Proposed

82 1 0
                                    

Balqis berada di lobi kantor penerbit. Ia memperhatikan suasana di sekelilingnya. Ruang tunggu Scandinavian look yang kontras dengan warna-warni atraktif pada bagian koridor utama. Bangunan yang seperempat kali lebih kecil dari gedung penerbit besar lainnya di Jakarta ini ternyata menjadi tempat berkumpulnya ribuan pelaku dunia perbukuan e-commerce yang tersebar di seluruh Nusantara dan mancanegara.

Nama Balqis dipanggil oleh front officer. Ia ditanya apakah sudah membuat janji dengan direktur utama atau belum. Balqis mengatakan belum. Wanita berusia 20 tahunan dengan pakaian yang serba mini itu pun menyampaikan jika Balqis tidak bisa menemuinya karena belum membuat appointment.

"Oke. Kalau gitu, tolong sampaikan amplop berisi uang ini pada Mister Scott ya, mbak? Bilang padanya kalau jumlah uangnya sama dengan yang ia transfer dulu. Termasuk biaya transfer beda bank. Makasih ya, mbak. Permisi." Balqis tersenyum. Ia lalu beranjak pergi dari meja resepsionis. Wanita itu bergegas memanggil Balqis setelah menemukan bagian luar amplop yang tidak tertera tulisan apapun, termasuk nama. Balqis menoleh ke belakang.

"Tenang aja, mbak. Mister Scott tahu kok siapa saya dari tulisan di dalamnya." Balqis langsung berlari kecil meninggalkan lobi.

Dia terus berlari sampai di depan studio foto yang hanya berjarak 100 meter dari kantor Scott. Balqis merunduk lalu memegangi kedua lututnya yang bergetar hebat. Tadi itu dia berkejaran dengan waktu. Dia ingin segera memberikan amplop berisi uang itu tanpa penolakan dan tanpa harus bertemu dengan Scott. Kekuatan ini ia kumpulkan sejak dua minggu lalu setelah keluar dari rumah sakit. Semoga saja resepsionisnya jujur dan memberikan amplop itu pada Scott sesegera mungkin. Agar hati Balqis tenang karena Scott sudah menerima uangnya kembali dengan utuh. Tanpa berkurang sedikit pun. Balqis juga merelakan income cerpennya di website perusahaan Scott. Ia sudah tak mengharapkannya lagi. Meski dari hari ke hari semakin banyak yang mengunduh cerpennya. Setidaknya ia memakai nama asli. Jadi, para pembaca yang akan menemukan karya Balqis selanjutnya dapat dengan mudah recognize dirinya sebagai penulis yang pernah menulis cerpen dengan penjualan tertinggi hanya dalam waktu relatif singkat.

Setelah berhasil mendapatkan tarikan napas normalnya kembali, Balqis lalu masuk ke dalam studio foto. Sepintas tadi ia mendapat ide untuk berfoto di sana bersama novel terbarunya yang fresh from the oven. Baru kemarin ia mendapatkan bukti terbitnya.

Kaver buku Balqis bertema minuman hangat, suasana hangat, serta keakraban dengan cangkir cantik dan siluet punggung seorang wanita cantik. Ia pun akhirnya memilih latar belakang berupa dinding kafe dengan tumpukan bata-bata merah dan pohon sakura mini.

Di dalam commuter line, Balqis terus memandangi foto yang baru diambil beberapa menit lalu. Ia puas sekali dengan hasilnya. Kelima foto itu lalu diselipkannya ke dalam novel. Seorang siswi SMU yang duduk di sebelah Balqis melihat kaver novelnya.

"Wah, kavernya keren! Judulnya Cin...Cinnamon Tea Di...Delight. Huaa...Siapa kak yang nulis?!" Gadis berpakaian seragam sekolah itu menyingkirkan tangan Balqis yang menutupi kaver. Ia lalu membaca nama penulis yang ada di bagian paling bawah kaver..."At Balqis Syahputri. Wah di depannya ada 'a' keongnya trus di belakangnya ada underscore. Hmm...nggak salah lagi. Ini pasti nama akun socmed-nya."

Balqis memandangi siswi itu heran. Berani amat nih anak. Sok kenal banget sih! Siswi itu kemudian asyik dengan ponselnya. Dan Balqis dibiarkan sendiri setelah puluhan detik lalu ia diajak mengobrol secara paksa.

"Wohoo! Ketemu! Wah, sayang followers-nya masih sedikit. Padahal kayaknya novelnya bagus. Eh, ehemm...kak, boleh pinjam sebentar novelnya?" tanya siswi itu ke Balqis. Balqis menyerahkan novelnya begitu saja. Sehelai foto jatuh saat novel berpindah tangan. Siswi itu memungut foto dan melihatnya. Ia langsung melihat ke wajah Balqis lalu beralih ke foto. Melihat ke foto sekali lagi, lalu beralih ke wajah Balqis.

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now