Lanjut...
...
"Ada apa lagi kau menemuiku?"
"Apa tidak boleh?"
"Pekerjaanku banyak"
"Aku tahu"
"Lalu?"
"Aku akan menunggumu sampai selesai. Lalu, ikutlah denganku"
"Untuk apa?"
Ini percakapanku dengan dokter itu. Aku hanya ingin menyelesaikannya. Menghilangkan rasa yang mengganjal di hatiku. Lagi, aku ingin mengambil cincin itu dari jarinya. Itu yang terpenting.
"Masuklah!" Suruhku saat dia tiba di depan mobilku.
Dengan wajah masam dia menurut. Segera aku membawanya melaju dengan cepat.
"Kau mau membawaku kemana?"
"Tenang saja. Aku hanya ingin mengajakmu makan"
"Tidak ada maksud lain?"
"Kau ingin aku punya maksud lain?"
Sssrrttt
Ku hentikan mendadak mobilku. Membuatnya berjingkat ke depan.
Ku dekatkan wajahku padanya. Dia semakin menjauh. Aku semakin mendekat. Dapat ku lihat ada ketakutan dari wajahnya. "Kau ingin aku ada maksud lain, bukan?"
"Tidak. Jangan lakukan apapun padaku" tegasnya.
Aku kembali pada posisiku. Lalu, kembali melajukan mobilku. "Makanya ikut saja!"
.
Tiba dimana tempat yang ingin ku tuju. Kedai pinggir jalan yang biasa menjadi langgananku. Sederhana, bukan?
Ya, ku pikir dengan cara seperti ini bisa membuat suasana lebih santai. Juga bisa menghangatkan suasana petang yang cukup dingin ini.
"Jadi, apa yang kau inginkan?"
"Cincin, tentu saja"
"Lagi?!"
"Ya"
"Kalau begitu aku pergi"
"Tunggu!"
"Apa?"
"Kau bilang, kau pernah diposisiku. Apa maksudmu?"
"Tidak. Aku hanya asal bicara"
"Tidak. Aku yakin kau sungguh-sungguh. Katakan apa maksud ucapanmu itu"
"Kau sungguh ingin tahu?"
"Hmm"
Dia terdiam. Seolah mengumpulkan keyakinan untuk mengatakannya.
"Dulu, aku juga punya kekasih sepertimu. Tepatnya satu tahun lalu. Dia sangat tampan. Setidaknya, menurutku. Dia sangat baik padaku. Hingga setiap hari aku ingin sekali bersamanya. Tapi, kebiasaan buruknya yang suka mabuk-mabukan bersama teman-temannya membuatnya sakit parah. Paru-parunya rusak dan harus dioperasi"
Aku masih diam. Ingin lebih banyak mendengar ceritanya.
"Saat itu, aku juga menjadi orang yang ada di ruang operasi membantu dokter bedah. Aku menyaksikan semuanya. Hingga, sebuah garis lurus terpampang jelas di depan mataku. Dia tidak tertolong"
Matanya sudah berkaca-kaca. Suaranya semakin serak dan berat. Aku yakin, dia menahan tangis. Namun, aku tetap diam. Menunggu kelanjutan ceritanya.
"Aku jatuh di tempat. Rasanya aku ingin menyusulnya. Selama seminggu pertama kepergiannya ku habiskan hari-hariku untuk mabuk agar bisa melupakannya. Nihil, aku justru semakin mengingatnya. Bahkan lambungku sampai bermasalah. Kandungan alkohol di tubuhku tiba-tiba melonjak. Aku sampai di rawat 3 hari. Aku seorang dokter. Tapi, aku di rawat. Harusnya aku merawat, kan?"
"Lalu?"
"Saat itu aku sadar. Aku tidak boleh seperti ini. Bagaimana aku merawat pasienku jika aku saja sakit. Lagipula, sampai kapan aku akan terpuruk. Jika aku begini, sampai kapanpun hidupku tidak akan tenang. Hingga suatu ketika, dia hadir dalam mimpiku. Mengatakan jika aku harus bahagia dan mencari pria lain yang bisa menjagaku"
"Kau menemukannya?"
"Belum"
"Mau mencoba denganku?"
TBC--
Pendek egen. Gak papa yg penting up kan?
Lavyu
Ryeozka

KAMU SEDANG MEMBACA
Goodbye Road /END
FanfictionDeskripsi ada dalam cerita. Senin, 12 November 2018