Tape 18

39 10 2
                                    

Grie

Geno membuka headphone yang melekat di telinga Grie. Membuat cewek itu berjengit kaget. "Ada berita penting," kata Geno.

Grie mematikan walkman, lalu menatap Geno dengan kesal. "Apaan?"

"Seseorang baru saja berdarah-darah di lapangan."

Mata Grie melebar. "Tasya?"

Geno mengerutkan dahi. "Emang Tasya itu pemain basket ya?"

Ketika mendengar itu, Grie kemudian bernapas lega. Namun, saat memikirkan ulang kata "basket", Grie kembali cemas. "Ruel?"

Geno menjentikkan jarinya. "Betul."

Dalam hitungan detik, Grie sudah berdiri dari kursi dan berlari keluar kelas. Dia menuju lapangan basket dengan jantung berdebar kencang. Dulu Ruel juga sempat jatuh saat bermain basket yang membuatnya tidak bisa berjalan selama seminggu. Apa sih yang dia lakukan sampai tidak berhati-hati begitu?

Di lapangan basket ternyata sudah sepi, jadi Grie menuju UKS. Di depan UKS ada beberapa anak basket yang Grie kenal karena mereka teman-teman Ruel. "Ruel di dalem?" tanya Grie pada cowok yang seingatnya bernama Ferdi.

Ferdi mengangguk ragu. "Eh, tunggu di sini aja, Grie."

Namun, Grie sudah mendorong pintu UKS. Dia melihat Ruel berbaring di salah satu ranjang UKS, dia tidak sendirian. Karin duduk di samping ranjang Ruel, tangannya mengelap darah di kening cowok itu.

Grie membeku di tempat, Karin menatapnya, dan dalam sepersekian detik yang singkat, cewek itu terlihat merasa bersalah karena berada di sana. Tapi detik berikutnya, Karin berpura-pura tidak melihat Grie.

Grie memiliki dua pilihan sekarang. Mendatangi Ruel untuk bertanya keadaannya, atau keluar dari UKS secepat mungkin sebelum Ruel tahu dia datang. Grie memilih pilihan kedua. Ferdi menatapnya kasihan, dan Grie membalasnya dengan tersenyum manis. Lagian memang itu 'kan alasannya putus dari Ruel? Jadi, kenapa harus sedih?

Dia memasang headphone lalu memencet tombol play di walkman, menyebabkan lagu Chuck Berry – Move It pun terdengar. Dia mencoba menggoyangkan bahu mengikuti irama lagu itu, tapi tidak berhasil karena dia sedang berjalan. Jadi, Grie hanya berjalan di lorong sekolah dengan tubuh kaku diiringi musik bernada ceria.

***

Setelah bel pulang berbunyi, Grie langsung menuju ruang teater. Raina, Radit, dan Geno sudah menunggunya di sana.

Mereka membicarakan beberapa hal yang sudah dibahas sebelumnya, tapi dibahas lagi karena butuh pematangan. Raina mengeluhkan tentang bagian properti latar yang tidak bekerja cepat karena kurangnya dana, Radit mengusulkan saran untuk meminta bantuan dana dari beberapa toko yang nanti bisa dijadikan sponsor. Semua orang setuju, karena tidak ada pilihan lain.

"Mulai kapan kita galang dananya?" tanya Geno.

"Kalau bisa hari ini." Radit mencentang salah satu tulisan di catatannya, "kita bisa mulai dari toko dekat sekolah."

Raina memasang mimik muka paling sedih yang pernah Grie lihat. "Sore ini aku ada les piano," katanya.

"Bolos sehari gak bakal bikin mati 'kan?" Karena Geno mengucapkannya dengan nada kasar, suasana di ruang teater menjadi memanas.

"Minta bantuan sama Farah aja," usul Grie, sebelum Geno mengatakan hal lain. "Dia 'kan sudah selesai bikin kostumnya pemain."

"Dia juga asisten sutradara, dan nanti ada latihan." Radit menggaruk tengkuknya, "gimana kalo hari ini kita bertiga aja? Sendiri-sendiri gitu. Satu toko satu orang."

RekamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang