#15

942 146 18
                                    

Awal tahun 2006

Membuat Angkasa kesal, didetik-detik ulang tahunnya.

Pepatah yang mengatakan badai pasti berlalu, serta akan ada pelangi setelah hujan itu benar-benar aku alami. Setelah rentetan kejadian memilukan yang harus aku lewati, sekarang semua sudah kembali dengan sebagaimana mestinya lagi.

Angkasa memang masih menjalani perawatan untuk kakinya, tapi sekarang dia sudah sehat seperti sedia kala. Senyumnya masih sama seperti Angkasa yang kali pertama aku temui di pelataran Fakultas Hukum. Suaranya masih selembut beledu, perlakuannya masih semanis marshmello kesukaanku dan cintanya masih sebesar isi dunia.

Tidak ada yang lebih melegakan dari itu.

"Kamu ngeliatin aku sampe gitu banget Dis, malu tau. Mentang-mentang aku belum mandi." Katanya sembari menyandarkan kepalanya yang sejajar dengan perutku.

Aku tertawa renyah siang itu, aku kebetulan membantu bunda membereskan meja makan selesai acara syukuran kecil-kecilan atas kesembuhan Angkasanya kami. "Kaya bayi kucing."

"Ck! Kemarin aku disamain sama bayi ayam warna-warni sekarang kaya bayi kucing besok bisa jadi kaya bayi onta akunya Dis.." Katanya sembari mengerucutkan bibir dan mencebik kesal.

"Loh kan gemesin, semua bayi mau bayi gajah sekalipun tetep aja mereka menggemaskan menurut aku." Aku menjawab sembari mengusap rambut Angkasa.

"Kata Kak Arin aku kurusan. Emang iya?" Tanyanya tiba-tiba.

Aku sedikit menundukkan kepala menelisik wajah Angkasa agar terlihat lebih jelas. Memang pipinya terlihat lebih tyrus dari beberapa bulan belakangan. Tapi tidak kurus yang berlebih, mungkin dia memang kehilangan beberapa kilo berat tubuhnya.

"Masih pas ko. Cuma emang dummy dipipi kamu udah ilang. Apa harus aku buatin dessert box setiap hari ya biar muncul lagi bakpau dipipi kamu?"

Angkasa berbinar. Langsung mengangguk antusias, karena tentu saja itu menyenangkannya. Angkasa sangat suka dessert box yang aku buat entah itu, tirramissu, black forest atau milkbath apapun itu dia sangat menyukainya.

Saat hari menjelang sore, aku dan Angkasa memutuskan untuk pergi jalan-jalan mengitari kompleks perumahannya, cuaca yang sejuk mendukung acara jalan-jalan kami.

Sambil sibuk memegangi tali kekang untuk Melati, Angkasa tetap menggenggam erat jemariku. Membuat aku menatapnya dengan geli.

"Idih kenapa cengar-cangir gitu?" Tanyanya.

Aku mengedikkan bahu. "Gemes aja, kamu kayak bapak-bapak. Ribet banget. Satunya megangin aku satunya pegangin Mels."

Angkasa mendengus. "Ya kan takut kabuuur. Kamu tau sendiri ini anak hyper banget kalo diajak main keluar."

"Oh iya. Besok aku gak bisa nemenin kamu ke rumah sakit. Sama bunda aja ya?"

"Ko gitu sih? Kamu mau kemana emang?" Wajahnya langsung tertekut lucu. Gemasnya..

"Ada acara sama anak-anak kelas. Aku kerumah kalo pulangnya gak malem."

"Ih. Aku temenin aja."

"Mana boleh! Kamu harus check up. Aku absen sehari doang Angkaaa." Kataku sambil menggoyangkan lengannya.

Dia tidak menjawab dan malah membuang muka sambil tetap memarahi Melati yang enggan diam ditempat.

Sebenarnya besok aku tidak memiliki acara apapun, tapi aku dan bunda juga Alhena dan Kak Arin sengaja membuat Angkasa sebal karena besok adalah hari kelahiran pria manis yang berdiri disampingku sekarang.

Besok genap usia Angkasa menginjak 23 tahun dan aku ingin menjadi bagian terindah dari kisah hidupnya entah tahun ini hingga nanti ditahun-tahun berikutnya.

Karena seperti yang sudah aku perkirakan, mood Angkasa berubah menjadi buruk dan dia jadi tidak banyak bicara. Aku tentu saja senang dan diam-diam mengabari bunda saat dia lengah karena sibuk mengejar Mels yang berlarian kesana kemari. Bunda bilang aku harus membuat Angkasa lebih kesal dari ini.

"Angkasa, aku pulang duluan ya?" 

Angkasa menoleh dan menghampiriku sembari menggendong Melati, "Kenapa kamu sakit?"

"Enggak, aku mau selesein jurnal deadlinenya nanti malam jam dua belas."

"Yaudah aku anter aja." 

Dan tentu kalian bisa menebak, aku menolak dan memaksa untuk pulang sendiri karena memang kebetulan tadi aku datang kerumahnya dengan membawa mobilku sendiri.

"Angkasa jangan cemberut gitu ah, aku pulang ya salamin sama bunda dan yang lain bilang aku mungkin gak akan mampir beberapa hari nanti soalnya kemungkinan aku juga harus balik ke Jakarta."

Angkasa terlihat terkejut, "Ko kamu aneh banget sih Dis? Biasanya juga kalo kemana-mana harus sama aku. Ini ko enggak?

"Ya aku juga harus mandiri Angka, masa manja terus? Nyebelin bangetkan. Aku gak mau jadi cewek cemen yang apa-apa harus ngandelin kamu."

Angkasa tidak bereaksi dan aku sedikit takut melihat ekspresi dinginnya yang jarang sekali dia perlihatkan.

"Yaudah terserah, hati-hati dijalan." 

Sukses. Angkasa pasti marah besar sekarang ini, karena dia paling benci aku bertingkah seolah-olah Angkasa tidak berguna dan tidak bisa aku andalkan.

"Maaf ya Angkasaku, besok aku gak gini lagi." Aku berbisik saat melajukan mobilku menjauhi pelataran rumah Angkasa.

Dia, Angkasa✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang