Recall Memory

67 1 0
                                    

Di dalam ruang tamu apartemen, Balqis sibuk memijat-mijat punggung ayah. Ia juga mengolesi salep untuk memar di pergelangan tangan ayah yang tadi digunakan untuk menahan beban tubuh saat jatuh. Balqis juga sudah membuatkan ayahnya kopi hitam dengan sedikit gula. Kesukaan ayahnya. Balqis mengangkat cangkir kopi dan memberikannya pada ayah. "Diminum yah selagi masih hangat. Kopi pas buat ayah."

Ayah meminum kopi dengan beberapa kali teguk. Saat ia selesai menikmatinya, terdengar suara tangis bayi dari dalam kamar. Ibu segera masuk ke dalam untuk melihat Raihan. Kepala ayah bergerak mengikuti gerakan ibu hingga ibu hilang ditelan redupnya cahaya dalam kamar.

Balqis menarik lengan ayah. Ia memohon pada ayah agar membawanya pergi dari sini. Balqis ingin tinggal di rumah lama mereka. Ayah mengatakan kalau ia tak bisa membawa Balqis dari sini. Balqis terus mendesak ayah.

"Balqis nggak mau di sini, yah....Balqis bingung di sini. Apalagi di sini ada penipu." Saat mengatakannya, Balqis melirik ke Fahru yang duduk di seberangnya. Zaki yang duduk di samping ayah spontan menjatuhkan pandangan tepat di mata Fahru. Fahru bergeming.

"Ayah nggak bisa bawa kamu soalnya ayah akan sering keluar kota untuk urusan pekerjaan. Kalau kamu di rumah, kamu akan sendirian. Lebih baik kamu di sini sama ibu dan Nak Fahru." ujar ayah Beralasan. Balqis menggeser tubuhnya maju mundur di atas sofa sambil menarik-narik lengan kiri ayah.

"Kalau gitu ajak Balqis aja keluar kota?" desaknya.

"Nggak bisa, sayang. Kuliah kamu gimana nanti?" Beruntung ayah cepat mendapatkan alasan ini. Semua tahu kalau Balqis sudah lama cuti kuliah sejak kehamilannya bermasalah. Balqis berhenti sejenak. Lalu, dia mulai lagi. "Ah ayah, kuliah kan gampang. Bisa cuti. Atau aku pindah kuliah aja sekalian ke kota yang lagi ayah kunjungi." Di saat seperti ini ayah sangat merindukan ibu. Ibu yang bisa menenangkan Balqis.

Suara tangis Raihan terdengar semakin kencang. Rupanya ibu belum berhasil membuat Raihan tertidur lagi sejak terbangun karena mendengar suara gaduh tadi. Ibu membawa Raihan keluar kamar. Ini kedua kalinya ayah melihat cucunya. Yang pertama dulu di rumah sakit. Usai menyumbang darah untuk Balqis. Ia sangat bahagia melihat bayi laki-laki tampan berwajah bulat menggemaskan yang meronta-ronta dalam pelukan ibu. Sesaat kemudian ia kasihan pada anak itu. Kabar yang didengarnya, Raihan tak mendapatkan ASI ibunya. Karena Balqis yang hilang ingatan juga tak memproduksi ASI. Sesekali ia merasa kesakitan karena seperti ada yang menekan di bagian dadanya. ASI itu tak pernah keluar dari tubuh Balqis. Tekanan wajar yang biasa terjadi pada ibu yang baru melahirkan ini pun tak dihiraukan Balqis. Bila tekanannya mereda, Balqis lalu melanjutkan aktivitasnya.

"Nak Fahru, tolong ibu. Raihan gusar terus dari tadi." ibu menyorongkan Raihan pada Fahru. Raihan terdiam seketika dalam dekapan Fahru. Fahru lalu menyenandungkan salawat. Raihan tenang. Suasana hening dan damai seketika. Zaki baru pertama kali melihat Raihan. Ada keharuan luar biasa di hatinya. Zaki suka anak kecil. Bayi mungil Balqis ini lebih disukainya. Seperti ada surga kecil yang ia saksikan saat ini.

Ibu merasa lega sekali. Fahru terus bersalawat. Ayah memperhatikan pemandangan indah itu. Andaikan bayi itu boleh kugendong. Pikirnya. "Fahru, sekarang bawa Raihan ke dalam ya." Pinta ibu. Ia ingin bicara pada Balqis dan ayah. Dengan berat hati, Fahru melangkah meninggalkan ruang tamu.

"Balqis...Balqis sayang. Maafin ibu ya. Tadi ibu nggak sengaja lihat notifikasi hp kamu. Ibu telepon kamu tapi ternyata hp kamu tinggal. Mungkin itu yang bikin kamu marah besar. Maafin ibu ya, Balqis." Ibu duduk di samping kiri Balqis. Tangannya menggenggam tangan Balqis. Zaki pindah duduk di hadapan mereka setelah ibu duduk di sofa panjang. Balqis kini duduk diapit oleh ayah dan ibunya.

"Bukan itu, bu. Bukan karena itu Balqis marah. Balqis bingung. Siapa Mas Fahru sebenarnya? Kenapa dia bisa ada di tv? Kenapa dia bilang Balqis istrinya? Balqis mau ikut ayah aja bu pulang ke rumah. Balqis nggak ngerti di sini. Lagian, ibu kenapa pindah ke apartemen? Apa ibu sama ayah bertengkar?" Mata Balqis berkaca-kaca. Tak lama kemudian ia histeris. Ia terus meminta pada ayah untuk segera pergi dari apartemen. Tiba-tiba Balqis merasa dadanya nyeri.

Cinnamon Tea DelightWhere stories live. Discover now