Ayah

458 4 0
                                    

Aroma kopi sudah menyeruak di dapur minimalis rumah Balqis. Kopi untuk ayah sudah tersaji di meja makan. Tak seperti biasanya, pagi ini Balqis yang harus menyiapkan semuanya. Usai salat subuh tadi ia segera mandi dan berdandan rapi. Saat menuruni anak tangga yang berhadapan dengan dapur, Balqis tak melihat ibu. Rupanya ibu memilih meringkuk dibalik selimut sehabis salat subuh. Tidak enak badan.

"Kopi buatan Balqis enak kan, yah?" tanyanya sesaat sebelum menyeruput air jeruk nipis peras dalam tumbler.

Ayah minum kopi sampai berkurang setengah cangkir. "Hmm...ini sih mirip kopinya ibu. Sudah pantas kamu jadi istri, nak. Haha..."

Balqis menghentikan aktivitas menelannya. Cepat-cepat ia taruh tumbler di atas meja sebelum isinya tumpah. "Ih, ayah...nggak lucu deh."

Ting. Bunyi toaster mengalihkan perhatian Balqis. Roti panggang hangat isi selai kacang terhidang di atas meja. Ayah segera mengambil satu. "Nah, coba ini seenak buatan ibu nggak ya? Hmm...dari wanginya sih iya..."

Satu gigitan disusul dengan lumatan perlahan. Dan..."Ah, ini sih beneran deh anak ayah udah bisa jadi istri keren kayak ibunya." Jentikan jari tengah dan ibu jari ayah menyudahi candanya. Balqis mendengarkan tapi tangan dan matanya sibuk pada mangkuk rotan di hadapannya. Menata toast sedemikian rupa di atasnya lalu menyiapkan teh manis hangat. Setelah itu menaruh semuanya jadi satu di atas baki. "Oke deh, udah siap." Balqis lalu menatap ayahnya sambil menarik tangan ayah ke dahinya. "Yah, Balqis mau antar ini ke kamar ibu terus langsung jalan ke kampus." Ucap Balqis sambil keluar hati-hati bergerak keluar dari bangkunya. Ayah terpaku di bangkunya. "Yah...Balqis. Ayah belum selesai bicara nih."

"Males ah. Ayah becanda mulu sih." Balqis menjulurkan lidah lalu tertawa seraya membalikkan badannya.

Beberapa menit setelah Balqis meletakkan baki di atas meja nakas tepat di samping ranjang ibu, sebuah bbm masuk. Ibu segera keluar dari selimut dan membacanya.

Saya akan sampai di kantor sekitar pukul 9 hari ini, bun.

Baik. Kalau begitu saya akan sampai di sana sebelum jam 9, Nak Coach.

Ketik ibu sebagai balasan terakhir. Ibu turun dari ranjang lalu pergi mengambil handuk. Ia ingin bersiap-siap untuk bertemu idola barunya.

©

"Alhamdulillah. Sahabat fillah, kita telah sampai di penghujung acara bedah buku Kang Abik pada kesempatan kali ini. Kita doakan bersama supaya Kang Abik sehat selalu dan terus menginspirasi para akhwat dan ikhwan sekalian." Seruan aamiin bergemuruh di dalam aula kampus. Ia kemudian mengajak semua orang untuk mengucapkan doa penutup majelis.

Subhanaka allahuma wabihamdika asyhadu alla ilaha illa anta astaghfiruka wa atubu ilaik.

Maha suci Engkau Ya Allah dan segala puji bagiMu. Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Engkau. Aku mohon ampun dan bertaubat kepadaMu.

"Hei, Qis. Elo ikut bedah buku juga? Wah tahu gitu tadi kita janjian aja ya biar dekat duduknya." Giska menghampiri Balqis dari arah berlawanan. Dia langsung menaruh lingkaran lengan kanannya di sepanjang bahu Balqis. Cukup risih, tapi mau bagaimana lagi. Giska pun langsung nyerocos tanpa memberikan kesempatan pada Balqis untuk bicara.

"Lumayan banget yah kampus kita ini. Gue pikir karena negeri dan adanya di pusat kota, kampus ini nggak akan ada acara cucok macam bedah buku penulis Islami gitu. Gue tuh baru banget lho pakai hijab dan belum lama juga jatuh hati sama karya-karyanya Kang Abik, alhamdulillah yaah rezeki anak solehah. Hehe...seneeeeng banget ada acara ini. Terus, mc-nya ikhwan gitu, cakep pake banget. Makin betah deh sampai akhir acara. Hihi...centil banget yah gue?"

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now