Misteri Memori Balqis

90 1 0
                                    

Sudah satu bulan Balqis berada di apartemen. Ia tidak familiar dengan tempat ini. Yang ia ingat hanyalah rumah. Tempat dimana ada ia dan ayah serta ibu. Meski asing di apartemen ini, Balqis senang karena masih ada ibunya. Jika ia tanya dimana ayah, ibu hanya menjawab kalau ayah sedang ada tugas di Belitung.

Namun, ada satu pertanyaan yang sulit untuk ibu jawab. Siapa Fahru dan Raihan? Balqis heran mengapa Fahru dan bayi itu tinggal bersama mereka. Dokter menyarankan agar untuk sementara waktu apapun yang berkaitan dengan pernikahan antara Fahru dan Balqis disingkirkan dulu dari depan Balqis. Paling tidak sampai Balqis ingat kembali. Sebetulnya dokter juga sangat menyarankan agar Fahru dan bayinya tidak tinggal serumah. Namun, Fahru tak bisa tahan tinggal berjauhan dari Balqis.

Ibu mengulur waktu sambil sibuk dengan ponselnya. Balqis bertanya lagi. Kali ini setengah memaksa.

"Fahru itu...asisten ibu. Dan Raihan...itu anaknya." Ibu menggigit bibir. Menyesali perkataannya.

"Oh gitu...istrinya kemana, bu? Kok nggak diajak? Eh, tapi kok ibu ambil asisten laki-laki? Tinggal di sini lagi..." Balqis penasaran. Hari ini kosakatanya cukup banyak. Kepala ibu pusing. Bagaimana harus menjelaskannya pada Balqis.

Fahru muncul dari balik pintu kamarnya sambil mengggendong Raihan. "Ibu Veni ambil saya sebagai asisten karena saya memaksa beliau. Soalnya saya tertarik pelajari bisnis dari beliau langsung. Dan mengenai istri saya...dia...sudah lama pergi." Jelas Fahru.

"Oh..." Balqis mengangkat alisnya sebelah. Dia lalu minta izin pada ibu untuk pergi ke perpustakaan kampus. Ibu tak mengizinkan karena Balqis ingin pergi sendiri. Balqis memohon dengan sangat. Dia bilang Zaki pasti sudah menunggunya. Ibu bersikeras tidak mengizinkan. Namun, Fahru segera mengambil alih. Ia mengatakan akan mengantar Balqis ke kampus. Ibu menangkap sorot mata Fahru yang mengiba. Akhirnya ibu mengizinkan.

"Wah...untung ada Mas Fahru. Kalau nggak, mungkin aku nggak bakal dibolehin ketemu sama Kak Zaki di kampus. Ibu tuh nggak jelas banget sih alasannya apa. Yah...mungkin karena belum kenal aja sama Kak Zaki. Coba kalau udah kenal. Pasti ibu jadi suka sama dia." Ujar Balqis di dalam mobil. Ia duduk di kursi belakang. Sementara, Fahru menjadi supirnya.

"Ibu itu takut nggak bisa jaga anak gadisnya, mbak. Membayangkan mbak Balqis berdua saja dengan laki-laki lain pasti membuat ibu cemas." Fahru menahan sesak dadanya. Ia merindukan Balqis yang memanggilnya 'Mas Sandi'. Juga Balqis yang selalu ada di sisinya.

"Ah, ibu ini suka lebay deh mas mikirnya. Lagian di perpus kan banyak orang. Aku sama Kak Zaki nggak hanya berdua aja kok..." Balqis memalingkan wajahnya keluar mobil. Balqis sudah berada di dalam perpustakaan. Cukup sepi. Ia lalu duduk di pojok. Dekat dengan jendela. Lima belas menit berlalu. Sangat membosankan. Balqis membolak-balik halaman novel. Ia melirik jam tangannya lagi. Aneh. Tak biasanya Kak Zaki terlambat selama ini. Balqis lalu mengambil ponselnya dan mulai melihat-lihat gallery photo. Ada yang aneh. Kenapa ada foto-foto aku sama Mas Fahru? Balqis kemudian sampai pada foto punggung milik Zaki. Sayangnya Balqis lupa dimana ia mengambil foto itu. Balqis lalu meng-upload foto itu ke Instagramnya. Ia juga men-tag foto itu ke Zaki.

Punggung. Siapa orang yang bisa melihat punggungnya sendiri? Dengan bantuan cermin, kita bisa melihat punggung sendiri. Dan cermin itu bagai seorang sahabat. Sahabat yang akan selalu berada di belakang punggungmu untuk melihat sempurnanya dirimu. Cc: @dRushZaki

Satu setengah jam berlalu. Zaki tak kunjung datang. Ia mengambil ponselnya. Balqis mengirimkan pesan WA. Meskipun ia sendiri aneh. Seingatnya, ia lebih sering berinteraksi dengan Zaki di BBM.

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now