Tape 11

87 17 20
                                    

Kev

Akhirnya dia datang setelah terlambat 30 menit. Dia menghentikan sepedanya tepat di sampingku, dan jarinya menunjuk kamera yang dikalungkan di leher. "Lihat ini!" katanya sambil tersenyum tolol.

Serius, itu kelihatan tolol. Alisnya yang terus digerakkan naik turun dengan cepat juga menambah tampang tololnya. Aku mengalihkan tatapan pada tangannya yang menunjuk kamera.

"Woo-ho-ho! Aku bilang apa, aku bisa membantumu!" Kali ini dia turun dari sepeda, aku mundur. "Kita harus membicarakan ini di tempat yang memiliki atap." Matanya memindai lingkungan di sekitar sini, padahal aku tahu dia pasti akan memilih toko roti milik Paman Tan, karena toko itu yang paling dekat dari persimpangan ini. Jadi, aku memilih berjalan duluan.

Cewek itu mengikuti dengan sepedanya. "Bagus! Kita sepemikiran, toko roti Paman Tan memang pilihan terbaik untuk saat ini."

Dia mendahuluiku, setelah sampai di toko itu dia langsung masuk ke sana. Aku berpikir untuk berbalik pergi, karena ini benar-benar tidak ada gunanya. Kenapa juga aku ke sini? Maksudku, memangnya cewek itu siapa?

Namun, dengan pikiran berada di mana-mana, aku tetap masuk ke toko. Lalu melihat cewek itu berbicara dengan Paman Tan di meja. "Kev!" Paman Tan tersenyum padaku, dan aku balas tersenyum. "Bagaimana kabar ibumu?"

"Baik," jawabku sambil duduk di samping Grie karena toko ini didesain mirip pub, mejanya panjang dan kursi-kursi tinggi dijejerkan berdampingan. "Aku pesan donat yang biasanya, Paman."

Paman Tan mengacungkan jempolnya dan beralih pada Grie yang sibuk memeriksa kamera. "Grie? Kamu yakin tidak mau memesan makanan juga."

"Hanya kopi," kata Grie dengan kepala masih memandang kamera, "gulanya sesendok."

Aku menatap cewek itu seolah dia adalah spesies dari dunia lain yang telantar di toko roti. Bagaimana bisa dia memesan kopi di toko roti?

Paman Tan mendesah lalu mengangguk.

Ketika Paman Tan sibuk menyiapkan pesanan kami, Grie langsung memutar tubuhnya ke arahku, gerakan itu membuat tumitnya bersentuhan dengan paha kiriku. Dengan cepat, aku menggeser kursi. "Jadi-"

"Aku gak mau," kataku, kulitku bergelenyar karena memotong perkataan Grie. Jangan pernah memotong perkataan orang lain. Jangan. Pernah.

Grie mengabaikannya. "Aku punya sesuatu untukmu." Dia mendorong kamera itu ke arahku, "kamera!" Dia bertepuk tangan, "begini, aku tahu kalau penderita ADHD sering tidak bisa fokus, itu menyebabkan mereka sering lupa. Seperti lupa menaruh kunci, membawa barang-barang penting, melupakan janji-janji temu dan...." Aku menggertakkan gigi agar tidak menyela perkataan Grie, dia benar-benar membuatku muak.

"Aku menemukan sesuatu yang bisa kamu lakukan agar bisa semakin fokus. Merekam. Kamu tahu kalau merekam sama dengan mencatat? Tapi dalam proses merekam, kita melibatkan mata dan suara dan visual dan pikiran, kalau mencatat kita hanya melibatkan pikiran dan jari. Itu sebabnya meskipun kita mencatat banyak hal, kadang kita melupakannya. Karena yang kita ingat hanya kata-katanya. Saat kata-kata itu bercampur dengan hal lain, mungkin akan segera memburam di ingatan kita." Paman Tan menaruh pesanan kami di meja, tanpa menunggu Paman pergi, Grie melanjutkan, "Sedangkan untuk merekam. Kita melibatkan banyak elemen, jadi saat elemen suara terlupakan, otak dengan otomatis akan memunculkan elemen visual, atau sebaliknya. Kamu tahu kalau ada beberapa penderita penyakit mental menggunakan rekaman sebagai proses penyembuhan mereka? Ya, tentu saja, merekam juga bisa kita terapkan pada-"

"Tidak akan." Aku mengambil donatku dan memakannya dengan cepat sampai mulutku penuh. Dua kali. Aku memotong perkataannya dua kali. Apa kata Dr. Sarah waktu itu? Semakin sering aku memotong percakapan orang lain, maka akan semakin jauh aku pada kesembuhan. Aku harus menahan diri, itu kuncinya. Menahan. Bertahan.

RekamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang