23 - (Teguran 2)

683 39 3
                                    

Selepas sholat kami bertiga kembali ke depan kamar ku. Kedua sahabat ku dan orangtua ku pamit ingin kembali kerumah.

Ahh rasanya diri ini tidak ikhlas berpisah kembali dengan mereka. Tapi ya mau gimana lagi namanya santri harus rela untuk itu semua, lagi toh gak selamanya perpisahan ini, hanya sementara.

"Ummii.. cila antar sampai gerbang yaa?" pintaku.

Ummi tersenyum dan menjawabnya dengan anggukan.

Sampai sudah di depan gerbang aku mencium tangan kedua orangtua ku bergantian dan tak lupa mencium pipinya dan memeluknya.

Aku mentap mata kedua sahabat ku, lalu aku memeluk mereka dengan sangat kencang. Buliran air mata menetes di kedua pipiku.

'Ya Allah.. aku sangat menyayanginya, dia adalah sahabat terbaik dalam kehidupanku, jagalah dirinya diluar sana Ya Allah' - kataku dalam hati.

Lalu aku melepaskan pelukan itu.

"Ih kamu ga boleh nangis gitu ah!" ucap Nada lalu menghapus air mataku dengan kedua tangannya.

"Iya cil.. nanti kita bisa ketemu kembali kok, percayalah! perpisahan ini hanya sementara" ucap Zahra sebari mengelus pundak ku sebelah kanan.

Aku hanya menjawabnya dengan senyuman dan sedikit anggukan.

"Hayukk sudah belum?" tanya Abi lembut.

"Ah iya sudah om" saut Nada.

"Sudah ya.. kami ingin kembali kerumah. Kamu jaga diri kamu disini baik-baik, belajarlah dengan sungguh-sungguh" ucap Abi sebari mengelus kepalaku.

"Iya abii.. do'akan cila selalu ya bi.." kataku.

Abi tersenyum dengan sangat hangat, sehingga membuat ku tersenyum juga.

"Yasudah yuk!" kata Abi.

"Assalamu'alaikum cila" ucap kedua orangtua ku dan kedua sahabatku yang sangat menggemaskan.

"Wa'alaikumussalam warohmatullah" kataku.

Mereka sudah memasuki mobil, lalu mobil berjalan dengan perlahannya. Aku pun berbalik badan lalu masuk ke dalam pondok.

Selama berjalan ke arah asrama putri, aku tidak mendongkakkan pandangan sama sekali, aku tertunduk terus.

"Ehem!" suara deheman dari seseorang.

Aku kaget mendengar itu, langsung saja aku menghentikan jalanku.

Aku mendongkakkan kepala ku, dan ternyata.....
oh tidak! Ustadz Hanan berada di depan ku, mau apa dia?.

"Tawadhu' boleh, tapi perhatikan sekitar juga. Hampir saja kamu menabrak saya" tegurnya sangat tegas.

DARRRR!!!

Aku kikuk dan diam di tempat. Dia membuatku menjadi seperti patung.

"Kenapa diam?" tanyanya.

Aku tidak sanggup menjawab dengan suaraku, aku hanya menggelengkan kepalaku sambil tertunduk.

"Apa kamu sudah selesai di jenguknya?" tanyanya.

Lagi-lagi aku menjawabnya dengan anggukkan.

"Kembali lah ke asrama" perintahnya.

Dan lagi-lagi aku menjawabnya hanya dengan anggukkan.

Aku pun berjalan begitu saja tanpa berpamitan lagi padanya.

Baru beberapa langkah aku berjalan, ia berkata, "Pergunakanlah adab mu saat di hadapan guru!" bentaknya.

degg...

'Astagfirullah cilaaa kamu ini kenapa sih!!' -batinku.

Aku menghentikan jalanku, lalu ku berbalik badan kepadanya. Namun ternyata ia sudah pergi.

Aku menghentakkan kedua kakiku tiga kali secara bergantian layaknya seperti orang yang sedang lari ditempat namun ini versi cepat nya.

Tubuh Hanan sudah sangat jauh dariku.

Aku menyesal.

Kenapa daritadi aku hanya mengangguk-angguk saja? dan kenapa tadi aku tidak pamitan dulu?.

Ah sudah tidak perduli, cuma hanan kok!.

Tapii kan dia guru ku juga?

Ah! Aku merasa bersalah!

Aku berjalan ke asrama dengan raut wajah antara kesal dan kecewa.

"Assalamualaikum" ucapku.

"Wa'alaikumussalam" jawab teman-teman sekamarku.

"Hei sudah selesai kau jenguknya?" tanya kintan.

"Hehehe sudah" jawabku.

"Wuahh mantap kali ya kau hahahaha" kta kintan.

'Ehh? ko kintan ketawa? apa yang lucu?' -batinku.

Aku duduk di kasurku lalu aku bersandar pada tembok.

Aku memandang ke arah kalender yang dimana di kalender itu terdapat foto Hanan.

Aku sangat bersalah sebab tadi.

Dimana adabnya seorang santri kepada ustadznya?.

(Cila galau)

IMAM SAMPAI SURGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang