10 Maret 2005
Angkasa, dan ceritanya tentang Purnama.Masih ingat, aku pernah menceritakan soal Mentari? Siang ini aku kembali bertemu dengan perempuan cantik itu. Diacara fakultas kedokteran tentu. Angkasa yang mengajakku kemari.
Aku sempat merasa bersalah pada Mentari karena mencemburuinya. Ini karena Angkasa.
"Haloo! Kamu Gladisnya Angkasakan?" Dia tiba - tiba menghampiriku dengan senyuman lembutnya siang itu.
Aku tersenyum kikuk. Merasa malu ketika benar - benar bertemu dan berbicara langsung dengannya.
"Iya, aku Gladis. Kamu.. tau aku?"
Dia mengangguk antusias. "Angkasa sering banget nyeritain tentang kamu ke anak - anak himpunan. He loves you somuch."
Aku tertegun persekian detik. Tidak pernah membayangkan sebelumnya, tentang Angkasa yang.. menceritakan aku pada teman - teman dilingkungannya. Bahkan pada Mentari.
"Angkasa.. cerita soal aku?" Tanyaku ragu - ragu.
Mentari kembali mengangguk antusias. "Sebelumnya maaf nih, kalo aku kesannya so akrab banget sama kamu. Abis aku ngerasanya aku udah kenal kamu gitu lewat cerita - cerita dari Angkasa. Kamu pahamkan maksudku?"
"Ah.. i know. Aku jadi malu kalo ketemu temen - temennya Angkasa." Kali ini aku tertawa pelan.
Mentari mengibaskan tangannya keudara. "Enggak gitu! Angkasa kalo nyeritain kamu kaya lagi nyeritain kisah dongen, ceritanya ditunggu - tunggu sama anak - anak. Gak ngerti deh kita semua kenapa suka banget dengerin cerita kamu sama Angkasa." Dia tertawa. "Gemes banget tauk!"
Aku semakin tersipu mendengar Mentari mengatakan itu semua. Terlintas dibenakku sepersekian detik, bagaimana ekspresi Angkasa saat bercerita tentang waktu - waktu yang dia habiskan denganku.
"Seneng deh aku bisa bener - bener ngobrol sama kamu Dis. Lain kali bolehkan kita hangout bareng?" Katanya, dengan mata hazel yang jenaka.
Aku tentu saja menganggukkan kepala, setuju dengan usulan Mentari.
"Nanti sekalian aku ajak yang lain. Biar seru. Biar mereka bisa kenal langsung sama ibu perinya Angkasa.."
"Astaga.. kamu berlebihan banget, Tari. Aku gak segemes itu untuk dipanggil ibu peri."
"Emang cocok ko, kamu dipanggil begitu. Aku setuju sama Mentari." Aku dan Mentari otomatis menoleh kearah sumber suara. Dan mendapti Angkasa berdiri disampingku dengan tangan berada disakunya.
"Nah!!! Emang kamu tuh tumplek banget persis kaya ibu peri!" Mentari menimpali dengan berapi - api.
Aku hanya terkekeh melihatnya. Dan sedikit terganggu oleh tawanya yang kini terasa tidak setulus saat sebelum Angkasa datang.