Vote dan komentarnya jangan lupa :*
Happy Reading :)
Keesokan harinya, rumah yang biasanya ramai kini terlihat damai, tentram dan sejahtera. Setelah kejadian debat semalam. Jonatan belum lagi keluar kamar serta belum lagi berbicara dengan kedua anaknya.
Diliriknya jam kini sudah menunjukan pukul tujuh kurang lima belas menit. Jonatan membuang napasnya sejenak, bergegas ke kamar mandi lalu menyambar jaket serta kunci mobilnya. Bagaimanapun, dia tetaplah seorang ayah yang berkewajiban membawa kedua anak-anaknya untuk memastikan sudah berangkat sekolah atau ....
"Kalian belum berangkat?" Tepat di ujung tangga terakhir. Jonatan masih melihat kedua anaknya yang anteng menonton acara kartun di televisi.
"Mereka nungguin Papih Jo, disuruh sarapan dulu gak mau. Tapi gue udah masukin kotak nasi ke tas mereka," jelas Nadira melihat ekspresi Zinia dan Zenio seakan-akan bodo amat padahal dirinya tahu pasti mereka was-was takut tidak diizinin masuk ke sekolah.
"Waktu bel sepuluh menit lagi," ujar Nadira memberi kode kepada Jonatan.
"Ayo, berangkat!" ucap Jonatan dengan nada masih saja dingin.
Tin tin tinnn...
Dari jauh Jonatan sudah membunyikan kelakson mobilnya beberapa kali. Barulah terlihat seorang satpam mengintip dari dalam.
"Pak, bukain gerbang buat mereka." Jonatan menghampiri Pak Jupri, selaku satpam sekolah Zinia dan Zenio.
"Wah, maaf nih Papih Jo. Tapi kan di sini peraturannya kalo yang telat dilarang masuk, apalagi si kembar telatnya kelewatan," jelas Pak Jupri.
Jonatan memijat pelipisnya sekilas. Jonatan tahu sekolahan anaknya itu termasuk sekolahan favorit, pasti peraturannya juga sangat ketat. Tapi mau bagaimanapun caranya, Jonatan harus bisa membujuk Pak Jupri agar kedua anaknya bisa mengikuti pelajaran hari ini, meskipun dia sadar jam sudah menunjukan pukul delapan lima belas. Jelas, sudah sangat telat karena di jalan tadi ada kemacetan parah akibat ada kecelakaan.
"Pih, kita bisa urus ini sendiri." Zenio yang hanya melihat dari jauh kini meghampirinya.
"Engga, sebelum kalian masuk. Papih ga akan pulang, Papih mau kalian masuk dengan cara baik-baik. Engga dengan cara petakilan. Paham!"
Jonatan kembali mendekati Pak Jupri, entah apa yang mereka bicarakan hingga gerbang sekolah terbuka.
"Papih pulang," pamit Jonatan setelah menyelesaikan tugasnya.
Zinia maupun Zenio sama sekali belum bergerak. Mereka benar-benar tidak bisa marah lama-lama dengan papihnya. Mereka sadar, sifat dan sikap papihnya yang over protective serta posessive itu untuk mereka juga.
"Pih ... makasih," ujar Zinia lalu menghambur ke pelukan Jonatan.
Tak terasa air matanya keluar begitu saja. Zinia sangat sadar bahwa dari bayi dirinya dibesarkan oleh seorang ayah yang sangat mencintai dirinya sepenuh hati.
"Iya, sana masuk! Jangan nangis. Belajar yang bener," ucap Jonatan sembari mengusap bekas air mata di pipi Zinia.
"Makasih, dan ... maaf," ucap Zenio singkat sebelum memasuki gerbang.
Jonatan terkekeh lalu berkata, "Iya, udah sana masuk! Kalian pasti udah telat."
Kaki mereka baru saja akan memasuki gerbang, Jonatan tiba-tiba memanggil mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Z² (Zinia & Zinio)
Teen Fiction(Sequel Ice Girl is My Wife) (Slow Update) "Dalam bidang apapun unggul, di sekolah sok polos, sok baik, sok rapih tapi di luar hobby-nya ke clubbing, ngebut ngebutan. Emang gila lo" ~Zinia Devana Kalita~ "Mana ada cewek sok berani, hobby bolos, ambu...