Z²|| 07

974 60 9
                                    

Vote dan komentarnya jangan ketinggalan guys 😘

Zinia menutup pintu kamarnya sangat keras, tubuh basahnya ia biarkan tengkurap di kasur. Air mantanya terus mengalir, megapa hari ini perasaannya sangat campur aduk? Senang karena papinya sudah kembali ke rumah sekaligus kecewa karena papinya menyembunyikan makam sang mami.

"Aaaaaaahhhh." Zinia berteriak keras, ia paling tidak suka dibohongin. Mengapa hari ini ia harus dibohongin oleh orang yang selalu ia banggakan dan sayangkan.

Dari arah luar terdengar suara memanggil namanya, tentu saja gadis itu hiraukan. Tangisannya terhenti ketika pintu kamarnya didobrak oleh Firman, Bayu dan Ihsan yang terlihat dari keringat yang bercucuran.

"Papi kamu ... hos! hos! masuk ... hos rumah sakit hos! hos! lagi," ujar Bayu memberi tahu Zinia.

Lantas gadis itu langsung bangkit, tanpa pamit ia berlari menuruni anak tangga dengan cepat dan berlari menrobos hujan. Memang hujan tak sebesar tadi, tetapi langit masih menumpahkan air itu seperti mengikuti alur cerita keluarga Jonatan yang sedang bersedih.

"Goblok ya, Jonatan mau Zenio eh sakarang Zinia ikutan goblok." Firman menggelengkan kepalanya melihat keadaan keluarga sahabatnya yang sedang kacau.

"Segoblok-gobloknya anjing garang, dia gak akan mau kalo disuruh makan daging lagi kalo dia udah kenyang," timpal Bayu yang menyahuti ucapan Firman.

"Kok kalian malah goblok-goblokan si goblok. Kejar Zinia ayo!" titah Ihsan.

Di saat seperti ini saja Bayu dan Firman masih sempat-sempatnya berbicara santai. Untung saja ada Ihsan yang masih rada waras yang selalu mengingatkan kedua sahabat gelonya itu.

🌾🌾🌾

"Papi, bertahan. Bentar lagi nyampe." Zenio terus berbicara seperti itu di sepanjang jalannya.

Jonatan terus saja merintih, sesekali ia menjawab ucapan putranya. "Iya, Papi gak papa." Seakan baik-baik saja, Jonatan selalu menampakan senyum disetiap jawabannya.

Tapi Jonatan sudah tak kuat lagi, ia pingsan dan Zenio semakin cemas sehingga mempercepat laju mobil bahkan lampu merah saja ia terobos untung jalan sedang sepi jadi dia bisa melewatinya lega.

Mobil Fortuner milik Jonatan berhenti tepat di ruang UGD bahkan Zenio menerobos garis yang seharusnya tidak dilalui mobil. Dengan cepat ia ke luar memanggil suster membawa sang papi memasuki ruang UGD. Ia mennunggu cemas, badannya masih basah kuyup beberapa pasang mata melihat ke arahnya dengan tatpan nanar.

"Aaaaarrrrrgghhh." Zenio berteriak frustrasi dan kini hampir semua menatapnya ada juga yang menaruh jari telunjuk di bibir mereka.

Zenio menunduk meminta maaf, pikirannya tak karuan kemana-mana tak lama Zinia datang sambil menangis ia menghambur ke pelukannya.

"Nio, Papi mana?" tanyanya lirih karena sudah kehabisan tenaga.

Zinia benar-benar berlari bagaimana ia bisa sampai cepat? Dia menggunakan jalan tikus untuk sampai ke rumah sakit untung dia tak salah rumah sakit jadi dia tak perlu terlalu panik.

"Papi di dalam," jawab Zenio sangat pelan.

Reaksi Zinia sangat cepat tanpa dikomando lagi dirinya masuk menerobos pintu UGD berdiri tepat di samping dokter yang sedang menangani Jonatan.

Di luar Shinta dan yang lainnya baru saja sampai mendapati Zenio yang sedang kebingungan.

"Papi di dalem?" tanya Marissa. Zenio hanya mengangguk.

"Nia, dia di mana?" Shinta bertanya tak sabaran.

"Di dalam juga," balas Zenio jujur.

"Ngapain? Nia pingsan?" tanya Firman.

Z² (Zinia & Zinio)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang