahkan Zinia lupa bahwa dirinya tadi sudah menangis, karena memang tertawa lepas dengan orang yang di dekatnya membuat semua kesedihan dan semua masalah hilang seketika. Mereka bahkan ber-tos ria sepanjang jalan seperti orang yang lolos dari kejaran polisi akibat rajia.

"Kita mau ke mana? Bukannya, ini jalan ke sekolah Nia ya?" tanya Zinia heran.

"Liat aja nanti," ujar Shinta dengan senyum andalannya.

"Oke!" tatang Zinia percaya diri.

Mobil terus melaju dengan kecepatan sedang, hingga berhenti di sebuah pekarangan hijau yang tak jauh terlihat tulisan TPU Mawar Merah. Zinia semakin heran dengan Shinta yang membawanya ke lokasi tersebut.

"Ayo, turun!" ajak Shinta yang turun terlebih dahulu.

Zinia mengikuti Shinta dari belakang, langkahnya semakin ragu ketika sudah memasuki kawasan pemakaman. Bahkan beberapa kali ia terdiam, jika Shinta tidak menegurnya mungkin Zinia tidak terus berjalan.

Tepat pada saat mereka behenti, dua buah gundukan tanah yang terlihat sudah lusuh tetapi ada bunga segar yang bertaburan memenuhi gundukan tanah tersebut.

"Clarisa binti Aldo, Aldo bin Relon." Zinia membaca satu persatu batu nisan yang tertanam diantara gundukan tanah.

"Itu adalah makam anak sama ayahnya," ucap Shinta dengan nada sangat kecil.

"Clarisa, dia adalah putri es. Putri es yang dijodohkan dengan seorang perusuh, Clarisa adalah wanita yang sabar dan penyayang." Shinta menghentikan sejenak ucapannya.

Sementara Zinia masih tetap fokus mendengar cerita sang tante meskipun sejujurnya ia belum paham dengan apa yang dikatakan.

"Dan, dia adalah Kakak cantik. Kakak ipar Inta yang paling baik dan selalu sayang Inta." Tak kuasa lagi, air mata yang sedari tadi ia bendung. Kini meluncur bebas di ke dua pipi mulus Shinta.

"Kakak ipar," ulang Zinia.

Shinta mengangguk. Lalu ia berkata, "Dia adalah istri Abang Jo, dia adalah Mami kamu."

"Mami, Nia?" tanya Zinia tak percaya. Shinta mengangguk kembali dan terduduk lesu di samping batu nisan beruliskan nama Clarisa.

Seketika tubuh Zinia lemas, tenaga yang ia punya dibawa oleh angin. Raga yang ia punya dibawa oleh suara gemuruh petir yang memang terlihat awan sedang berduka.

"Mami," lirih Zinia sangat kecil.

"Ini Mami, Nia? Mami, kenapa Mami jahat." Zinia berbicara seakan batu nisan yang berada di hadapannya adalah maminya.

"Mami gak mau liat Nia gede ya? Mami gak mau liat Nia punya pacar, trus kuliah, wisuda terus nikah. Mami gak mau liat Nia sukses ya?" Sambung Zinia yang seperti orang bego.

"Mami, ayo jawab. Kenapa Mami diem aja, Mami! Ayo jawab semua pertanyaan Nia." Nada suara Zinia semakin meninggi, dan akhirnya dia tak kuasa lagi untuk menumpahkan semua isi cairan dalam pelupuk matanya.

Zinia menangis memeluk batu nisan yang bertuliskan Clarisa. Berbarengan dengan itu, rintik hujan pun mulai berjatuhan sedikit demi sedikit. Shinta juga tak bisa apa-apa, dia ikut menangis lagi ketik Zinia menangis semakin gencar.

Z² (Zinia & Zinio)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang