Aku Percaya Apa Yang Kulihat

80 1 0
                                    

Ayah mendekat ke bingkai jendela berpernis cokelat muda. Kedua matanya melihat ke arah kolam ikan yang ada di samping rumah. Ada sesuatu yang mengganjal di pikirannya. Tentang seseorang yang ia sukai. Baik fisik, pembawaan, maupun tutur kata. Jika disandingkan dengan putri semata wayangnya, ia pasti cocok sekali. Dan ia pun menangkap sinyal asmara di antara keduanya.

Tapi...orang itu belum tentu bisa membahagiakan Balqis secara materi. Membayangkan anaknya sering pergi dengannya naik vespa saja, ia sudah kalut. Bagaimana jika sudah menikah nanti. Saat Balqis perlu pergi bersosialisasi. Saat Balqis akan lahiran. Atau saat Balqis pulang larut malam. Dijemput dengan vespa? Ah, Rudiath tak sanggup lagi membayangkannya. Meskipun ia juga belum tahu segigih apa nanti Zaki dalam memberikan kenyamanan bagi pasangannya.

Sementara dengan Scott, semua pasti bisa terpenuhi. Namun, ia belum merasakan ada chemistry yang tercipta di antara Balqis dan Scott.

"Yah, Balqis pergi dulu ya?" kehadiran Balqis di belakangnya mengganggu persambungan sinapsis-sinapsis dalam otak ayah. Ayah berbalik badan hendak menyambut Balqis dengan senyum effortless-nya.

"Mau kemana, Qis?"

"Ke Tamcit, yah." Balqis meraih tangan ayah dan mengecup punggung tangan ayah.

"Sama siapa? Zaki?" ayah memiringkan kepalanya ke kiri demi bisa memandang wajah Balqis.

"Sendiri, yah...Balqis mau beli kerudung di tempat kerja Kak Zaki." jelas Balqis singkat.

"Zaki kerja di Thamrin City? Bagian apa?" tanya ayah hati-hati.

"Ayah kok lupa sih? Waktu jemput aku pas kakiku terkilir, kan yang nolong aku Kak Zaki. Dia minta tolong temannya yang kerja di Neanda Boutique buat ngurut kakiku. Umm...aku nggak tahu pasti sih yah bagian apa. Seingatku, dia bagian logistik gitu deh. Pokoknya yang menyediakan gulungan kain deh. Ya udah yah, aku jalan ya?" Balqis berjalan menjauh dari tempat berdiri ayah.

Satu penilaian lagi untuk Zaki. Ternyata, dia cukup gigih. Bekerja saat masih kuliah. Ayah lalu mencatat nama butiknya di note ponsel.

©

Sampai di lobi Thamrin City, Balqis bergegas menuju lantai 2. Dari jendela kaca, Balqis dapat melihat suasana butik yang cukup ramai pada jam menjelang makan siang. Hari ini Balqis berniat mengajak makan siang Kak Zaki. Dia juga sudah membuat janji dengan Scott. Biar mereka berdua bertemu dan saling kenal satu sama lain. Balqis sengaja tidak memberitahu Zaki tentang rencana ini. Supaya menjadi kejutan untuk Zaki.

Balqis terus berjalan ke dalam butik. Sesekali matanya melihat ke deretan baju dan kerudung di sekitarnya. Warna-warna soft menggoda Balqis untuk mendekat. Hingga ia berhenti di salah satu aisle. Kerudung ombre dengan gradasi warna peach. Balqis ingin memilikinya. Ia lalu mengambil satu helai dan segera berjalan menuju kasir. Balqis harus sering memiringkan badannya saat berjalan karena banyak pengunjung yang tengah memilih produk. Tak jarang ia bertabrakan dengan pengunjung lain yang berjalan dari arah sebaliknya. Saat bertabrakan itulah mata Balqis menangkap sosok seorang perempuan berhijab anggun yang sedang duduk di depan meja kasir. Dia tengah mengobrol seru dengan seorang pegawai yang berada di belakang meja kasir. Seperti sedang ada sesuatu yang lucu, perempuan itu tertawa dengan manner-nya dan kemudian mencubit gemas lengan sang pegawai. Lengan itu tak tertutupi sehelai benang pun. Semakin dekat, Balqis semakin tahu. Lengan itu milik...Kak Zaki!

Kerudung ombre terjatuh dari genggaman Balqis. Ia langsung memungutnya. Secepat kedipan mata, Balqis beranjak pergi dari sana. Di depan pintu butik Balqis mengembalikan kerudung pada salesperson. Ia terus berlari sejauh mungkin dari Neanda Boutique. Balqis tak tahu persis alasan ia berlari. Namun, ia hanya ingin berlari sejauh mungkin dari sana. Hingga Balqis sampai di area food court. Ia mengatur nafasnya sedemikian rupa. Sampai ia benar-benar menurunkan hormon kortisolnya ke level lebih rendah.

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now