Setengah Bulan Purnama

120 1 0
                                    

Tiga bulan berlalu. Hubungan Zaki dan Balqis makin akrab. Namun tidak seperti keakraban antara pria dan wanita pada umumnya. Keduanya saling menjaga diri masing-masing. Tak ada sentuhan fisik, tatapan mata yang berarti, atau kata-kata yang menjurus ke arah sensual. Meski dari luar, keduanya terlihat seperti dua insan in love. Kalau tidak bisa dibilang pacaran.

Vespa Zaki mogok ketika baru masuk ke komplek Balqis. Keduanya lantas tertawa bersamaan. Ini sudah sering terjadi. Dan biasanya, Balqis yang akan membawa vespa selagi Zaki mendorongnya. Sore ini juga. Tas ransel Balqis digendong Zaki. Ia yang memintanya. Mengingat tadi Balqis baru saja meminjam sejumlah buku dari perpustakaan. Sampai di taman komplek, Zaki berakting kelelahan.

"Ah payah nih Kak Zaki...baru segitu aja udah capek..." Balqis mengatakannya dengan terengah-engah. Berada di depan kemudi sebetulnya tak melelahkan, meski mesinnya mati. Namun, cuaca yang panas menghantam area pernafasan Balqis dan banyak orang di jalan.

"Kamu aja kali yang capek...ngos-ngosan gitu kok." Sanggah Zaki.

"Nggak...yeee...ini kan karna unfriendly weather aja kaliii. Eh, duduk situ yuk kak?" ajak Balqis saat melihat bench di pinggir taman.

Balqis menyingkirkan poni yang menutupi dahinya dengan punggung tangan. Penuh keringat. "Iiih...lihat deh, kak. Banjir..." seru Balqis saat memperlihatkan punggung tangannya pada Zaki. Ini membuat Zaki menjauhkan badannya beberapa sentimeter dari tempat Balqis duduk.

Balqis tertawa puas melihat ekspresi Zaki yang seolah bilang Jorok Banget Nih Anak!

Setelah Balqis menyembunyikan punggung tangannya, barulah Zaki duduk di bangku taman. Balqis di ujung bangku dan Zaki di ujung satunya. Saling diam selama beberapa menit, Zaki lalu membahas tentang air mancur yang dulu pernah ada di taman ini.

"Lho, emangnya ada air mancur dulu? Setahuku nggak ada deh. Dari aku pindah 3 tahun lalu." Terang Balqis.

Zaki kemudian menceritakan tentang masa remajanya yang suka duduk di dekat air mancur usai latihan in-line-skate. Komunitas yang diikutinya bersama dengan sang kakak ini memang selalu latihan di kompleks perumahan tempat Balqis tinggal. Dipilihnya tempat ini karena spot-nya yang luas, sepi namun dekat dari keramaian jalan besar. Zaki dan kakak sering menjuarai lomba in-line-skate bahkan hingga tingkat nasional. Mereka berdua jadi sangat populer kala itu. Sampai akhirnya kakak beradik ini harus pindah ke Yogya. Zaki menghabiskan masa SMU-nya di Kota Gudeg itu.

"Pas aku balik lagi ke sini, sekitar sebulan sebelum masuk kuliah...air mancur itu udah nggak ada. Bekas-bekas peninggalannya juga udah nggak ada. Udah ketutup sama tanah dan tanaman bunga." Tutup Zaki.

"Wah...aku jadi penasaran. Kayak apa ya waktu itu taman ini pas ada air mancurnya. Pasti indah banget?" Balqis celingukan. Ia memperkirakan dimana tepatnya keberadaan air mancur itu dulu. Dan sebesar apa.

"Pasti adem banget ya kak duduk di bawah air mancur? Pas banget buat sore panas nggak jelas kayak sekarang."

"Betuuuul. Betewe, aku punya lho foto-foto pas lagi main in-line-skate di sini. Seingatku sih ada air mancurnya di beberapa foto. Entar deh kubawain pas ketemu lagi." Zaki terlihat bersemangat mengucapkannya.

Setengah purnama kembali terlukis di wajah ceria Balqis.

"Eh iya, aku kok jadi ingat sesuatu deh..." ucap Balqis seraya melipat kedua lengannya di depan dada.

Zaki menaikkan kedua alisnya. "Apa?"

"Keingetan ospek, kak. Pas panas terik gitu trus tetiba ada drone di atas kepalaku yang nyemprotin air seger en adem banget. Drone itu terus berkeliling mengitari lapangan. Nggak lama terjadi rusuh yang bikin panitia ospek kalang-kabut. Itu...kerjaan Kak Zaki, kan?"

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now