Angkasa's family and me.
26 Januari 2005
Jika bagi sebagian laki - laki, diandalkan oleh keluarganya adalah momok yang menyebalkan dan membebani, lain halnya dengan Angkasa. Dia akan dengan sigap menanggapi keinginan ibu dan saudara - saudara perempuannya.
Terlahir menjadi anak laki - laki tunggal didalam keluarga membuat Angkasa megerti betul bahwa pria memang membutuhkan wanita sebagai pegangan dalam kehidupannya. Angkasa selalu menghargai semua makhluk bernamakan wanita karena tiga bidadari yang ada dirumahnya.
Siang ini, kebetulan aku mampir kerumahnya. Ibu menyuruhku datang karena sedang membuat banyak kue dirumah.
"Dis, sumpah deh jangan lagi pake dress motif bunga kaya gini ke kampus." Angkasa berkata dengan gusar saat duduk dibalik kemudi mobilnya.
Aku sontak melihat baju yang aku kenakan dengan seksama, dan tidak ada yang salah. Bahkan aku meraba baju bagian belakang agar memastikan tidak ada robekan atau sesuatu yang mengganggu disana.
"Emang kenapa? Norak ya keliatannya dipake sama aku?" Tanyaku pada akhirnya, karena tidak menemukan yang salah pada dress motif yang aku gunakan ini.
Angkasa menggeleng. "You look so cute, pretty and sexy at the same time. I can't handle it."
Aku mematung. Meskipun sudah sering mendengar perkataannya yang manis, jantungku masih bertindak seolah itu adalah hal yang jarang terjadi. Ia berpacu terlalu cepat.
"Tuhkan, gemesin banget sih.. Pipinya merah banget lagi.." Dia mencubit pipiku dengan gemas dan tertawa manis hingga menyisakan segaris matanya yang kecil.
Jika Angkasa tersenyum matanya akan ikut tersenyum, tipikal orang yang bisa menularkan senyumnya pada orang lain. Dan dia sedang menularkan padaku karena aku ikut tersenyum saat melihat matanya.
Kami larut dalam beragam pembahasan disepanjang perjalanan menuju rumahnya, hingga mobil memasuki kompleks dan hanya butuh beberapa menit kami tiba.
"Jangan grogi. Kamu tuh udah sering kesini. Masih aja nervous." Lalu Angkasa keluar dan memutari mobilnya, membukakan pintu untukku dan menggenggam tanganku dengan kokohnya.
Kakak perempuannya bernama Ariana, sudah bekerja disebuah majalah ternama sebagai photografer yang andal. Padahal jika ia mau, dengan wajah yang sangat cantik itu ia bisa menjadi model utama disana. Tapi kak Arin tetap memilih untuk bekerja dibalik layar daripada sibuk berpose didepan kamera. Dia bilang kepuasan saat membidik gambar lebih membuatnya bahagia ketimbang melihat dirinya menjadi objek dan dibidik oleh orang lain.
"Hai Gladis! Lama gak ketemu, kamu makin cantik aja." Katanya, saat menoleh dan melihatku memasuki ruang tamu.
Aku tersenyum, "Kak Arin tuh, sibuk banget sampe tiap aku kesini kakak selalu gak ada.."
"Hehehehe.. Iya nih. Dikantor lagi hectic banget soalnya bentar lagi mau ulang tahun dan lagi nyusun birthday edition.."
"Ayo masuk, Alhena didalem tuh lagi bikin bolu kukus sama ibu." Ia melanjutkan.
Aku mengangguk lalu tersenyum, pamit untuk menemui ibu dan Alhena yang sedang sibuk didapur.
"Ih teh Gladis! Kemana aja.." Alhena memekik heboh saat aku masuk kedalam dapur. membuat ibu menoleh dan sontak tersenyum lebar.
"Hallo bu.." Aku menghampiri ibu terlebih dahulu dan mencium tangannya sebelum memeluk Alhena.
"Padahal baru beberapa hari yang lalu kita ketemu di mall ya Dis, tapi ibu udah kangen.."
Kami larut dalam perbincangan seputar kue dan merambat ke topik soal masalah pendidikan Alhena. Gadis itu baru berusia lima belas tahun tapi sudah duduk dibangku kelas tiga SMA. Kecerdasannya memang tidak main - main, padahal Alhena bukan tipe anak yang suka berdiam diri dikamar hingga berjam - jam untuk belajar dan menghafal pelajaran.
Jika sudah berbaur dengan keluarga Angkasa, aku sering lupa akan keberadaan laki - laki itu. Seperti sekarang, dia datang menghampiriku yang masih asik dengan urusan dapur dengan wajah sedih yang dibuat - buat.
"Ibu selalu monopoli Gladis kalo aku bawa dia kesini."
"Loh loh.. Kan yang minta Gladis datang itu ibu.." Ibu membela dirisambil terkekeh geli.
"Tau nih aa, lebay banget dih." Alhena menimpali.
Aku tertawa melihat Angkasa yang tadinya hanya pura - pura sebal dan sedih menjadi sebal sungguhan. Terlihat dari bibirnya yang mencibir pada Alhena.
Angkasaku adalah pria dengan kasih sayang yang besar untuk keluarganya. Angkasaku adalah kakak, adik dan putera yang sangat tulus pada keluarganya dan padaku, yang entah dia sebut sebagai purnamanya atau bukan.
Angkasa dengan wajah (pura - pura) sedihnya.