Langit di atasnya cerah pagi itu. Belum lagi bau harum rempah dari dapur tempat evakuasi membuat Ihsan dengan senang hati bangun dari tempat tidurnya. Dia balas senyum matahari yang menyapanya di ufuk timur.
Ah, saatnya menghadapi hari.
Sampai mana Ihsan? Jo yang belum ditemukan, dan sekarang Tony yang harus bertaruh nyawa demi menemui Jo, juga demi tugas daratan. Inginnya Ihsan berdecak dalam batin.
Tony tidak pantas menerima jalan takdir ini. Jo hanya memberikan Tony kebahagiaan berapa tahun? Ihsan waktu itu berat hati melepas Tony untuk dijaga oleh Jo, firasatnya mengatakan akan terjadi sesuatu jika dua orang ini bersama. Dan firasatnya memang sering benar.
Andai Tony tidak menjadi mate Jo, mungkin-
Ihsan terbatuk. Apa yang baru saja dipikirkan olehnya? Tidak, Jo dan Tony adalah sahabatnya. Ihsan mengurut peningnya, siapa tahu membantunya berpikir jernih untuk beberapa jam ke depan.
Ihsan hanya kesal kepada Jo, itu saja. Dari dulu, setiap tindakan Jo selalu berhasil membuat Ihsan kesal, entah itu menyangkut Tony atau tidak.
Kemalangan yang menimpa Tony sekarang ini, Tony tidak pantas menerimanya.
Apalagi,
Mata Ihsan menangkap dua bocah kembar laki-laki yang tengah menangis kencang di gendongan dua orang perawat. Lapar, Ihsan seperti tahu saja dua anak itu bisa jadi begitu merindukan Tony. Beberapa hari tidak mendapat asupan gizi dari sumber terbaik pasti membuat dua bayi itu sedih.
Ihsan mendekat, dia meminta perawat itu untuk menyerahkan dua bayi itu kepada Ihsan. Meski keduanya bingung, tapi akhirnya mereka membiarkan Ihsan menggendong anak Jo dan Tony.
"Sssh, Om di sini." Diayunnya dua bayi itu pelan, cukup ampuh meski rengek-rengek kecil samar terdengar. Ihsan terus melakukan itu sampai keduanya tenang. Mata mereka tidak terlelap, sibuk mengamati siapa yang berjalan di sekeliling Ihsan.
Ihsan balas menatap dua bayi itu bergantian. Sekalipun rupa keduanya hampir sama, tapi mata mereka berbeda. Ihsan seperti melihat Jo dan Tony dalam wujud kecil, satu gendongan lengannya.
Yang satu menatapnya dengan berkedip beberapa kali, mirip sekali dengan Jo yang sedang penasaran kepada sesuatu. Satunya memandang Ihsan tanpa berkedip. Menakutkan, memang. Tapi itulah yang akan Tony lakukan jika dia takjub dan mencoba mengenali seseorang yang dia temui.
Tidak salah lagi, dua bayi dalam gendongannya ini memang anak Jonatan dan Tony.
"Selamat pagi, Farel, Edsel."
.
I N D I E
08
Jojo/Ginting/Ihsan
.
"Selamat pagi, Farel." Ihsan mencium bayi dengan mata mirip punya Jo, bayi itu membalas dengan tawa gelak yang lucu.
"Edsel." Ihsan hendak mencium bayi dengan mata mirip punya Tony, tapi bayi itu menahan wajah Ihsan dengan tangan mungilnya. Mata bulatnya mengamati Ihsan, tanpa ekspresi menolak atau mengizinkan Ihsan untuk menciumnya.
Kemudian tangan kecil itu mencakar dagu Ihsan. Untung reflek Ihsan bagus, dua bayi itu tidak jadi jatuh dengan mengenaskan.
"Hai, Edsel. Sepertinya kamu mengingat Om dengan sangat baik." Ihsan balik menatap bayi yang sekarang menatapnya dengan ekspresi yang sulit diartikan.
Perasaan tidak diterima dan tidak mau menerima sudah muncul di antara keduanya sejak Edsel kecil. Sejak pertama kali Ihsan menjenguk Tony dan bayinya, Edsel ini akan menangis jika berdekatan dengan Ihsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Indie - Jojo/Ginting [TAMAT]
LobisomemToni kira hari-hari yang akan mereka lalui tidak akan berbeda dari sebelumnya. Dia akan membuka mata di dalam dekapan sang alpha tercinta, kemudian menutup tirai di malam hari dan kembali ke peraduannya yang nyaman bersama sang alpha. Sayang sekali...