Pertemuan

86 1 0
                                    

Balqis terengah-engah menuju ruang rektor. Ia berhenti sejenak di anak tangga saat kaki dan tangannya mulai kram. Balqis enggan naik lift yang penuh sesak dan harus menunggu lama. Sayangnya, anak-anak tangga yang dinaikinya itu tak bisa bekerja sama dengan Balqis. Mereka memperlambat langkah kaki Balqis. Namun, tak ada cara lain.

Akhirnya Balqis sampai di depan ruang rektor. Membetulkan tali ranselnya yang melorot hingga ke siku dengan satu tangan, Balqis kemudian mengetuk pintu. Tak lama kemudian pintu terbuka. Seorang office boy yang sedang membersihkan ruangan rektor memberikan informasi kalau sang rektor ada di aula utama.

Ugh! Balqis rasanya ingin terjun bebas langsung ke aula yang ada di lantai 1. Setelah beberapa saat, Balqis akhirnya sampai di depan aula. Kedua tangannya semakin nyeri. Namun, ia tak peduli. Apa lagi ini?

Balqis tak bisa langsung memasuki aula karena ternyata di dalamnya berkumpul banyak orang sampai hampir membludak ke luar aula. "Maaf, mas ada apa ya?" tanya Balqis pada salah seorang pria yang berdiri di bibir aula. Dari pakaiannya ia tampak seperti seorang bodyguard.

"Oh, ini ada ceramah singkat. Entrepreneurship. Yah, mbak baru datang sih. Jadi nggak bisa lihat dari dekat pembicaranya." Jelasnya.

"Pembicaranya siapa tuh, mas?" Balqis makin penasaran.

"Itu lho entrepreneur yang lagi naik daun sekarang. Dia keponakannya rektor di sini."

Gotcha!

"Trus, kalau mau nonton saya harus kemana nih mas?" pancing Balqis. Mungkin si bodyguard bisa bantu dia dapat spot yang nyaman.

"Yah...mbak lihat sendiri kan penuh gini? Paling kalau mbak mau, masuk ke sana tuh...selap-selip aja." Ujar sang bodyguard sambil menunjukkan arahnya.

Balqis menyerah lebih awal. Mengingat badannya yang kecil bin flexible memang bisa masuk, tapi apa kabar dengan buku-buku yang dibawanya. Huft...

Lima belas menit kemudian, ceramah berakhir. Gerombolan orang mulai keluar dari aula. Saat ingin berdiri dari duduk pasrah di atas lantai, Balqis tersenggol orang-orang berjalan. Hingga ia duduk lagi. Berusaha berdiri lagi lalu jatuh terduduk. Si mas bodyguard yang melihat kejadian itu lalu menolong Balqis. "Mbak, nggak apa-apa?" Balqis mengangguk. Balqis lalu menepuk-nepuk bagian belakangnya dengan satu tangan. Sang bodyguard pamit karena ia sudah harus menyusul bosnya. Balqis tersadar.

"Eh, mas...mas tunggu!" Balqis pontang-panting mengejar sang bodyguard. Sayangnya, puluhan mahasiswa yang ikut berlari bersamanya membuat Balqis terhalang. Mereka ingin mengejar sang coach. Berharap bisa berfoto bersama dan minta tanda tangan. Balqis berhenti. Masih sekitar 10 meter lagi menuju area parkir. Balqis melihat mobil hitam itu perlahan meninggalkan area parkir. Dan ia takkan mungkin bisa mengejarnya lagi.

Balqis pulang dengan segenap kelelahan di sekujur tubuhnya. Ia mulai memikirkan apa yang sudah dilakukannya sejauh ini. Kenapa aku jadi baper berkepanjangan gini ya. Gegara kecipratan becek. Fiuh...dasar cewek!

Patas AC melaju cepat. Seolah mengerti kalau Balqis ingin segera sampai di rumah.

©

Minggu pagi harusnya jadi what a sunny day bagi Balqis. Tak ada kuliah, harinya cerah, dan no more assignments. Balqis yang biasanya jogging sampai pasar kaget, kali ini lebih memilih malas-malasan di ranjang. Semangatnya turun sampai level terendah. Balqis memandangi langit-langit kamarnya. Soft pink yang menenangkan. Pilihan ibu. Balqis menurut saja. Padahal ia prefer ungu lavender. Well, masih okelah pilihan ibu.

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now