Konflik Batin

69 1 0
                                    

Kafe Cinnamon Tea Delight terletak 200 meter dari kantor Fahru. Fahru sengaja membeli gedung kosong bekas toko kue itu karena letaknya yang strategis. Dan dia juga bisa lebih sering mengunjungi istrinya.

Grand launching kafe Balqis dihadiri oleh sejumlah kerabat, teman dekat, dan sejumlah orang-orang terkenal, relasi Fahru. Balqis baru sadar ternyata Fahru sehebat itu karena mengenal mereka. Mulai dari model iklan, artis Youtube, pemain sinetron, penulis buku terkenal, hingga politikus. Seketika rasa percaya dirinya tumbuh. Ia merasa harus bersikap lebih baik lagi di hadapan mereka agar tak membuat Fahru malu. Satu hari setelahnya, kafe ini baru benar-benar buka untuk umum. Pengunjung sudah memadati pintu depan sejak pukul 9 pagi. Padahal kafe baru buka pukul 10. Begitu pintu dibuka, gerombolan pengunjung langsung menyergap masuk ke dalam kafe. Dalam sekejap, bangku terisi penuh. Bahkan banyak groupies yang terpaksa duduk berdua di atas satu bangku. Para pelayan kewalahan menyiapkan orderan. Balqis mau tak mau turut membantu melayani.

Pada jam makan siang pun kafe belum surut pengunjung. Malah semakin banyak yang berdatangan. Fahru menyempatkan diri menengok kafe di tengah kesibukannya. Betapa takjub ia saat sampai di depan pelataran parkir kafe yang tak terlalu luas itu. Pengunjung yang datang belakangan harus rela antri demi bisa menikmati makanan dan minuman racikan Balqis. Fahru berjinjit untuk melihat ke dalam kafe dari sela-sela ornamen di jendela besar kafe. Tampak Balqis yang tengah sibuk mencatat pesanan dari satu meja ke meja lainnya. Fahru kemudian pergi ke pintu belakang kafe. Sebentar saja, Fahru sudah berada di belakang Balqis. Di tangannya sudah ada smart phone khusus untuk mencatat semua pesanan pelanggan.

Seorang pengunjung mengenali Fahru yang mengenakan apron dan topi berwarna cokelat khas kafe.

"Lho, Mas Fahru yang coach itu ya??!" teriak gadis bertubuh tambun dan berwajah oriental itu. Balqis yang baru selesai mengambil foto pelanggan di depannya menoleh ke belakang secara spontan. Balqis terbelalak mendapati wajah Fahru yang tersenyum. Ia tak menyangka Fahru akan datang di waktu sepadat ini.

Kini, meski bertambah satu pelayan, kerepotan semakin menjadi. Karena pengunjung tak hanya menikmati makanan dan berfoto wefie untuk dimasukkan ke Instagram atau Path. Mereka juga antri untuk bisa foto bersama Coach Fahru. Beberapa diantaranya malah curhat pada Fahru. Fahru terus menanggapi permintaan mereka. Hingga gelombang pengunjung lainnya terus berdatangan. Jatah untuk masakan besok pun terpakai seluruhnya. Dan kafe baru tutup sekitar pukul 11 malam. Terlambat satu jam dari waktu yang sudah ditentukan Balqis dan Fahru sebelumnya.

"Kok diam aja, sayang?" tanya Fahru sambil memperhatikan jalanan di depannya. Balqis masih mengambek di kursi penumpang. Sesekali Fahru menoleh ke samping. Menunggu reaksi istrinya. Fahru jadi bingung dengan sikap Balqis. Apa yang sudah dilakukannya. Sejak tutup kafe tadi sampai sekarang, Balqis tetap seperti itu. Diam dan jarang merespon.

Fahru berusaha bertanya lagi dengan pertanyaan yang sama. Balqis bersedekap dan menatap lurus ke jalanan sepi nan gelap di depannya. Mobil memasuki kompleks rumah Balqis. Sampai di depan rumah, Balqis turun untuk membuka pagar. Fahru berusaha mencegah Balqis untuk turun. "Sayang, biar aku aja yang buka pa...gar." Namun, terlambat. Balqis sudah melesat secepat mungkin. Setelah membuka pagar, Balqis lalu masuk ke dalam rumah. Ia bergegas ke kamar. Setelah bersih-bersih badan dan salat, Balqis naik ke ranjang. Tepat pada sisi kanan ranjang. Ia tak menunggu Fahru lagi. Balqis menghadap ke dinding lalu menarik selimut hingga ke bawah telinga kirinya. Mata Balqis terasa menghangat. Bulir-bulir air mata keluar. Ia lalu memejamkan mata. Dan benaknya berbicara.

Mas nggak peka banget sih. Aku mau kelola kafe. Tapi nggak mau secapek hari ini. Apa mas harus kayak tadi. Menuruti semua kemauan pelanggan. Sampai mas lupa ada aku dan semua karyawan yang udah kewalahan. Kalau bukan karena aku pengin jadi satu-satunya di hati mas, aku juga males lakuin semua ini. Andai aja aku nggak kenal siapa itu Prilly. Dan andai aja dia bukan kakak Kak Zaki. Pasti nggak akan seribet sekarang.

Balqis akhirnya tertidur saat fisiknya sudah terlalu lelah mendengarkan benaknya berkeluh kesah.

Siaran tv kabel masih setia menemani Fahru malam ini. Baru kali ini ia menghabiskan sisa hari seorang diri. Biasanya Balqis menemani. Entah mengobrol, bercanda, atau sama-sama menikmati film. Ada apa dengan Balqis? Apa ia salah bicara di kafe tadi? Sepanjang perjalanan pulang Balqis terlihat agak kesal. Di kamar juga ia langsung tidur usai salat. Tanpa berkata apa-apa.

Fahru merasa kesepian. Apalagi ayah dan ibu Balqis belum kembali dari Belitung. Sudah sebulan lamanya. Ibu dan ayah menyesal tidak bisa hadir dalam persiapan dan pembukaan kafe. Fahru membuka file-file dalam laptopnya. Ia mencari video yang ia rekam sendiri dalam persiapan sampai pembukaan kafe. Setelah berhasil menemukan, Fahru lalu mengirimkan video itu ke email ayah dan ibu Balqis. Fahru juga mengirim pesan melalui bbm agar mereka segera melihat videonya. Bbm sudah terkirim namun belum dibuka. Fahru melihat jam. Ya ampun, pantas aja. Udah jam 2 pagi gitu...ibu sama ayah pasti lagi asyik tidur. Program tv kabel sudah mulai tak menarik lagi bagi Fahru. Mau tidur juga belum bisa. Akhirnya Fahru iseng membuka Instagram. Masuk ke akun ibu mertua. Pada tiga postingan terakhir, Fahru dimanjakan dengan gambar-gambar bagus dari Belitung. Tempat Sisilia Water milik ayah di salah satu mal, tempat tinggal sementara ayah dan ibu yang memiliki kebun kecil di depan rumahnya, dan pemandangan dari perkebunan jeruk kunci milik salah seorang pengusaha kenalan ayah.

Ketika Fahru hendak kembali ke home, tiba-tiba sebua postingan terbaru keluar. Foto ibu dengan latar belakang bandara. Ini kan di bandara...Soekarno Hatta??

Fahru langsung menekan lama tombol angka 2. Tombol tercepat untuk menghubungi nomor ibu. Ponsel ibu tidak aktif. Fahru lalu menekan panggilan cepat ke ayah di nomor 3. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya telepon diangkat juga. Suara seorang wanita di ujung sana.

"Halo...halo, assalamu'alaikum ibu ya? Bu, udah di Jakarta ya? Sama ayah kan? Halo...halo..." Tak ada jawaban. Fahru yakin ia tidak salah dengar tadi. Ponsel ayah diangkat oleh seorang wanita yang mengatakan 'halo'. Tapi, suara itu menghilang setelah Fahru mengucap salam. Dan sayup-sayup terdengar suara ayah. Seperti berdiri di belakang si penerima telepon. Lalu, telepon mati. Fahru menelepon ayah lagi. Gagal terhubung karena di luar jangkauan. Fahru mencoba sekali lagi. Yang ia dapati masih sama. Fahru kemudian menekan tombol 2. Ponsel ibu masih tidak aktif.

Perasaan tidak enak menggelayuti hati Fahru. Ayah dan ibu mertuanya tak mungkin bercanda di dini hari seperti sekarang. Fahru lalu menulis di kolom komentar postingan terakhir ibu. Tiga menit ia menunggu tetap tak ada balasan. Fahru juga mengirim sms kepada ibu. Tak lama kemudian, ponsel Fahru berdering.

Fahru segera melesat menuju bandara. Jalanan masih lengang. Hanya tersendat sedikit saat melewati pasar. Fahru sampai di bandara sepuluh menit kemudian. Ia membawa mobil dengan pelan sekali. Suara isak tangis ibu di telepon tadi terngiang terus di kepalanya. Usai menangis, ibu tak bicara apa-apa lagi selain minta dijemput di bandara. Fahru akhirnya melihat ibu yang sedang duduk di atas koper. Punggungnya bersandar pada dinding pondasi bandara. Kedua matanya sembab karena menangis. Saat melihat Fahru datang, ibu segera menghambur ke dada anak menantunya.

"Ibu, kuat jalan? Kita pulang sekarang ya..." Fahru lalu merangkul ibu dengan sebelah tangannya. Dan tangan lain menarik koper. Sampai di rumah, Fahru segera memapah ibu ke kamarnya. Badan ibu terasa hangat. Ibu juga mengeluh mual. Ibu bilang belum makan apa-apa dari sebelum berangkat hingga sampai di bandara tadi. Fahru segera membuatkan ibu teh manis hangat dan membuat bubur sagu dengan siraman saus gula aren yang dicairkan. Ibu bersandar pada bantal sambil disuapi bubur oleh Fahru. Ibu tertidur setelahnya. Sementara, Fahru terus terjaga sampai adzan Subuh. Fahru salat Subuh di kamar ibu. Usai salat, Fahru duduk di kursi samping ranjang ibu. Ia membaca Al-Quran. Cukup mengantuk, akhirnya Fahru tertidur dengan kepala bersandar pada sisi tempat tidur ibu.

Balqis turun ke dapur sekitar pukul 6. Di sekitar wastafel berantakan sekali. Ada panci kecil dengan sisa bubur di dalamnya dan gelas panjang berisi bekas teh serbuk yang diseduh. Apa Mas Sandi habis masak sarapan? Balqis mendongakkan kepala ke arah ruang tamu. Lampu di luar masih menyala. Kalau Fahru sudah sarapan dan pergi ke kantor, lampu itu juga pasti sudah dimatikannya. Lalu, kemana Fahru? Balqis berjalan menuju ruang tv. Fahru tidak ada di sana. Saat berbalik badan, Balqis melihat kamar ibu terbuka. Balqis mendekati kamar ibu. Lampu tidur ibu menyala. Pintu ia buka perlahan.

"Mas Sandi? Lho, ibu udah pulang?" Balqis bertanya lebih kepada dirinya sendiri. Ibu membuka kelopak matanya perlahan. Disusul dengan Fahru yang mengangkat kepalanya.

©

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now