Setelah disibukkan oleh serangkaian tes yang rumit, hari ini saatnya pengumuman. Siwi dan Dito mencari nama mereka di website. Impian pun terwujud. Mereka diterima masuk di SMA terkemuka. Di kota kecil itu, nama SMA Candradimuka selalu menjadi idaman para lulusan SMP. Jika saja cukup, mungkin remaja seluruh kota dan kabupaten mau bersekolah di sana.
SMA Candradimuka, sekolah milik sebuah yayasan swasta terletak di lokasi strategis. Perbatasan antara wilayah kota dan kabupaten sehingga siswanya berasal dari segala penjuru. Telah berdiri sejak puluhan tahun lampau membuatnya istimewa. Sangat sulit untuk menembus seleksi masuk ke sana, bahkan Putri, kakak Siwi pun tidak bisa.
"Selamat ya, calon siswi IPA," ujar Dito sambil mengacungkan jempolnya.
"Selamat juga calon siswa IPS." Siwi mengajak tos. Dua sahabat itu memilih jurusan yang berbeda. Namun, bukan berarti kehilangan kekompakan mereka.
Usai seharian mengurus pendaftaran ulang bagi para siswa yang diterima, Dito dan Siwi berbocengan motor pulang bersama. Di tengah perjalanan, Dito berhenti di taman kota. Pada sore yang teduh dengan semilir angin, dua orang duduk di bangku panjang.
"Wi, aku mau ngomong." Dito berlagak serius.
"Ada apa nih?" Siwi curiga.
"Jangan mikir negatif dulu dong. Hari ini harus dirayakan dengan gembira."
"Setuju. Kamu mau nraktir? Ayo, ke warung bakso!"
"Ng-nggak sih. Besok deh."
"Terus, apa dong?"
Dito menatap mata Siwi. "Aku mau mengungkapkan perasaan."
"Hah?" Siwi kurang paham. "Kamu nggak bercanda, kan?"
"Serius. Kamu maukah pacaran sama aku?"
Siwi mencerna kalimat tanya barusan. "Maksudnya?" Ia balik bertanya.
"Iya, aku mau kita pacaran. Aku sayang sama kamu, Wi."
Siwi terdiam. "Ehm, ada syaratnya."
"Apa?"
"Ayo, adu silat!" tantang Siwi membuat mata Dito terbelalak.
"Wi, aku udah lama nggak ikut silat!"
"Salah sendiri," ujar Siwi sambil tersenyum jail.
Selama SMP, gadis itu aktif mengikuti ekstrakurikuler silat. Awalnya, Dito juga ikut. Hanya sebentar. Lalu, lebih suka ikut kegiatan di luar sekolah, terutama nongkrong di bengkel sepeda motor.
Siwi mengajak Dito ke area yang berumput. Mereka berdiri berhadapan. Gadis mungil memasang kuda-kuda. Ia mempersiapkan jurus terbaiknya.
"Duh, Wi! Kenapa mesti silat sih?" Dito menggaruk-garuk kepalanya.
"Cowok ya harus lebih kuat dari aku! Hyaattt!"
Siwi melompat dengan kekuatan penuh. Dengan sekali putaran, kaki kanan gadis itu menendang perut Dito. Cowok yang tidak sempat menghindar itu pun terkena tendangan keras.
"Aw!" Dito terpuruk kesakitan memegangi perutnya.
"Eh, sakit ya?" Siwi menghampiri sahabatnya yang terduduk di atas rumput.
Dito tertawa. "Nggak jadi deh. Nggak berani pacaran sama kamu!"
"Yee. Siapa juga yang mau pacaran? Aku nggak mau, Dit!"
"Oh ya? Yakin?"
Siwi mengangguk.
"Walaupun cowok itu menang silat?"
"Iya! Aku nggak mau pacaran sama cowok. Siapa pun!"
"Kalau cowok itu beneran sayang sama kamu?"
"Belum terbukti ada cowok beneran sayang sama aku."
"Aku sayang, lho."
"Ya, sebagai sahabat. Tapi jangan pacaran. Titik."
"Kenapa, Wi?"
"Aku nggak mau bernasib seperti Mbak Putri."
"Kamu tau kan, aku bukan cowok seperti Mas Agung?"
"Tetap aja, aku nggak mau kita pacaran. Kita masuk SMA Candradimuka buat belajar, bukan pacaran. Udah yuk, pulang!"
Siwi berjalan menjauh. Terpaksa Dito bangkit dan mengikuti langkah Siwi. Mereka pulang saat matahari hampir tenggelam di sudut kota.
***
Siwi mengayuh sepeda menuju SMA Candradimuka. Pukul 05.30 pagi, ia sudah harus berangkat. MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah) dimulai pukul 06.00. Ia tidak mau terlambat pada hari pertama.
"Aku jemput ya besok." Pesan WA dari Dito semalam.
"Mulai SMA ini, kita berangkat sendiri-sendiri aja. Aku nggak mau ambil risiko telat nungguin kamu, Dit. Kita beda jurusan dan nanti akan beda urusan. Understand?" balas Siwi.
"Stand! Okey, selamat menempuh hidup baru di SMA."
Gadis mungil tersenyum mengingat kekonyolan sahabatnya. Tapi ada sedikit rasa kesal juga pagi ini. Seperti biasa, ia harus menjadi anak yang selalu bersabar. Bahkan, seorang adik mesti mengalah pada kakaknya.
Putri menguasai sepeda motor sehingga Siwi kebagian sepeda kayuh. Alasan kakaknya untuk mengantar sang ibu bila ada keperluan keluar. Sejak SMP dulu, Dito memang sering menjemputnya. Tapi sekarang tidak perlu lagi. Siwi ingin lebih mandiri karena sahabatnya itu pun kurang disiplin. Kadang membolos ke warung. Mereka sudah SMA sekarang. Siwi sangat bersyukur bisa diterima di SMA terbaik ini, mestinya Dito juga. Mereka wajib membuang jauh-jauh kebiasaan buruk yang menghambat kesuksesan.
Sampai di area parkir SMA Candradimuka, Siwi meletakkan sepedanya. Lalu, ia berjalan cepat menuju tengah lapangan. Para siswa baru berbaris untuk mengikuti apel pagi. Sepuluh menit kemudian, bel berbunyi tanda dimulainya MPLS. Para pengurus OSIS mendampingi setiap kelompok siswa. Nantinya mereka akan berkegiatan bersama.
"Selamat datang di SMA Candradimuka, Adik-adik! Kalian siap mengikuti MPLS hari pertama ini?" sapa Ketua OSIS di atas mimbar.
"SIAP!" jawab para siswa serempak, termasuk Siwi Anjani.
***
Aktivitas yang melelahkan sekaligus menyenangkan telah usai. Sore hari saatnya para siswa peserta MPLS meninggalkan sekolah. Calon murid kelas X keluar beriringan dari gerbang SMA Candradimuka. Tidak ketinggalan Siwi yang mengayuh pelan sepedanya.
Belum jauh dari sekolah, seseorang bersepeda motor menyapa gadis mungil.
"Bye, Siwi!" Ia melambaikan tangan dan melaju.
"Dito," ucap Siwi lirih.
Gadis itu memandangi punggung cowok yang berlalu di depannya. Ia tersenyum. Dari kejauhan pun masih terlihat jelas bahwa itu sahabatnya. Tapi memang ada yang berbeda. Dulu, Dito bersepeda motor menarik tangannya agar sepeda kayuh ini meluncur cepat. Kini Siwi harus menggenjot dengan tenaganya sendiri yang tersisa.
"Aku pasti bisa menjauhimu, Siwi!" tekad Dito sambil menambah kecepatan motornya. Jarak antara dua orang itu pun semakin panjang.
***
![](https://img.wattpad.com/cover/167517932-288-k792391.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramusiwi (Slow Update)
Teen FictionSiwi, gadis remaja yang membenci laki-laki. Saat masih SMP, ia sudah harus menggendong seorang bayi. Ibu dan kakak perempuannya pun menjadi korban yang harus ia lindungi. Dito, teman Siwi sejak kecil adalah pengecualian. Cowok itu yang selalu ada m...