#13

992 144 5
                                        

21 April 2005
Angkasa dan burung bangau.

Terhitung sudah 6 hari Angkasa tertidur dengan damai dibangkar rumah sakit. Dan selama 5 hari pula aku enggan beranjak dari sisinya.

Angkasa sudah berhasil melewati masa kritisnya dengan banyak sekali operasi yang ia lewati. Aku rindu Angkasa, aku rindu sekali sampai tidak bisa berkata-kata lagi.

Dia sudah dipindahkan ke rumah sakit di Bandung, Hasan Sadikin lebih tepatnya.

Meskipun hatiku selalu ngilu ketika melihat Angkasa yang terbaring lemah disini, aku tetap terus berada disisinya, dengan egois aku ingin dia melihatku saat nanti membuka mata dan kembali menjama dunia nyata.

"....Nah terus abis itu aku jalan dikoridor sendirian. Jahat banget kan Alice? Dia bilang aku centil mangkannya jatoh. Padahal aku gak tau apa-apa loh, Ka.."

Aku selalu mengajak Angkasa berbincang. Membicarakan banyak hal. Karena dengan begini rasa rinduku sedikit terobati. Meskipun pada akhirnya aku akan menangis tersedu karena sesak yang sudah tidak bisa aku tahan lagi.

"Kalo kamu gini terus aku sedih loh.. kamu bilang kamu gak suka kalo aku nangis. Angkasa.. Ayo bangun.."

Lagi-lagi tidak ada respon yang Angkasa berikan. Dokter bilang, keadaan Angkasa sudah stabil dan seharusnya dia sudah sadar juga dipindahkan keruang rawat biasa.

Tapi kenapa Angkasa begini.. Kenapa dia tidak juga membuka matanya..

Semakin hari rasa takutku akan kehilangan Angkasa kian menyiksa. Aku serasa ditempatkan diantara kepastian dan kebimbangan disaat yang bersamaan karena kondisinya yang stabil tapi tetiba bisa berubah menurun derastis.

"...aku bikin banyak banget burung bangau. Kata orang semakin banyak burung bangau yang kita buat semakin besar kesempatan untuk terkabulnya keinginan kita.. Angka.. bangun yuk.." Aku lagi-lagi terisak. Sendiri menahan sesak dan tekanan tajam didada.

Jika sudah seperti ini, rasanya aku menyesal selalu mendukung Angkasa berada diantara banyaknya kegiatan yang dia punya. Angkasa selalu meminta persetujuanku jika ingin melakukan sesuatu, dia tidak akan pergi kemanapun atau melakukan apapun yang tadinya hendak dia lakukan jika aku berkata tidak atau sedikit saja melihat gelagat ketidaksetujuanku ketika ia mau melakukan sesuatu.

Pernah suatu hari, Angkasa ingin turun kejalan bersama banyak sekali aliansi mahasiswa yang memperjuangkan suara rakyat, dia bercerita dengan menggebu, tapi aku tidak begitu antusias karena tahu, bahwa setiap aksi yang dilakukan mahasiswa hanya sedikit yang tidak melibatkan kekerasan didalamnya.

Saat itu aku terlalu takut sesuatu yang buruk terjadi pada Angkasa maka dari itu aku mengatakan aku sedikit keberatan dia bergabung dengan teman-teman yang lain disana.

Aku pikir Angkasa tidak akan mendengarkan keegoisanku itu. Ternyata tidak. Hari dimana aksi dilakukan, Angkasa malah pergi denganku kesebuah festival budaya di daerah Garut.

Seharusnya aku tetap begitu. Seharusnya aku bersikap egois lebih banyak lagi untuk melindungi Angkasa..

Mengingat betapa mengenaskannya kondisi Angaksa saat pertama kali dibawa ke rumah sakit dadaku terasa dihimpit dinding tak kasat mata, membayangkan sebesar apa rasa sakit yang Angkasa terima saat kejadian nahas itu terjadi.

"Angkasa.. kalo kamu bangun nanti, aku beneran bakal jadi Gladys yang super protective sama kamu. Aku bakal lebih banyak egois lagi sama kamu.. Aku gak mau kamu kaya gini lagi, rasanya sakit banget, Ka.. Hati aku sakit liat kamu kaya gini.."

Lalu saat itu setelah aku mengungkapkan apa yang aku rasakan. Bunyi denging yang nyaring dari alat detektor detak jantung Angkasa terdengar. Dan duniaku terasa berhenti berputar saat itu juga.

Dia, Angkasa✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang