PART 15

949 41 0
                                    

Rara baru saja turun dari taksi. Kini dia berada di depan studio tempat biasa dia dan Refan gunakan untuk latihan.

Sebenarnya Refan sudah menawarinya untuk berangkat bersama. Namun dia menolak dan bilang akan pergi sendiri naik taksi.

Dia melangkah menuju dalam studio. Dan mendapati kedua orang teman Refan di sana yang sedang asik berkutat dengan alat musik mereka masing-masing.

Mereka belum menyadari kehadirannya di ruangan itu sampai ia berdeham singkat dan menyadarkan Rio dan Radit.

"Loh Ra sejak kapan Lo disitu?" Tanya Radit sesaat setelah menyadari kehadiran Rara.

"Baru aja kok." Ujarnya sambil tersenyum tipis.

"Sini duduk! Ngapain berdiri di situ." Tawar Rio dengan menepuk sofa yang ada didekatnya.

"Kenapa gak berangkat bareng Refan?" Tanya Rio yang masih fokus pada gitarnya.

"Gak papa, pengen berangkat sendiri aja." Jawabnya singkat.

"Emang Refan nyeremin ya? Sampe Lo gak mau berangkat bareng dia."

"Nyeremin dari mananya coba? Cowok lembek gitu juga. Ya gue cuma lagi pengen berangkat sendiri aja." Jelasnya yang menghasilkan tawa renyah dari keduanya.

"Bubur kali ah lembek!" Celetuk Radit.

"Iya elo kan buburnya Dit?" Tuding Rio.

"Lahh kok jadi gue?" Bantah Radit dengan tampang sok polosnya.

"Lah kan emang ia. Banci Thailand aja kalah kalo di sandingin Ama Lo." Ucap Rio asal dan tertawa gelak setelahnya.

"Bully aja gue terus Ampe sukses." Kesal Radit pada sahabatnya itu.

Rara pun hanya tertawa melihat kekonyolan kedua laki-laki yang belum lama dikenalnya itu.
Tak beberapa lama kemudian datanglah Refan dari arah luar dengan membawa gitar kesayangannya.

"Udah lama Ra?" Tanya Refan pada Rara.

"Gak kok." Balas Rara santai.

"Lama dia tadi aja hampir pulang kalo gak kita berdua yang tahan, iya kan Dit?" Bohong Rio dan meminta persetujuan Radit.
Bukannya menyetujui Radit malah menaikkan bahunya acuh.

"Kampret Lo." Kesal Rio.

Refan dan Rara pun hanya menggeleng-gelengkan kepala dan kemudian berjalan masuk ke ruangan tempat mereka biasa latihan.

Mereka pun memulai latihan seperti biasanya. Refan tak henti-hentinya menatap ke arah Rara pada saat dirinya sedang bernyanyi dan itu berhasil membuatnya jadi sedikit salah tingkah.

"Ngapain sih liatin gue mulu." Tanya Rara setelah mereka selesai bernyanyi.

"Suka aja." Jawab Refan dengan santainya.
Dan jawaban itu berhasil membuat Rara tersipu dan berusaha menahan agar ia tidak tersenyum.

"Tapi gue gak suka diliatin." Ketuanya.

"Kenapa? Salting ya diliatin sama gue?" tanya Refan dengan senyuman menggodanya.

"Hihh siapa juga yang salting? Sotoy!" Balas Rara sewot.

"Ya udah berarti gak papa dong gue liatin."

"Ihh ya gak boleh lah."

"Tadi katanya gak salting."

"Ya tetap aja gak boleh. Udah ah yuk latihan lagi." Rara menyudahi perdebatan itu karena ia tahu ia akan kalah jika terus melanjutkannya.

Jam sudah menunjukkan pukul tujuh malam dan Rara pun kini masih berada di studio musik.

Rara melirik jam tangannya dengan sorot mata gelisah.
"Fan udah malem ni gue balik ya. Besok aja lagi sambung latihannya." Ujar Rara

Perihal yang Datang [Lengkap]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang