5 - Take a chance

1.6K 164 0
                                    

❇❇❇

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

❇❇❇

           Kebetulan yang sangat tepat tanpa diduga-duga. Ponsel Lisa berdenting, ada sebuah pesan masuk. Betapa leganya sekaligus menjadi alasan untuk menghindari Jeka yang sejak tadi memperhatikan nya. Lisa memilih sedikit mengambil jarak. Menyisakan Jimin yang mulai mengajak bicara Jeka, sesekali terdengar tawa renyah pembicaraan kedua pria ini.

         'Masih sering melakukan hal-hal aneh.' Batin Jeka sambil mencuri pandang kepada Lisa yang terlihat frustasi mengetuk-ngetukkan ponsel di kuningnya sendiri.

          Jimin berdehem cukup nyaring bisa terdengar oleh mereka bertiga.

         "Gue garansi lo bakal berubah jadi manusia kering kalau berdiri di luar lama-lama." Sindir Jimin secara halus.

        "Gak papa bro, itu bikin tampan, kulit makin eksotis." Wajah tampan Jeka bersinar di bawah cahaya matahari. "Gue nungguin Lili." Sambung Jeka.

Setelah

        Jimin menanggapi dengan rasa jijik. Ingin muntah.

          Terik ini sudah mulai mengganggu, membuat Jimin enggan mengikuti tingkah konyol Jeka. Dia lebih memilih pergi untuk masuk ke dalam gedung sambil bersiul dengan langkah santai, menyugar surai rambut. Suara seseorang menginterupsi langkah-langkah kakinya, terpaksa memutar kembali ke posisi semula. Lisa mengacuhkan Jeka yang menatapnya intens dan mengajak bicara. Lebih memilih memanggil nama seseorang.

         "Chris, bentar." Lisa mengangkat ponselnya. "Dari kantor." sambungnya. Jimin mendekat menghampiri. "Angkat aja, gue nunggu sama dia." Kemudian menusuk-nusuk lengan Jeka. Sekaligus sebagai sebuah sindiran. Tetapi Lisa sepertinya tetap tidak perduli.

          Jeka bagaikan sebuah bayangan yang muncul dikala sinar matahari menyentuh ubun kepala. Atau sesuatu yang tidak terlihat untuk Lisa. Sebelum pergi, senyum manis wanita ini hanya diberikan pada Jimin. "Kayaknya hari ni gue gak bisa Chris. Sori ya.." Setelah mengatakan, Lisa benar-benar pergi meninggalkan kedua pria itu. Dengan tidak menghiraukan salah satunya.

          Jeka menggigit ujung bibir bawahnya, dengan mengulum sebuah senyuman. Lekukan lidahnya terlihat dari salah satu pipi yang mengembang. Otaknya mendapat supply ide cemerlang. Meraih cepat telapak tangan Jimin, meletakkan sebuah kunci mobil di atasnya.

         "Jim lo bawa mobil gue," tidak memerlukan persetujuan wanita yang ia panggil dengan sebutan Lili, Jeka berlari kecil, kemudian meraih pergelangan tangannya.

           Bukan sebuah kemenangan, tetapi rasanya menyenangkan. Jeka tersenyum, lesung pipi samar menghiasi wajah tampannya. Penolakan Lisa tidak berguna, nyatanya langkah kaki mereka sama.

         "Kunci mobil lo."

         "Pulang naik mobil lo sendiri sana."

         "Akhirnya lo mau ngomong juga, KUN-CI MO-BIL. Kalau gak mau gue cium disini."

           Sontak, tubuh Lisa bergerak teratur menjauh. Dia mengepalkan tangannya ke atas dengan gerakan mengusir, melalui perantara udara di sekitar mereka. "PERGI SANA," sungut Lisa. Tiba-tiba hampir mengenai wajah Lisa, Jeka mencium kening wanita yang sejak tadi marah-marah. Lisa memberikan pelajaran dengan memukul-mukul lengan pria ini dengan keras, menendang tulang kering nya. Hasilnya Jeka mengaduh kesakitan. "Tenaga lo makin kuat aja Li."

         "Ngerti bahasa manusia kan. Jangan ganggu gue."

Semua denyut rasa sakit tidak Jeka hiraukan, dia berdiri tegap, memegang kedua lengan Lisa. "Gue gak pernah main-main sama omongan gue. Terserah sih kalau mau yang lebih menjurus."

          Sangat jengah dan kesal, Lisa melemparkan kunci ke dekat ban mobil. Kemudian ia pergi ke sisi lain dari mobil dari pada terjadi hal buruk padanya. Ini salah satu yang tidak Lisa suka dari Jeka, suka memaksakan kehendak apapun itu.

Selama dalam perjalanan, Lisa diam saja, tidak tertarik untuk berbicara. Suasananya juga semakin mengerikan disini.

           "Kenapa gak balas chat gue ?." Tanya Jeka dengan nada rendah, lembut.

Lisa tidak ingin merespon, menyadarkan kepalanya disisi kaca mobil. Dia bosan sampai melakukan hal konyol yaitu menggambar dengan jari telunjuk benda-benda kecil yang mengisi pikirannya.

           "Gue makin yakin, lo masih sayang ke gue dengan sikap lo."

            Tidak bisa dipercaya, begitu besar rasa percaya diri laki-laki ini, hingga membuat Lisa menganga. Perkataan yang baru saja ia dengar, sudah mengotori pendengarannya. "Gue turun di depan sana. Titipin aja mobilnya ke Christian."

             Jeka mengangguk pasti, dengan mengurangi laju mobil, dan menepi di tepi jalan. Tetapi bukan untuk mengabulkan permintaan Lisa, melainkan menekan central lock mobil.

          "Apa-apaan sih, buka atau gue cekik lo Jekaaaaaa !." Lisa panik, dia sudah sangat-sangat tidak nyaman berdua dengan mantan kekasihnya yang seperti psikopat. Semakin lama di dalam sini, semakin banyak memori masa lalu yang sudah tidak berguna mulai bergelanyut di dalam saraf otaknya

           "Buka apa? Pakaian? Celana?."

Lisa berteriak, menutup kedua telinganya dan menutup kedua matanya rapat-rapat.

Jeka tertawa lepas setelah puas mengerjai. Menunggu sampai wanita itu membuka dengan sendirinya kedua kelopak mata.

           Saat itulah, atensi mereka bertemu. "Denger ya, kalau udah gak ada rasa. Harusnya lo biasa aja ketemu gue. Gak sampe segininya Li."

Hembusan nafas berat Lisa keluarkan, sudah cukup hari ini. Waktunya terbuang untuk meladeni tingkah menyebalkan dan konyol Jeka.

           "Ganggu banget, gue gak benci kalau lo juga biasa aja..." Lisa berusaha mencari cara keluar dari dalam mobilnya sendiri.

           "Oke dong kalau gue ajak taruhan. Selama satu bulan. Kalau lo berhasil. Gue gak bakal muncul lagi. S-E-L-A-M-A-N-Y-A."

           "Ogah, males. Gak penting banget. Gak usah nunggu satu bulan buat berhenti ganggu gue. Hari ini terakhir kita ketemu." Tolak Lisa memicingkan sorot matanya.

Jeka mengusap dagunya, menggigit bibir bawah. "Oh gitu, kira-kira kalau gue bilang ke bokap lo, kalau lo hamil anak gue. Pasti bokap lo percaya, ditambah lo udah tinggal sendiri gak sama mereka."

Lisa berbohong, jika ia bisa bersikap biasa, kenyataannya adalah detak jantungnya masih seperti dulu jika bersama pria ini.

           "Oh-ya. Terserah. Mau lo bilang kek, mau lo ke rumah gue kek, ketemu bokap nyokap gue gak perduli. Gue sibuk, masih banyak urusan yang lebih penting dari pada ngurus beginian gak mutu." Lagi-lagi lengan Lisa yang sudah bersiap membuka pintu mobil terhalang oleh Jeka.

           "Liat bener-bener nomer hp siapa ini." Ancam Jeka, tatapan teduh itu berdesir di seluruh darah Lisa. Pria di sampingnya ini menekan nomor ponsel milik seseorang, sekarang histeris Lisa yang kedua kali berlanjut. Ia berusaha keras meraih ponsel milik Jeka.

Benar sekali––karena pria itu mengetahui sesuatu yang penting. Selalu saja, apapun akan mudah jika Jeka yang melakukannya.

Kill My Pain || Blackbangtan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang