Sebuah bangunan mall berdiri megah di tengah sawah. Itulah pusat perbelanjaan modern yang baru saja dibuka di kota kecil tempat tinggal Siwi. Setelah menerima rapor dan naik kelas, siswa-siswi SMA Candradimuka mendapatkan libur selama dua minggu. Ranti mengajak teman sebangkunya menikmati liburan sebelum kembali sibuk memikirkan pelajaran di kelas XI nanti.
Kemarin, Siwi mendapat peringkat dua di kelas X IPA 1. Ia memang serius belajar hingga lupa mencari hiburan. Prestasi yang ia raih bertujuan untuk meringankan beban sang ibu. Siswa yang memperoleh peringkat satu dan dua di setiap kelas akan dibebaskan dari biaya sekolah per semester.
"Ke Mentari Mall, yuk!" ajakan Ranti yang tidak bisa ditolak Siwi.
Ini sudah hari ketujuh liburan kenaikan kelas. Tapi, Siwi belum jalan-jalan ke mana pun. Ia memilih untuk membantu ibunya setiap hari di tempat penitipan anak, Siwi Pertiwi Day Care.
"Maaf, ya. Aku harus bantuin Ibu. Baru bisa pergi hari Minggu pas day care tutup," ucap Siwi pada Ranti.
"Oke. Nggak masalah. Aku ngerti, kok." Ranti tersenyum. "Kamu mau cari apa?"
"Buku cerita anak buat day care dan pastinya novel terbaru." Siwi sudah menabung selama satu tahun. Ia ingin memiliki sebuah novel yang belum tersedia di perpustakaan sekolah.
"Kalau gitu kita ke toko buku dulu, ya. Habis itu ke toko baju. Aku mau cari rok."
Siwi mengangguk. Bersama Ranti, ia masuk untuk pertama kalinya ke toko buku besar. Dulu, toko buku ini hanya ada di kota sebelah. Syukurlah sekarang sudah ada di kota kecilnya. Dua gadis itu berjalan sambil banyak berbincang. Mereka tampak riang.
Ketika memandangi deretan sampul buku, Siwi hampir tidak sanggup menahan godaan. Semuanya bagus! Jerit hati Siwi. Lalu, memorinya terlempar saat masa liburan SMP. Tepatnya kenaikan kelas 8 ke 9. Di sebuah toko buku kecil yang dagangannya tidak sebanyak ini, Siwi pun bingung memilih satu judul novel.
"Mau ambil berapa? Tiga atau lima? Boleh," kata Dito santai.
"Ehm, ya ... pengen semua, sih. Tapi nggak deh. Satu aja, Dit. Kado ultah dari kamu tahun kemarin juga belum selesai aku baca." Siwi tersenyum malu.
"Nggak apa-apa buat persediaan di rumah. Mau dibaca kapan aja, terserah kamu."
Siwi menggeleng. Tentu saja ia merasa tidak enak hati dengan segala kedermawanan sahabatnya. Apalagi, sang ibu selalu mewanti-wanti agar ia tidak meminta apa pun dari Dito.
"Uangku cukup buat satu novel aja. Lain kali aku akan beli lagi." Siwi melangkah mantap ke meja kasir.
"Aku belikan, Wi. Nggak usah khawatir."
"Makasih, Dito. Ini udah cukup."
"Kenapa sih kamu nggak mau nerima pemberianku?"
"Mau, kok. Kado ultah darimu kan setiap tahun selalu aku terima."
Dito menghela napas gemas. "Harusnya cewek senang kan, kalau dibelikan banyak barang sama cowok?"
Siwi mengikik. "Emang kamu yakin, aku beneran cewek?"
Dito mengalungkan lengan ke leher Siwi. Gerakannya seolah ingin mengalahkan lawan tapi terlihat pura-pura. Bahkan tawanya terdengar keras. "Ayo, gulat sama aku! Kalau kamu bukan cewek, berarti kita harus bertarung."
Keributan kecil antara Siwi dan Dito menyita perhatian pengunjung toko buku. Suara tawa mereka menggema hingga memenuhi toko. Mereka lupa dengan buku yang harus dibayar ke kasir.
"Hei, kalian jadi beli nggak? Kalau nggak, kembalikan bukunya dan silakan keluar!" tegas petugas kasir.
Dengan spontan Dito melepaskan Siwi. Ia menutup mulut untuk menahan tawa.
![](https://img.wattpad.com/cover/167517932-288-k792391.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Pramusiwi (Slow Update)
Teen FictionSiwi, gadis remaja yang membenci laki-laki. Saat masih SMP, ia sudah harus menggendong seorang bayi. Ibu dan kakak perempuannya pun menjadi korban yang harus ia lindungi. Dito, teman Siwi sejak kecil adalah pengecualian. Cowok itu yang selalu ada m...