16 April 2005
Bali dan terlukanya Angkasa-ku.Pernah tidak kalian merencanakan banyak hal yang menyenangkan diotak kalian untuk dilakukan tapi tiba-tiba semua hancur bahkan sebelum kita sempat memindahkannya ke dalam buku catatan?
Aku sedang mengalami itu.
Pagi ini, hari kedua aku dan Angkasa di Bali kami melakukan banyak kegiatan dengan hewan terlantar diberbagai panti rehabilitasi, pengecekan kesehatan, pemberian vaksin bahkan hingga pembedahan luka yang hewan itu alami.
Angkasa sibuk kesana kemari begitu juga denganku, meskipun bukan anak kesehatan tapi ini bukan kali pertama aku datang ke acara garda satwa seperti ini. Angkasa sering membawaku ikut serta dan sampai akhirnya aku terbiasa dengan hewan-hewan yang terluka dan bergabung dengan komunitasnya.
Setiap nyawa itu sangat berharga tak terkecuali nyawa hewan sekalipun.
Pukul 13.00 WITA aku sedang menenangkan kucing yang terluka dibagian perut saat seorang rekan mengabarkan bahwa Angkasa mengalami kecelakaan saat sedang menuju ke rumah sakit untuk membawa seekor anjing yang terkena tumor di hatinya.
Aku bahkan tidak tahu jika Angkasaku pergi ke rumah sakit hewan siang itu.
"Tapi dia gak apa-apakan Mas?" Aku bertanya pada Mas Vio sembari berjalan dengan langkah cepat dengan tangan bergetar hebat.
Mas Vio itu teman kami dari Jakarta. Dia yang membawaku pada Angkasa hari itu.
"Saya belum tau Dis. Yang jelas Angkasa harus di pindahin ke rumah sakit yang lebih memadai."
Pertahananku runtuh saat itu. Aku bisa dengan mudah menebak keadaan Angkasa tidak baik-baik saja.
"Tenang ya? Angkasa pasti bisa bertahan." Kata mas Vio sambil menstater mobilnya.
Diperjalanan aku hanya diam dan berdoa dengan tubuh yang seolah tidak berpijak pada porosnya.
Angkasa... Aku terus memanggilnya dalam hati.
"Galdys.. tenang ya sayang bunda udah dijalan sama kak Arin udah dijalan mau susulin kamu sama Angka. Dia kuat kok. Jangan takut.." Bundanya Angkasa bicara ditelpon. Aku bahkan tidak bisa mengeluarkan kalimat apapun karena rasanya tenggorokanku dijejali banyak sekali gumpalan.
"Bunda udah mau take off. Nanti kita ketemu dirumah sakit ya sayang. Gladys jangan panik.." katanya lagi. Sebelum sambungan terputus. Dan aku tetap tidak bisa mengeluarkan suara bahkan sebatas kata "Iya".
Yang aku lakukan hanya mengangguk menatap ke arah jalanan dengan pandangan yang kosong.
Angkasa.. Jangan gini sama aku..
Sesampainya dirumah sakit aku dan Mas Vio tidak bisa langsung bertemu dengan Angkasa karena dia ada diruang tindakan bukan di Instalasi Gawat Darurat.
Angkasa pasti sedang melawan rasa sakit didalam sana. Tanpa bunda, tanpa ayah, tanpa kak Arin, tanpa Alhena dan aku..
Sebisa mungkin aku menahan air mata yang entah kenapa tidak bisa dikendalikan terus saja mengalir menganak sungai dipipiku.
Kalian tahu, saat ini rasanya untuk bernafas saja aku sangat sesak.
"Keluarga Angkasa Narundana?"
Aku dan mas Vio sontak berdiri dan menghampiri laki-laki paruh baya dengan pakaian serba putih itu.
"Saya rekannya dok. Dan ini calon istri pasien." Aku ingat betul jawaban Mas Vio saat itu.
"Pasien mengalami pendarah hebat di jantungnya. Dan benturan itu juga menyebabkan tulang rusuk pasien patah. Untuk saat ini kita belum bisa membawa beliau keluar dari rumah sakit untuk dipindahkan."
"Lakuin aja apapun yang terbaik untuk teman saya dokter."
"Tentu. Kami akan berusaha semaksimal mungkin. Dan kami juga sudah meminta bantuan beberapa dokter spesialis terbaik untuk didatangkan kemari."
Aku hanya diam disana. Terpaku melihat percakapan mereka tentang cara menyelamatkan Angkasa.
Aku bahkan bisa melihat Angkasa dengan banyak sekali alat-alat yang menopang tubuhnya dari celah kecil pintu yang terbuka.
Angkasa, yang pagi tadi masih bisa memelukku.
Yang tadi pagi membuatkan sereal strawberry kesukaanku.Angkasa, orang yang sama yang mengatakan dia ingin menikahiku pagi tadi dan menyematkan cincin manis yang sedang aku genggam ini ke jari manisku.
Angkasa, aku tau dibalik lembutnya awan yang menyelumti kamu ada banyak kejutan yang yang kamu simpan.
Setelah memberikan kebahagiaan, kenapa kejutan ini yang kamu berikan?
