#4

1.4K 197 31
                                    

Angkasa marah, untuk yang pertama kalinya.

2 Februari 2005

Seharusnya sore ini aku hadir dalam acara amal yang diadakan oleh yayasan dengan relawan yang lain. Namun kenyataannya aku harus tidur dan istirahat total diranjang rumah sakit dengan selang infus yang mengantarkan cairan kedalam tubuhku.

Seharusnya aku tidak menangis.

Seharusnya aku tidak sepanik ini.

Hanya karena Angkasa enggan berbicara denganku sesaat setelah membawaku ke tempat ini.

Aku masih ingat betul wajah kecewa seorang Angkasa saat mendapati tubuhku yang terkulai lemas diapartemen pagi tadi. Aku sakit dan Angkasa marah, karena aku enggan mendengarkan sarannya semalam.

"Kamu kedokter sekarang aja ya Dis? Aku jemput sekarang." Suaranya sarat akan kekhawatiran yang ketara diseberang sana.

"Gak usah, Ka. Aku gak apa - apa kok ini. Cuma memang ulu hati aku ngilu. Dan sedikit mengganggu."  Aku berusaha menolak dan terdengar decakannya.

"Pokoknya kalo sampe kamu kenapa - kenapa aku bakalan marah ya Dis sama kamu. Kabarin aku kalo ada apa - apa, aku bakal begadang ngerjain diktat." Dia mengakhiri panggilan.

Dan benar saja, sekitar pukul lima pagi, aku benar - benar tidak bisa menahan rasa sakit yang teramat dibagian ulu hatiku, entah karena asam lambung atau penyebab lain. Yang jelas aku langsung menghubungi Angkasa dan tidak lama setelahnya dia datang dengan wajah super panik dan kecewa.

"Aku udah bilang aku bakal marah kalo sampe kamu kenapa - kenapa, sekarang aku udah marah ya Dis sama kamu."

Aku terlalu lemah untuk bicara saat itu, dan membiarkan Angkasa membawaku kedalam pangkuannya dengan kokoh. Meskipun Angkasa sudah terang - terangan mengatakan dia marah, dia tetap menemaniku dari awal pemeriksaan hingga aku dipindahkan keruang rawat.

Namun dia memang benar - benar marah karena dia tidak bicara dan hanya berbincang menanyakan tentang kondisiku pada dokter, selebihnya ia lebih fokus pada ponselnya hingga tiba waktunya untuk dia pergi dan bergabung dengan yang lain untuk acara amal hari ini.

Aku hampir menyerah menunggu Angkasa datang hingga pintu terbuka dan pria yang sudah membuatku gusar seharian ini muncul dengan buket bunga peony yang cantik digenggamannya.

Dia berjalan kearahku dan duduk dikursi sebelah ranjang. "Masih sakit?"

Aku menggeleng lemah, sedetik kemudian air mataku jatuh.

"Jangan marah, aku minta maaf."

Angkasa tidak mengatakan apapun. Dia berdiri lalu duduk disampingku dan membawaku kedalam dekapannya yang menenangkan.

"Aku udah gak marah Purnama Arumia Gladis Cantika soon to be Narundana."  Dia menundukan kepalanya dan menatap mataku dengan tatapan yang akan membuatku merasa, bahwa aku dicintai dan dilindungi.

"Aku cuma gak suka, sama sifat kamu yang keras kepala dan gak mau dengerin apa kata aku. Padahal itu juga buat kebaikan kamu. Aku tau kamu gak mau bikin aku repot atau terbebani atau apapun yang ada didalam pikiran kamu.

Tapi dengan kamu sakit kaya gini, bikin aku ngerasa gagal, gagal untuk jaga kamu dan gagal memastikan kamu aman." Angkasa mengakhiri kalimat panjangnya dengan sebuah kecupan ringan dikeningku.

Aku menghirup nafas kuat - kuat. Menahan debaran yang lagi - lagi datang dengan semena - mena.

"Kamu marah sama aku, Ka. Dan aku takut. Kamu diem aja gak ngomong apa - apa."

Angkasa terkekeh geli dan mengeratkan dekapannya disekeliling tubuhku. Dan yang aku lakukan sungguh diluar kendali, karena aku malah mencari posisi yang nyaman agar bisa lebih lama berada didalam kungkungan kokoh lengan Angkasa.

"Jangan nakal mangkannya kalo gak mau aku marah. Jangan kaya tadi subuh lagi, kamu bikin aku takut.

Cepet sembuh ya.. Purnama. Angkasa is here, to hug you, to keep you warm and to take care of you." Dia melanjutkan kalimatnya lalu kembali mengecup pelipisku, namun kali ini lebih lama dan lebih melegakan.

" Dia melanjutkan kalimatnya lalu kembali mengecup pelipisku, namun kali ini lebih lama dan lebih melegakan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Buket bunga peony yang Angkasa bawakan,

untuk Purnama.

Dia, Angkasa✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang