#5

1.4K 197 24
                                    

Mentari..

12 Februari 2005

Kalian tau bagian terburuk dari mencintai diam - diam itu apa? Ialah hati yang harus siap terlukan kapan saja. Begitulah konsekuensi yang harus aku terima saat memutuskan untuk terjatuh pada Angkasa.

Melihat pria itu tertawa bersama perempuan lain, melihat dia berperilaku manis pada yang lain. Aku harus bisa, menahan gejolak rasa iri dan cemburu. Kalian pasti akan berpikir mengapa aku harus iri sedangkan Angkasa sendiri selalu bersikap manis padaku, aku iri karena mereka bisa dengan santai menerima perlakuan Angkasa tanpa melibatkan perasaan, sepertiku.

Mentari Kartika Nandini salah satunya. Dia lumayan dekat dengan Angkasa karena mereka satu fakultas dan tak jarang mendapat kelas yang sama. Darimana aku mengetahuinya? Tentu saja dari Angkasa sendiri.

Dia sering menceritakan orang - orang yang ada disekitarnya padaku, termasuk Mentari.

"Aku hari ini ada kelas sama Mentari, sama Nando juga. Yang lainnya aku gak kenal begitu deket karena gak pernah ngobrol intens." Begitu katanya.

"Iya.. aku pulang duluan ya. Udah di tunggu mama." Kataku disela - sela percakapan kami di telepon.

"Loh kok pulang? Aku anter. Tunggu diparkiran fakultas kamu."

"Gak usah Ka, biar aja lagian aku udah order grab."

Terdengar helaan nafas diujung sana. Dan aku tau, Angkasa akan mengalah.

Kami menyudahi panggilan dengan hasil akhir, aku pulang sendiri dan Angkasa membiarkannya. Entah apa yang ada didalam pikiranku, dan kenapa aku harus bertingkah kekanakan hanya karena Angkasa menceritakan Mentari.

Seharusnya aku tidak begini. Tapi ayolah, mencintai diam - diam itu adalah kata lain dari membunuh diri sendiri.

Aku duduk dihalte dengan ponsel dalam genggamanku.

"Jangan ngelamun. Katanya kamu udah pesen grab? Mana?"

Aku mengerjapkan mata karena terkejut. Angkasa ada dihadapanku. Dengan cengiran khasnya, hingga matanya hanya tinggal segaris.

"Ayo pulang, maaf bikin kamu kesel. Kamu mau pulang sama aku kan?" Angkasa menatapku dengan mata teduhnya.

Aku menghela nafas lalu tersenyum dan menganggukkan kepalaku. Jika dipikir ulang, memang untuk apa aku marah?

"Aku gak marah, Ka. Gak kesel juga. Cuma--"

"Kamu cemburu."

Angkasa memotong perkataanku dan merangkul bahuku sembari tertawa renyah.

Aku memanas. Apa sangat terlihat? Apa aku semudah itu untuk di baca?

"Udah ah, jangan cengo gitu. Ayo pulang. Mau ke baskins dulu enggak?"

"Iya mau."

Akhirnya aku pulang dengannya siang itu. Dan memakan ice cream vanila dengan Angkasa. Serta mendengar kabar yang membuatku sedikit terenyak.

Bahwa Angkasa membatalkan acaranya dengan Mentari dan teman - temannya yang lain karena sikap anehku.

Ah.. bolehkah aku merasa senang sekarang? Bolehkah aku menjadi egois untuk menjaga Angkasa tetap disampingku?

 bolehkah aku merasa senang sekarang? Bolehkah aku menjadi egois untuk menjaga Angkasa tetap disampingku?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Angkasa yang bibirnya dipenuhi
ice cream vanila, siang itu.

Dia, Angkasa✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang