Kev
Senin pagi menghantamku dengan keras sampai aku terlonjak dari kasur. Sebenarnya bukan Senin yang membuatku harus berguling di lantai, tapi alarm sialan itu. Bunyinya mirip kambing yang akan disembelih. Menyebalkan.
Aku membanting alarm itu ke kasur, yang seharusnya bisa kumatikan dengan pelan atau bahkan manual. Tapi hari-hari seperti ini datang lagi. Hari terburuk dari yang terburuk.
Tadi malam aku tidak bisa tidur. Ingatan-ingatan di lapangan terus datang silih berganti dan menyebabkan aku harus menatap langit-langit kamar sampai jam 2 pagi. Pokoknya kacau. Aku bahkan harus bermimpi buruk, tapi aku tidak ingat mimpinya, pokoknya buruk.
Alarm itu bergetar di samping bantal, dan masih berbunyi.
Aku melemparnya ke dinding. Dan alarm itu berhenti berbunyi. Walaupun sekarang dia rusak. Bagus, dalam tiga minggu aku sudah merusakkan 5 alarm. Ibu pasti akan mengirimku keluar lagi, artinya, aku diusir, tidak diinginkan.
Setelah masalah alarm terselesaikan, aku tiduran lagi di ranjang, tapi kemudian, ketika aku mendengar suara-suara aneh dan kelebatan penglihatan yang seharusnya tidak kulihat di kamar, aku bangkit dan mandi.
Mandi seharusnya menjadi kegiatan paling mudah di dunia ini. Tapi berkali-kali aku harus bertanya pada diri sendiri, apa aku sudah menggunakan sampo atau belum, sudah menyikat gigi atau belum, dan berkali-kali menjatuhkan sampo, sabun, bahkan pisau cukur ke lantai dan membuat semuanya basah. Ini sering terjadi. Tapi hari ini hari terburuk dari yang terburuk, jadi aku menendang semua benda yang bisa kutendang dan keluar kamar mandi.
Bahkan saat di kamar, aku bertanya-tanya apa aku sudah menyabuni tubuhku. Sialan.
Memakai baju adalah kegiatan kedua yang harus kulalui. Otakku berkeriut ketika aku memilih kaus lengan panjang berwarna merah, dan aku sadar bahwa sekarang masih hari sekolah dan seharusnya aku memakai seragam. Jadi, aku memakai seragam, melihat cermin. Lalu seperti sebelum-sebelumnya, aku lupa untuk menyiapkan buku pelajaran untuk hari ini. Jadi, aku berlari ke dinding kamarku yang penuh notes berwarna-warni.
Waktu seakan berjalan lambat. Dan secara tiba-tiba aku lupa kenapa aku menghampiri dinding. Jadi, selagi aku mengingat-ingat kenapa aku pergi ke dinding, aku mengambil tas, ponsel, dan kunci mobil.
Aku masih belum ingat. Persetan.
Saat keluar kamar, aku merasa melupakan sesuatu, dan aku mengabaikannya.
Ibu sedang di dapur. "Aku berangkat," kataku.
Saat aku mengambil sepatu di rak, ibu menyusulku. "Kev, apa ibu bilang. Hari ini antar ibu ke rumah Haira sebentar." Dia masih memakai celemek saat mengatakannya.
"Aku bisa terlambat."
Reaksi ibu sudah bisa ditebak. "Itu salahmu, ibu sudah ingatkan berkali-kali agar bangun pagi sehingga kamu gak terlambat." Dia berjalan menjauh, mungkin untuk membuka celemeknya.
Aku menarik napas, mengembuskannya. Aku hanya harus fokus. Tunggu, fokus pada apa?
Tanganku mengetuk-ngetuk dinding, kakiku mengentak lantai. Saat ibu datang lagi, dia berkata, "Jangan lakukan itu. Kenapa kamu tidak pernah berhenti sih?"
Tapi ini membantu.
Dia memasang sepatunya dengan cepat. "Kamu bawa kunci mobilnya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam
Teen FictionSemua orang tahu kalau Grie adalah cewek yang pintar, lucu, menawan, dan sangat memikat. Tapi, tidak ada yang tahu kalau Grie memiliki ketakutan yang sangat besar pada kematian. Semua orang tahu kalau Kev adalah cowok yang malas, bodoh, nakal, pemar...