Z²||12

916 61 28
                                    

Happy reading and enjoy gays 😚

Dengan langkah kesal Zinia memasuki kamarnya, ia beberapa kali nerutuki serta menyumpahi seorang cowok yang pagi tadi mencari gara-gara dengannya.

Baru saja ia merebahkan tubuhnya di atas kasur king size dengan dibalut seprai kuda bertanduk (Unicorn), ponsel yang berada di saku roknya bergetar tanpa henti.

"Ist nih hape gak tau situasi banget si, siapa lagi yang nelpon? Masih zaman nelpon seluler? Zaman batu kali ah," omelnya tanpa henti sembari tangan berusaha mengeluarkan ponsel dari sakunya.

+6289283514...

Kening Zinia mengericut bingung, menatap layar ponselnya yang masih menampakan nomor tersebut. Dengan ragu ia mengangkat dan menempelkan benda pipih itu ke gelinga kirinya. Baru saja ia berkata "Halo!"

Suara tut tut tut dan sambungan diputuskan dengan sepihak, sontak mata Zinia membulat dengan wajah yang berapi-api.

"Sialan, dari tadi nelpon terus pas udah diangkat dimatin, " rutuknya sembari melihat nanar benda mati di hadapnnya.

Tak lama pesan masuk berdatangan secara bersamaan dan itu hampir dari semua akun sosial media yang Zinia punya, mulai dari line, whatsApp, telegram, instagram serta sms biasa.

"Apaan ini hape gak ada kerjaan banget bunyi terus. Gila, kok berasa ada yang aneh si." Zinia membuka satu persatu pesan masuk tersebut.

"Jangan cari gara-gara, jadilah perempuan yang solehah dan berbakti kepada kedua orang tua dan suaminya kelak. Bukan malah jadi cewek jadi-jadian. "

Kurang lebih seperti itu semua pesan yang diterima Zinia, seumur-umur gadis itu hidup di dunia belum pernah sama sekali ada yang menjadikannya musuh, paling itu hanya musuh biasa yang beberapa jam terjadi lalu lupa begitu saja seperti masalahnya dengan Selvi yang hanya menjadi musuh pada saat dipertarungan.

Tok tok tok

"Gue masuk!" terdengar seperti perintah tetapi dengan nada bicara seolah bertanya.

Tanpa dijawab oleh Zinia, Zinio sudah masuk ke kamarnya melalui conection door dengan kondisi wajah yang tak bisa diartikan.

"Kenapa muka lo? Perasaan yang dimarahin gue, yang apes gue, kenapa lo yang bete?" tanya Zini yang peka.

"Sore ini ada pertandingan bukutangkis. "

"Terus apa urusannya dengan gue Yoyo?" gemas Zinia.

"Papi lagi marah Yaya dan lo pasti tau kalo Papi marah semuanya akan dilarang. "

Zinia berpikir lama, ia mencerna kata perkata yang diucapkan Zenio. Seakan ada lampu di atas kepalanya, ia menjentikan jemarinya sembari tersenyum senang.

"Ya Allah semoga ide cemerlangnya gak gila, Aamiin.... "

Tok

"Ais, sialan lo jitak gue. Apa? Apa ide cemerlang lo?" tantang Zenio yang tidak sabar mendengar ide gila dari kembarannya.

"Ya kita tinggal pergi aja," ucap Zinia enteng.

"Ya Allah bukan kembaran saya itu, " ujar Zenio dramastis.

"Eh dodol, kalo kita gak izin. Papi makin marah," hardik Zenio.

Zinia berdecak, benar juga ucapan kembarannya itu. Jadi apa boleh buat, mereka harus pergi meminta izin tetapi dengan berbohong akan pergi ke mana.

"Lo kan pinter akting, nah lo tunjukin ke Papi."

"Hemm, karena gue kembaran yang baik hati dan tidak sombong pinter menabung. Jadi gue putuskan untuk tidak ikut campur masalah ini, " ucap Zinia acuh, sedari pagi hidupnya sudah tidak enak dan ini akan ditambah lagi meminta izin pada Jonatan yang sedang marah padanya. Ini mah sama aja seperti seekor buaya meninta izin kepada ibu singa untuk memangsa anaknya.

Z² (Zinia & Zinio)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang