Tape 9

78 17 6
                                    

Kev

Hari ini sangat aneh sampai aku tidak punya tenaga untuk mendengarkan kemarahan ibu. Dia tentu marah besar karena rumah sangat berantakan. Aku tidak bisa membantah soal itu, aku memang mengacau.

Jadi, saat ibu sudah puas berteriak, menceramahi, dan membanding-bandingkanku dengan anak tetangga, aku langsung mengunci diri di kamar. Kadang aku menginginkan suasana rumah yang tenang dan penuh tawa. Namun, aku tahu itu mustahil mengingat keadaanku.

Ibu tidak salah. Dia hanya tidak tahu tentang apa yang terjadi. Dia hanya mengira aku ingin membuatnya marah terus-terusan, dia mengira aku tidak punya pekerjaan lain selain membuatnya kecewa, dia mengira aku senang membuatnya sedih.

Itu bukan salahnya. Penyakit ini memang telanjur sialan.

Tidak ada gejala. Tidak ada CT Scan yang akan membuktikan kebenarannya. Tidak ada jejak yang terlihat kecuali tingkah berengsekku, atau mungkin tingkah keparat seperti yang dibilang cewek itu. Dan tidak ada yang melihatnya. Tidak ada yang melihat kalau otakku harus bekerja keras untuk fokus pada satu hal, tidak ada yang melihat kalau aku bukannya tidak bisa diam, tapi hanya berusaha berkosentrasi, tidak ada yang tahu gelombang kepanikan yang selalu menyerangku ketika berusaha mengingat.

Aku yakin cewek itu bahkan tidak perlu repot-repot mengetahui pengertian ADHD sewaktu berpikir untuk bilang akan membantuku. Dia sangat aneh, mungkin saja dia menderita suatu penyakit yang tidak terlihat juga. Apa aku terlihat seperti cewek itu juga di mata orang lain? Bertingkah menyebalkan?

Ponselku bergetar dan seketika pikiran lain yang menunggu untuk dipikirkan tiba-tiba memburam. Aku melihat notifikasi e-mail dari cewek itu.

Aku akan bawa sesuatu untukmu besok! Jangan lupa datang!

Oh, dan sebelum tidur, kamu bisa mendengarkan The Age Of The Understatement oleh The Last Shadow Puppets!

Aku mengabaikannya, lalu pergi ke aplikasi Whatsapp. Edgar mengundangku ke rumahnya.

Perayaan besar!

Aku tidak yakin bisa datang ke sana mengingat ibu masih marah besar padaku. Jadi, aku hanya membalas tidak yakin lalu menunggu balasan Edgar.

Sialan, bro. Temen lo ini baru aja dapat MasterKeys MK851! Kita bakal seru-seruan!

Aku hanya membalas, akan diusahakan.

Edgar mengirim stiker jari tengah, lalu notifikasi dari e-mail terlihat lagi.

Aku tahu kamu tidak akan mengunduh lagu itu! Jadi, aku mengirimkannya lewat sini! Dengarkan saja.

Dengan enggan aku mengunduh file musik itu, lalu mendengarkannya. Begitu mendengar suara yang mirip backsound film horror aku langsung menutup telinga. Lagu apaan sih?

Lalu suara musik yang keras terdengar kemudian. Aku yakin ponselku akan pecah karena memperdengarkan lagu aneh itu.

Decided

To sneak off away

From your stomach

And captu-

Aku mematikan lagu berisik itu, dan saat suaranya berhenti, aku langsung bernapas lega. Orang gila mana yang menyarankan lagu sinting sebelum tidur?

Lagu terparah yang pernah aku dengar.

Cewek itu membalas dengan huruf besar semua.

TERPARAH? LAGU ITU DINOMINASIKAN UNTUK MERCURI PRIZE! APA LAGU YANG DINOMINASIKAN DALAM MERCURI PRIZE BISA DIBILANG LAGU TERPARAH? DAN LAGI, LAGU ITU MENEMPATI POSISI 1 DI UK ALBUMS DAN BILLBOARD TOP HEATSEEKERS CHART! HAH! AKU BERTANYA-TANYA LAGU APA YANG SEBELUMNYA KAMU DENGARKAN, PASTI HANYA LAGU BERLATAR SUARA ANGIN DI PADANG PASIR!

Mataku menyesuaikan seluruh huruf besar itu, dan aku harus membacanya dua kali karena tidak fokus. Dia cewek yang aneh.

Aku tidak membalasnya. Dua menit kemudian dia kembali mengirim pesan.

Selera musikmu benar-benar buruk.

Apa itu tidak terbalik?

***

Besoknya, aku menemukan diriku berada di lapangan basket sekolah bersama Edgar, Roni, dan yang lainnya. Aku tidak ingat dengan jelas bagaimana aku bangun tidur, berangkat sekolah, masuk kelas, dan sebagainya. Aku hanya ingat dasarnya, bukan detailnya. Aku ingat saat membuka mata lalu mandi, dan setelah menutup mata sebentar lalu membukanya lagi aku tiba-tiba berada di kelas sedang mendengarkan penjelasan Pak Ridwan tentang DNA. Lalu, tiba-tiba aku di sini, membawa bola dengan tangan kanan lalu melemparkannya ke ring, masuk.

Roni mengambil alih bola dan menatapku. "Gimana, Kev?" tanyanya.

Apanya yang gimana?

Edgar berusaha merebut bola dari Roni, tapi gagal. Roni membawa bola ke ring dan melakukan lay up yang sempurna. "Kev?" ulangnya.

"Oh, oke," kataku, berharap jawabanku memuaskannya walaupun aku tidak yakin apa yang ditanyakannya.

Roni menatapku dengan tatapan yang menyebalkan, seakan dia bertanya-tanya terbuat dari apa aku ini. "Oke apanya? Aku nanya apa kamu masih punya baju basket yang hijau?"

Aku merasa bodoh. "Ya, oke, aku masih punya."

Edgar melemparkan bola padaku, dan karena aku tidak siap, bola itu malah mengenai bahuku. Aku mendengar seseorang tertawa, dan itu membuatku marah tanpa alasan. Jadi, aku mengambil bola dan dengan sengaja mengarahkan bola itu pada dada Edgar, kena.

Edgar tampak kebingungan. "Kenapa sih lo?"

Aku diam. Sialan, seharusnya aku lebih sabar. Keadaan akan semakin parah kalau aku bertindak. "Sori."

Roni menepuk pundak Edgar, dan Edgar masih tampak marah. "Kev, gue tahu lo emang berengsek, tapi akhir-akhir ini lo makin gak tertolong, tau gak?"

Aku menatap bekas luka di pipinya, alih-alih matanya dan tersenyum miring. "Trims." Lalu aku berbalik dan berjalan menuju kelas. Keadaan selalu bertambah buruk saat aku berharap segalanya membaik.

Saat di kelas aku melihat Rani duduk di mejaku. Dia mendelik padaku saat aku menyuruhnya pindah.

Oh, ya ampun, kapan aku bisa melihat senyuman yang ditujukan padaku?

***

Grie mengirim e-mail saat aku berjalan menuju Jalan Kasuar.

Akan terlambat sedikit, masih meminjam sesuatu.

Aku menunggunya di tempat dia menungguku, dan bertanya-tanya kenapa aku berada di sini.

RekamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang