KOP-42

95K 7.8K 432
                                    

Los Angeles, California

Rasa yang enggan lepas, terus mengikat hati yang telah lama terluka. Cinta yang terbalas, hanya akan tetap menjadi bagian sebuah harapan. Harapan yang tertanam dan sampai detik ini masih singgah dalam tekad. Berharap usahanya mengikis pintu hati yang tertutup itu. Cintanya terus terarah mengikuti jarak yang kian terbentang.

Menyerah? Tidak ada dalam kamus hidupnya. Bagi Adexe Leopold, apapun yang dia inginkan harus terwujud. Khusus untuk gadis itu, ia gunakan cara yang bersih. Tidak kotor dan licik seperti yang biasa ia lakukan.

Bertahan atau pergi?

Pertanyaan yang pernah Adexe ajukan pada gadis yang dipujanya, sampai detik ini masih berputar dibenaknya. Pertanyaan paling menyakiti hati Adexe. Semakin menyakitkan saat Allcia memilih.. pergi. Dua bulan telah berlalu, Adexe menjalani hari-harinya tanpa gadis itu. Pelan-pelan Adexe mencoba mendekatinya, namun Allcia menjauhinya secara halus. Allcia selalu membuat alasan tiap kali Adexe menghubunginya. Karena sikapnya itu, Adexe mengerahkan orangnya untuk mengawasi Allcia.

Sekarang ia sendiri mengikuti Allcia kemana pun gadis itu pergi. Ia sampai meninggalkan kota New York untuk keluar Negeri dan saat ini berada di LA. Adexe berusaha untuk tidak dikendalikan ambisi, akan tetapi sikap Allcia yang tidak perduli padanya telah menekannya. Adexe berada diambang batas kesabaran.

Adexe berdiri didepan jutaan penonton. Diatas panggung dengan sebuah orkestra ia mengesek biolanya dengan penuh penghayatan. Vibrate yang menghasilkan melodi, membuat siapapun yang mendengarnya merinding. Para penonton yang duduk mengelilingi panggung pertunjukan itu tidak bisa untuk mengabaikannya. Mereka seakan-akan terhipnotis dengan permainan Adexe Leopold, sang violinist.

Mata elang pria berdarah Italia itu bergerak menelusuri para penonton. Seandainya Allcia ada diantara mereka, itu kalimat yang selama ini bergema dihatinya. Adexe memejamkan mata, tangannya terus bergerak seraya membayangkan kehadiran Allcia. Adexe bingung, ia sudah menggunakan cara yang baik, tapi tetap saja gadis itu menutup hati padanya. Dia sudah lakukan banyak cara, mendekatinya lewat chat atau telfon, datang ke setiap acara yang dihadiri Allcia untuk memberi dukungan langsung dan melimpahkan perhatiannya untuk gadis itu, tapi tetap saja. Bahkan Adexe sudah mendekati Allard dan Harsha lebih dulu, hingga menjalin hubungan yang baik.

Para penonton bersorak sambil bertepuk tangan ketika Adexe mengakhiri alunan biolanya. Adexe membuka mata, kemudian membungkuk formal untuk mengucapkan terimakasih. Pementasan sudah berakhir, Adexe pun turun meninggalkan panggung. Saat Adexe akan ke ruangannya, seorang wanita berlari ke arahnya. Adexe menghentikan langkah kaki dan menatap tajam wanita itu.

"Adexe!" Wanita itu memeluknya.

Adexe dengan cepat memegang lengan otot wanita itu dan mendorongnya.

"Kau benar-benar cari mati ya? Sudah ku peringatkan, jangan mengangguku!" kata Adexe dengan geram.

"Aku mencintaimu, Adexe! Harus aku katakan berapa kali lagi? Cinta butuh perjuangan," balas Callie.

Mendengar kalimat terakhir yang Callie ucapkan, mengingatkan Adexe akan usahanya. Melihat Callie seperti melihat dirinya sendiri. Adexe menepis pikirannya kemudian melangkah meninggalkan Callie. Callie mengejar, namun pintu ruangan khusus Adexe itu sudah tertutup. Callie menekan handle pintunya dan menggedor-gedor pintunya sambil memanggil pria itu.

"Adexe, aku tidak akan berhenti menganggumu! Paham?!" kata Callie.

Callie menendang pintunya dan melenggang pergi. Adexe yang berdiri di dekat jendela tampak melamun. Siapa lagi jika bukan Allcia yang ia pikirkan?

Aku sudah bersikap seperti apa yang kau mau, tapi kau tetap mengabaikanku. Aku benar mencintaimu. Sedikit saja buka pintu hatimu, agar aku bisa menyelusup masuk. Kau satu-satunya orang yang membuatku sekacau ini, batin Adexe.

King Of PsychopathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang