Grie
Saat Grie berjalan di lorong sekolah sendirian, dia tidak tahu kalau Karin juga berjalan sendirian dari arah berlawanan. Pikiran pertama yang terlintas di benak Grie saat melihat wajah Karin di tengah wajah-wajah anak-anak lainnya adalah, berbalik dan pergi. Dia tidak ingin berurusan dengan Karin lagi setelah cewek itu mencoba berbicara dengannya, bahkan Tasya, Rani, dan Karin datang ke rumahnya beberapa kali.
Namun, sewaktu Grie menyadari wajah letih Karin di kejauhan, dia mengira cewek itu bakal mengabaikannya saat mereka berpapasan. Tapi nyatanya, saat tinggal selangkah lagi mereka akan berpapasan Karin langsung menyapa Grie, dan bahkan mengikuti gadis itu. "Kamu tahu tentang pertunjukan teater yang nanti malam?" Dulu, teater adalah kata lain dari "kembali berteman" ketika salah satu dari mereka bertengkar, tapi sekarang Grie tidak lagi menganggap penting semua yang dikatakan Karin.
"Kudengar yang main cowok itu lagi." Karin berjalan di samping Grie, lengannya sesekali bersentuhan dengan lengan Grie dan itu membuat Grie muak.
Grie menatap pintu perpustakaan di depan sana, tempat yang ditujunya. Dia bisa saja masuk ke sana tanpa menghiraukan perkataan Karin, tapi dia malah berhenti berjalan hanya untuk berbalik ke arah Karin.
Mata Karin yang cokelat keruh tampak menggelap ketika Grie menatapnya. Alis cewek itu tertaut khawatir, ekspresi yang selalu ditunjukkannya ketika dia gugup. Sudah lama Grie tidak melihat Karin gugup. Karin selalu menunjukkan sisi terkuatnya ketika mereka bersama-sama, jika ada saja seseorang yang mencari masalah dengan salah satu di antara mereka, Karin-lah yang bergerak maju untuk melawan. Ketika mereka pergi ke konser atau teater dan ada seseorang yang tanpa sengaja atau sengaja membuat salah satu di antara mereka merasa tidak nyaman, Karin-lah yang melawan. Bahkan cewek itu pernah saling adu cakar dengan cewek murahan di konser yang hampir mencelakai Tasya.
Sekarang, ketika Grie berdiri di depan Karin. Dia hanya melihat cewek rapuh dengan segala permasalahannya. Tidak ada lagi cewek yang berani mengendarai sepeda Ninja hanya untuk pamer. Tidak ada lagi cewek yang berteriak lantang setiap kali dia ingin. Tidak ada lagi cewek kuat di dalam diri Karin, sekarang ini. Dan Grie bertanya-tanya apa itu karena dirinya?
"Aku sudah bilang-"
Karin mendengkus. Dulu, dengkusan Karin berarti kalau cewek itu sudah berancang-ancang untuk menyemprot lawan bicaranya dengan kata-kata kasar. Tapi sekarang, dengkusan itu hanya menjadi hal wajar yang tidak berarti apa-apa. "Grie, aku tahu kalau kamu punya banyak teman. Tapi, gak gini juga 'kan caranya mutusin hubungan pertemanan kita?"
Jari telunjuk dan jempol Grie saling menekan satu sama lain. Jantungnya mulai berdegup kencang. "Ruel juga bilang kalau kamu putus sama dia tanpa alasan yang jelas, kamu juga tiba-tiba bilang gak pengen berhubungan sama aku, Tasya, dan Rani lagi tanpa penjelasan apa pun." Karin bersedekap dengan canggung, "setidaknya kasih tahu apa kesalahan kami."
Kesalahan. Ya, itu dia. Kesalahan.
Semua orang pernah melakukan kesalahan. Semuanya.
Hanya saja, semua kesalahan itu membuat Grie hancur, membuatnya harus mengubah rencananya berkali-kali, membuat segala bayangannya tentang masa depan hanya tinggal bayangan. "Kalau cuma karena kamu tahu kalau aku kembali ngerokok, aku udah berhenti kok, dan sumpah demi apa pun aku gak bakal ngerokok lagi." Suara Karin melembut, lalu cewek itu memejam sebentar sebelum menatap Grie dengan pandangan terluka yang amat sangat. "Kita dulu sahabat 'kan?"
Grie menggigit pipi dalamnya, sesuatu dalam perutnya bergejolak, tapi dia masih menunjukkan ekspresi angkuh. "Ya, dulu." Akhirnya Grie bersuara, walaupun agak tertahan. "Aku senang kamu berhenti ngerokok. Tapi itu keputusanmu untuk merokok atau tidak." Grie memeras otaknya agar terus mengeluarkan kata-kata sehingga dia bisa terus berbicara, tapi yang bisa Grie katakan selanjutnya hanyalah. "Ingat daftar teman yang aku tunjukkan padamu dulu, Kar? Daftar yang berisi alasan aku harus terus berteman atau berhenti berteman dengan orang yang namanya ada dalam daftar itu. Aku menulis namamu. Dan di daftar itu, alasan aku harus berhenti berteman denganmu lebih banyak dari alasan aku harus terus berteman denganmu."
Karin tampak marah ketika mendengarnya. Cewek itu mundur selangkah seolah Grie adalah wabah yang bisa membuat cewek itu terkena penyakit mematikan. Dia menggeleng-geleng tidak percaya dan tersenyum sinis. "Daftar teman." Nada suara Karin terdengar meremehkan, "kamu memutuskan hubungan dengan semua orang yang menyayangimu, hanya karena daftar sialan itu." Wajah Karin memerah selama beberapa saat, "Tasya bilang mungkin kamu hanya lagi bosan dengan kami, tapi dia salah. Kamu memang dari dulu tidak pernah menganggap kami sebagai siapa pun."
Saat Grie membuka mulutnya, Karin sudah berlalu pergi dengan langkah tergopoh. Grie memandangi punggung Karin dari belakang. Tidak ada yang bisa Grie lakukan untuk membalik punggung itu agar wajah Karin-lah yang terlihat.
Karena kesalahan itu, dia tidak bisa melakukan apa pun.
Karena kesalahan itu, dia menyakiti semua orang.
Grie berjalan kembali dengan langkah gontai yang dipaksakan. Jantungnya berdenyut nyeri, dan sebisa mungkin dia menahan air matanya yang hampir tumpah. Jika ibunya masih di sini, Grie pasti akan bertanya apakah yang dilakukannya benar atau tidak. Tapi sayangnya, ibunya tidak berada di mana-mana, dan Grie harus mengambil keputusan sendiri. Keputusan ada di tangannya yang bahkan tidak bisa membuka tutup botol minuman itu. Sialan.
***
Nadia bersandar di bahu Grie sambil membaca buku tebal yang rasanya bisa dibuat senjata itu. Grie mengintip tulisan di buku itu sebentar sebelum kemudian fokus pada ponselnya. Dia mengirimi Kev e-mail. Cowok itu tidak membalas e-mailnya sejak semalam, padahal Grie 'kan ingin menanyainya sesuatu.
Kenangan apa yang paling kamu ingat sampai saat ini?
Nadia melirik Grie. Lalu menutup bukunya. "Punya pacar baru ya, Non?"
Grie menutup ponselnya, dan menggeleng pelan. "Kapan mau balik, Tuan Ratu?"
Nadia menguap sebentar, tangannya terentang di antara tumpukan buku di meja. Beberapa orang di perpustakaan memperhatikannya, tapi Nadia hanya bersikap acuh tak acuh. "Lagian 'kan di kelas lagi jamkos. Lebih baik kita di sini."
Grie menatap wajah Nadia.
Nadia memiliki wajah oriental dengan kulit berwarna kuning langsat. Matanya kadang cokelat terang, kadang gelap tergantung suasana hatinya. Dia mungkin tampak tidak terlalu menarik saat dilihat sekilas, tapi saat dia duduk di depan seseorang, bisa dipastikan orang itu akan langsung menyukai Nadia. Dia jenis gadis yang tidak bisa dilupakan saat wajahnya diperhatikan lekat-lekat, apalagi bekas luka di sudut bibir Nadia menambah hal unik dari gadis itu.
"Apaan, Non?" Nadia mengibaskan tangannya di depan wajah Grie, "lagi menghitung pori-poriku ya?"
"Kamu pernah takut menghilang gitu aja gak, Nad?"
"Hah?"
Grie meneguk ludah. "Kamu pernah ngebayangin kalau suatu hari nanti, bisa cepat atau lambat, kamu mungkin bakal menghilang? Bukan jenis menghilang yang bisa ditemukan, tapi benar-benar menghilang. Lalu saat kamu menghilang, dunia masih berjalan seperti biasanya, tidak ada yang berubah, tidak ada."
Nadia meringis mendengar kalimat Grie barusan. Cewek itu memalingkan muka, dan berdiri. "Aku gak ada waktu buat ngebayangin hal konyol kayak gitu. Omong-omong, nanti kamu ada acara gak?"
Grie mengambil ponselnya. Dia menggeleng.
Nadia menatap Grie jauh lebih intens dari biasanya. "Kalau gitu, kamu mau ke rumah sakit buat jenguk Tasya?"
Lutut Grie tiba-tiba melemas, dia menatap Nadia seakan menunggu Nadia mengatakan kalau dia bercanda, tapi saat dia tidak mengatakan apa-apa lagi. Grie hanya berdiri dan mengangguk.
Nadia kemudian berjalan di depan Grie, sedangkan Grie hanya menatap punggung Nadia yang menjauh. Satu punggung lagi.
Grie hanya ingin semua orang yang disayanginya tidak pernah pergi dari hidupnya. Tapi kehidupan tidak pernah berjalan sesuai keinginannya.
Saat Grie berjalan untuk menyusul Nadia, ponselnya bergetar, e-mail dari Kev.
Saat ayahku pergi dari rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam
Teen FictionSemua orang tahu kalau Grie adalah cewek yang pintar, lucu, menawan, dan sangat memikat. Tapi, tidak ada yang tahu kalau Grie memiliki ketakutan yang sangat besar pada kematian. Semua orang tahu kalau Kev adalah cowok yang malas, bodoh, nakal, pemar...