15 - Chains

1.2K 134 9
                                    

All characters in this work are fictitious and bear no resemblances with anyone.

Jika memang diperlukan untuk diubah, maka beberapa nama idol akan saya ganti ke nama lokal. Tetapi jika tidak diperlukan perubahan, akan bertahan dengan nama panggung atau nama asli mereka.

Terdapat kata-kata kasar. Mohon tidak menirunya.

❄️❄️❄️

      Keadaannya seperti ilustrasi karya seni Marco Melgrati "Anda tidak pernah tahu dengan siapa Anda bermain-main, jadi hormati siapa pun dia dan jangan sekali-kali mencakar, menggigit, menarik keras sesuatu yang Anda anggap bisa dipermainkan." Nana dan antek-anteknya menganggap enteng, lengah terhadap Rendra dan tidak menyadari sosok Jeo yang menjadi benalu kasat mata. Kehebatan yang masih memiliki celah. Senjata api dan senjata tajam yang Rendra gunakan tersimpan aman. Nana membuat api dengan lingkaran bensin dengan diameter agak jauh dari tubuh ketiga wanita sengaja dibuat tidak berdaya. Penganiayaan fisik mengerikan. Nanti juga terbakar dengan sendirinya. Tempat yang pas untuk menjadi pemakaman massal bagi semua korban. Ketiga pria itu yang sengaja dibiarkan menyaksikan neraka buatan. Berharap ada sesal sepanjang hidup setelah semuanya berakhir. Api semakin membesar tidak terkendali.

       Sulit untuk Rendra mendapatkan, bentuk dan ketebalan seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada umumnya, tetapi bukan, di dalamnya ada pisau lipat kecil tersembunyi. "Jimiiinnnn, jari tangan lo kecil. Coba masuk ke saku celana gue, ada kartu di dalamnya." Teriak Rendra, posisi mereka yang jauh tidak cukup memanggil dengan bisik-bisik. Jimin berlari tergopoh-gopoh. Sulit melakukan dengan kedua tangan terikat. Kondisi yang membuat Jeka mengingat masa pendidikannya dulu. Ia melepaskan kausnya, mencari air di sekitarnya. Tidak ada, hanya tanah basah, sekarang mengeras tidak beraturan. Suara teriakan Lisa, Jisoo dan Rosa semakin lemah membuat hatinya hancur. "JEKAAAAAA," Jimin menyadarkan, dilihatnya kedua pria itu menunjukkan tangan mereka yang bebas. Lalu, berlari untuk  membantu. Suasana benar-benar panik. Tidak bisa berfikir jernih melihat kondisi lahan kosong ini. Asap hitam semakin mengepul di udara. Panas, sesak. Dua helikopter terbang menyesuaikan ketinggian dengan target sasaran. Pertama: agar api tidak semakin besar karena baling-baling yang berputar. Kedua: agar air yang diangkut seluruhnya tidak jatuh sia-sia. Kemudian melepaskan sedikit demi sedikit seperti hujan. Berhasil. Tetapi, tidak seluruhnya api padam. "Jimboooo." Suara teriakan seseorang menggunakan megaphone di dalam heli. Jimin mendongak, mencari wajah pemilik suara. Setelah kedua heli mendarat di lahan itu. Jeo turun lalu berlari ke arah kekasihnya.

        Jeka, Rendra mengikuti enam petugas medis yang turun dari kedua heli mengutamakan mengurus Lisa, Jisoo dan Rosa yang pingsan akibat terlalu banyak menghirup gas karbon dioksida. Fasilitas tabung oksigen darurat juga dibawa kemari. Handuk kering dan air mineral. "Maaf pak, jangan kesana. Biar kami yang urus. Anda tunggu disini." Menyodorkan handuk kering dan air mineral. Jeka dan Rendra tidak mendapatkan akses untuk mendekati pasien.

       "Aku gak lepas tangan. Walaupun aku bilang lepas tangan. Aku pasang pelacak di barang-barang yang sering kamu bawa. Aku selalu awasin kamu."

       "Ya Tuhan, Jeo. Setan-setan itu masih gak tau tentang kamu kan?" Jimin mempertahankan pelukan Jeo, dan bertanya balik.

       "Bener-bener aku bunuh mereka, kalau tadi misal kamu jadi sate kepanggang disini. Gila ya, wah...aku masih baik, belum acak-acak jejak digital bisnis gelap mereka. Lihat nanti."

       Jimin menahan senyumnya, beginilah jika Jennie marah. Dam benar, biasanya ucapan dan perbuatan akan sejalan. Cepat-cepat mengalihkan atensinya kepada Rendra dan Jeka. "Ada yang mau aku omongin ke Jeka sama Rendra." Jeo mengangguk kemudian ikut bersama Jimin.

Kill My Pain || Blackbangtan [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang