19 - Shotgun

1K 124 16
                                    

Terdapat adegan kekerasan dan penggunaan senjata berbahaya. Juga bahasa yang kasar. Harap untuk tidak menirunya.

❄️❄️❄️

      Kemarin pukul 4 sore, Lisa siuman pertama kali setelah dirawat selama dua hari. Tubuhnya masih belum bebas bergerak. Walaupun tidak ada tulang leher yang patah, tetapi wanita ini di sarankan menggunakan bantal penyangga leher. Tony masuk mengendap-endap, tidak ingin mengagetkan kekasihnya yang ia pikir sedang tidur. Masih jam 9 pagi sekarang. Tetapi perkiraan Tony salah, Lisa malah dengan kedua mata bonekanya melirik pria yang baru masuk, menutup pintu dari ujung selimut yang menutupi kakinya. "Mas Tony dari mana?"

      "Ngobrol sama petugas di depan ruanganmu."

Tony melihat potongan buahnya di atas piring belum berkurang. "Mau disuapin?"

      Tidak ada jawaban mengiyakan atau menolak. Lisa menggerak-gerakkan kakinya di balik selimut. Ternyata bisa, kakinya baik-baik saja. Gerakannya masih sama. Bagian tubuh bagian atas yang masih nyeri-nyeri. "Tadi perawat yang bilang. Mas Tony sudah urus untuk kepindahan rumah sakit di Singapura buat aku."

     Senyum Tony di pagi hari membuat keadaan kamar menjadi lebih baik, "kenapa? Pasti mau nolak ya. Itu anjuran dari dokter internis dan dokter neurologi sama dokter ortopedi yang tangani kamu sayang. Bukan masalah peralatan medis yang kurang disini. Kita pilih tempat yang tenang untuk sementara."

      "Tapi aku masih punya tanggung jawab kerjaan mas, temen-temenku masih ngurus case ini. Gak adil kalau aku pergi, terus limpahkan tanggung jawab ke mereka."

      "Mau urus kasus gimana, kamu ini gak bisa ngapa-ngapain sayang."

Lisa baru menyadarinya, masuk dan membuat kaget perasaannya. "Sebetulnya aku udah lama nunggu dapet kesempatan mutasi, tapi gak semudah itu, dan Jisoo tau aku pengen deket sama mas Tony disini. Jadi dia paksa aku terima untuk jadi salah satu anggota tim ini. Kalau gak selesai, gak jadi mutasi dong aku."

       "Nanti aku yang pindah, kamu tetap kerja disana. Kita pikirin kesehatan kamu dulu." Lisa terkejut, semudah itu Tony mengatakannya. Pria itu merapikan rambutnya, mengusap-usap kepalanya, keningnya turun ke hidung, "Aku gak akan paksa apa-apa ke kamu, gak paksa kamu nikah dalam waktu dekat, gak paksa kamu berhenti kerja, gak paksa kamu nuruti semua kemauan aku."

      "Kok bilang gitu, aku gak merasa itu sebuah paksaan kok. Lagi pula bener yang mas Tony bilang. Udah lama kita pacaran. Gak ada kemajuan sama sekali kesannya hubungan gak ada kejelasan. Mas Tony yang selama ini sering ngalah sama aku, sabar hadapi aku yang sering gak nurut. Mungkin karena aku gak nurut omongan mas Tony jadinya gini."

Tony menutupi bibir kekasihnya agar tidak banyak bicara, Lisa mendorong-dorong tangan Tony. "Jangan ngomong aneh-aneh. Jangan sakit kayak begini lagi. Harus semangat sembuh ya."

       Lisa diam kembali, sedih melihat wajah kekasihnya. Bagaimana misalkan ia tidak selamat dalam kejadian itu. Membuat Tony sedih karena dirinya. "Luka di badan mas gimana. Aku belum liat."

       "Nanti ya. Kamu jangan banyak gerak."

Menusuk buah dengar garpu, bersiap mendorong potongan buah itu ke mulut Lisa.

      "Pulang dari Singapura, kita siapin pernikahan ya mas. Tahun ini aja kita nikahnya."

Tersedak angin, atau udara dalam mulutnya, Tony mencari-cari air minum. Agar batuknya reda.

       Sebelum merentangkan tangan agar tidak membahayakan Lisa. "Kamu udah jadi wanita yang baik selama 4 tahun ini, makasih sudah betahan dengan situasi sulit dalam hubungan kita. Babe, aku ngobrol sama Jeka waktu kamu masih koma."

Kill My Pain || Blackbangtan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang