Awal April..
Tokyo dimusim semi.Setelah pertengkaran hebat yang terjadi antara aku dan Angkasa, kami sama-sama mendingin dan menghindar. Mungkin Angkasa butuh waktu, untuk memikirkan semua. Aku baik-baik saja sementara menunggu.
Dengan begini, aku seperti diberi waktu sejenak untuk berpikir dan menjernihkan kekeruhan yang ada.
Jika kalian bertanya-tanya aku merindukan Angkasa atau tidak, tentu saja jawabannya sangat. Rindu tidak tahu waktu, enggan mengalah dan hilang jika tidak dibayar dengan temu. Tapi aku sadar kali ini aku harus menahan diri demi kebaikan kami.
Jadi aku memutuskan setidaknya untuk berlibur dan menenangkan diri ke Jepang, lebih tepatnya Tokyo.
Tempat yang paling aku suka setelah Bandung. Dulu aku sering berkunjung kemari dengan sahabat-sahabatku semasa SMA tapi sekarang kami terpisah jarak dan ketika kembali dipertemukan kami sudah tidak sama lagi sepeerti dulu.
Hari ini hari pertama aku di Jepang, enggan pergi kemanapun karena balkon kamar tempatku menginap sangatlah nyaman, dari sini aku bisa melihat hamparan kota yang tengah diguyur kelopak bunga. Dan angin berhembus menyejukan udara. Cukup nikmat ditambah dengan teh yang ada digenggamanku saat ini.
Tapi sayang, kenyamanan itu tidak berlangsung lama karena ponselku terus saja meraung minta diperhatikan. Awalnya aku abai, namun ternyata sipenelpon tidak mau menyerah dan keras kepala untuk tetap mengganggu kenyamananku.
Tanpa melihat nama yang muncul dilayar ponsel, aku menepelkan benda pipih itu ketelinga dan bicara seraya kembali ke balkon kamar.
"Sayang. Kamu ninggalin aku?"
Satu kalimat tanya yang langsung membuat darahku berdesir hangat. Suara Angkasa menggema diseberang sana. Menunggu jawaban yang datang dari mulutku.
"Gladis. Please jawab kamu dimana? Kenapa kamu ninggalin aku? Dis aku lagi kalut waktu itu. Aku salah aku diemin kamu tapi gak gini caranya Dis. Aku gak mau kamu tinggalin. Kamu sampe keluar negeri buat menghindari aku. Dis aku--
"Angkasa i miss you." Aku memotong rentetan panjang kalimat yang berisi protes dan kekalutan pria itu.
"Kamu dimana sekarang?"
"Jepang. Aku gak ninggalin kamu. Aku cuma butuh me time setelah banyak kejadian yang aku alami. Maaf karena gak bilang dulu sama kamu Angka.."
Terdengar sumpah serapah diseberang sana dan tawa renyah dari beberapa orang yang sepertinya aku kenali.
"Mami kamu bilang kamu mau lanjutin kuliah di luar negeri dan gak mau ngasih tau dimana. Bunda juga bilang gitu. Aku hampir gila dengernya tau gak!!!!"
Aku tertawa membayangkan Angkasa dan kelalutannya. Aku lega, Angkasaku tidak pergi kearah mentari atau pelangi, Angkasaku kembali pada purnamanya.
"Aku gak mungkin ninggalin kamu Angka. Kita sama-sama tau kan?"
Aku mendengar kelegaan diseberang sana. "Aku besok subuh udah disana. Tunggu ya Dis."
"Ngapain? Aku disini gak lama ko. Kamu kan banyak kerjaan juga, banyak praktek sayang kalau di skip."
"Pokoknya aku mau susul tunangan aku. Gak mau tau."
Aku terkekeh mendengarnya. Angkasa diledek habis-habisan disana. Yang pasti suara Alhena yang mendomasi para pengolok Angkasa yang bucin.
"Aku cuci muka dulu ya, ini udah ada dikamar. Jangan dimatiin."
Aku menganggukkan kepala seolah Angka bisa melihat.
Tak lama, terdengar suara krasak krusuk sampai akhirnya suara Angkasa kembali terdengar.
"Dua jam lagi aku ke bandara. Kangen banget sama kamu.."
"Aku juga, sedih rasanya kita marahan selama itu. For the first time, right?"
"Iya, dan gak mau lagi. Nyiksa banget apalagi punya keluarga jail semua kelakuannya. Bikin aku jantungan."
Aku terdiam cukup lama. Menikmati rasa lega dan bahagia yang membuncah didada.
"Dis? Kamu tidur?"
Aku memutuskan untuk tidak menjawab, biar saja Angkasa dengan praduganya.
Tapi dia kembali berbicara diseberang sana.
"Andai aku punya mesin waktu, aku gak akan pernah bicara dengan kata-kata yang menyakitkan kaya tempo hari. Aku nyesel Gladis. Aku takut kamu akan baik-baik aja tanpa aku sementara aku tersiksa sendirian.
Tunggu aku yaa. Aku bakal datang ke kamu dimanapun kamu berada. Love you somuch Gladis."
Setelahnya hening, tapi Angkasa tidak bicara maupun mematikan panggilan kami, hingga waktu terus berjalan dan aku terjatuh ke alam mimpi.
Hari itu aku tertidur cukup pulas hingga matahari menerbitkan cahayanya yang sangat terang melalui celah gordeng kamar hotel, samar-samar aku mendengar suara burung yang saling berkicau diluar jendela.
Senangnya bisa terbangun tanpa beban dan ketakutan lagi.
Aku memutuskan untuk pergi mandi dan sarapan karena membaca pesan Angkasa bahwa ia telah tiba di Jepang beberapa saat yang lalu.
Tentu saja aku sangat antusias hingga merasa seperti remaja belasan tahun yang tengah dimabuk asmara. Sunggu menggelikan disatu waktu yang sama.
Angkasa tidak ingin aku menjemputnya ke airport, dia bilang akan langsung ke hotel dan menyambangiku kemari. Aku sempat menolak dan melancarkan protes karena sikapnya. Tapi seperti yang kalian ketahui aku luluh dan mengalah.
Aku duduk dipojokan resto hotel sembari membaca novel yang baru saja aku beli. Perempuan dari titik nol, judulnya.
Sambil menikmati sereal dan segelas susu hangat, Jepang terasa seperti rumah untukku saat ini. Nyaman dan melegakan.
"Dis.." Panggilan seseorang membuatku mendongak. Membuat mata kamu bertemu.
Angkasa tersenyum didepanku dengan mata indahnya.
Untuk saat ini aku membuang semua ego dan rasa maluku. Aku memeluk Angkasa segera setelah menyadari dia nyata dan ada dihadapanku saat ini.
Angkasa tertawa renyah, merengkuhku masih dengan rasa yang sama. Nyaman dan terlindungi.
"I miss you sayang, i miss you too much.."
----
Haiiiiii!!! Long time no see. Akhirnya Gladis dan Angkasa ada dipenghujung cerita..
Mungkin chapter depan mereka akan menyampaikan salam perpisahan. Just wait and see bagaimana akhir buku ini.
Love u guys!!