Grie
Dalam kelompok pertemanan mereka yang berjumlah empat orang – yang sebenarnya mantan kelompok pertemanan, menurut Grie – Tasya mengisi peran sebagai teman yang selalu dilindungi. Tasya memiliki tubuh mungil, kulit pucat, dan mata besar yang jika berair akan menyebabkan semua orang merasa harus menghentikannya menangis, tapi dia memiliki selusin percakapan yang berkualitas.
Grie masih ingat saat pertama kali bertemu Tasya. Bukan pertemuan yang bagus, karena waktu itu Tasya habis muntah di toilet saat hari pertama sekolah. Grie merasa kasihan dengan Tasya, sehingga dia memberikan tisu yang selalu dibawanya. Hubungan pertemanan mereka dimulai dengan sedikit noda muntahan dan dua lembar tisu. Lalu Grie berpacaran dengan Ruel, dan berteman dengan Karin karena teman Ruel adalah teman Karin. Terakhir bertemu Rani yang membantu Tasya di konser sewaktu dia tersesat. Hubungan pertemanan mereka tidak dimulai dalam satu waktu, tapi Grie dapat mengakhirinya dalam satu detik.
Hal pertama yang diinginkan Grie saat menatap mata Tasya adalah, memeluknya. Tapi dia mendengar seseorang berbisik di sudut benaknya, berapa pelukan lagi sampai akhirnya menjadi pelukan terakhir? Sehingga dia hanya berdiri di sisi ranjang, dengan Nadia yang duduk di kursi. Karin dan Rani berada di sisi seberang ranjang, mereka belum menatap Grie sejak dia masuk ke dalam ruangan.
"Jadi, bukan masalah sadis?" Nadia mengabaikan suasana canggung yang sudah menggantung di atas kepala mereka sejak tadi. "Besok bisa sekolah 'kan?"
Tasya menggerakkan bibirnya, lalu mengatupkannya lagi. Matanya melirik Grie sebentar, sebelum akhirnya mengangguk. "Dokter bilang bisa kok. Lagian-"
"Yah, 'kan dunia gak bakal kiamat. Jadi tenang aja," ucap Karin dengan nada yang dipaksakan terdengar kejam. "Trims, udah mau jenguk Tasya, Nad."
Nadia memutar bola matanya. "Tasya itu sekelas sama aku. Dan kalau kamu belum liat, di sini ada Grie yang belum menerima ucapan terima kasih."
Sudah dimulai. Grie meremas rok seragamnya.
Karin memandang Grie untuk pertama kalinya, seolah baru menyadari kehadiran gadis yang sebenarnya cukup besar untuk tidak disadari itu. "Oh."
Rani duduk di sofa, menyilangkan kaki. "Siapa Grie?"
Sebelum Nadia mengucapkan apa pun, Grie berdeham lalu menatap mereka semua dengan benak berkecamuk. Inikah yang dia inginkan? "Semoga lekas sembuh, Tas." Bibirnya berkedut sebentar, berusaha sekuat tenaga untuk tersenyum dengan tulus.
Tidak ada yang bersuara selama beberada detik, sebelum kemudian Rani menggeser mangkuk yang sudah kosong di meja, lalu berbaring di sofa. Nadia menarik napas panjang, lalu pamit pulang, begitu pun Grie. Setelah mereka berada di luar rumah sakit, Nadia menghadap Grie dengan tatapan paling tajam yang pernah dia berikan. "Tadi itu apa?"
"Apa?" Grie berjalan menuju sepedanya.
"Kamu lagi meranin tokoh apa sih, Grie?"
Grie berusaha menahan diri dengan pura-pura memfokuskan segala pikirannya untuk menaiki sepeda. "Waktu itu kamu bilang gak mau temenan sama mereka karena Karin selingkuh dengan Ruel-"
"Bukan itu yang aku bilang," potong Grie, rasa dingin menjalari jantungnya.
"Pokoknya itu, terus kamu juga gak bicara lagi sama mereka karena-"
"Karena mereka membosankan." Rasa dingin itu berubah menjadi aliran panas yang membuat tubuh Grie memanas. Segalanya menjadi tampak membara di mata Grie, mungkin inilah perasaan sesungguhnya dari kebohongan, membakar secara perlahan hanya untuk meledak di kemudian hari.

KAMU SEDANG MEMBACA
Rekam
Ficção AdolescenteSemua orang tahu kalau Grie adalah cewek yang pintar, lucu, menawan, dan sangat memikat. Tapi, tidak ada yang tahu kalau Grie memiliki ketakutan yang sangat besar pada kematian. Semua orang tahu kalau Kev adalah cowok yang malas, bodoh, nakal, pemar...