1. My Real Name is Dolly Park

958 40 104
                                    

"Apa maksudmu?" tanya Kory tidak mengerti.

Dolly menoleh ke arah Franklin dan Limo dan keduanya mengangguk. Kory dan yang lain menoleh ke arah mereka berdua dan mereka memicingkan kedua mata mereka, curiga.

"Apa ayah tahu sesuatu tentang hal ini?" tanya Ryan.

Franklin menghela nafas dan menunduk sejenak lalu menengadah, menatap ke arah sang anak.

"Ya."

Kedua tangan mereka berlima mengepal erat. Limo yang melihatnya hanya memejamkan mata. Ia paham, amat sangat paham dengan perasaan mereka. Ya, siapa yang tidak sedih dan kesal mengetahui orang yang mereka sayang menyembunyikan suatu rahasia? Apalagi ini rahasia yang berasal dari akar, yaitu akar sebuah kisah di masa lalu dan itu disembunyikan selama satu dekade lebih?

Sungguh, hal ini membuat mereka merasa seperti bodoh karena tidak tahu apa-apa. Mereka merasa seperti...ditipu dan dibodohi?

Daripada melihat Ryan dan yang lain marah kepada Franklin dan Limo, Dolly berdehem sehingga perhatian mereka beralih kepadanya. Syukurlah usahanya berhasil sementara Franklin dan Limo membuang muka sembari menghela nafas lega.

"Sebelum aku menjelaskan semuanya, ada yang ingin kutanyakan lebih dulu pada kalian."
"Apa?" tanya Ryan. Raut wajahnya berubah serius, tidak lagi memancarkan raut wajah kesal seperti sebelumnya.

"Apakah mereka berdua, Ibuku, dan atau Dilly, telah bercerita tentang kisah Kakek Siwon dan Nenek Ma kepada kalian?"
"Sudah," jawab Dylan.

"Tentang kematian ayah dan ibu kita?"
"Sudah," jawab Ryan.
"Baguslah. Dengan begitu aku tidak perlu menjelaskannya dari awal."
"...."

"Mungkin sedikit di kisah tentang kematian orang tua kita."
"...."

"Perlu kalian ketahui bahwa saat Nenek Ma mengumbar sumpah serapahnya setelah membunuh ayahku, ibu angkat Dylan, adik angkat Dylan, dan ibu Ryan serta Kory, nyatanya yang berada di situ bukanlah Dilly, seseorang serupa diriku yang selama ini kalian kenal. Melainkan diriku sendiri."

"Apa?" ucap Nathan terkejut.
"Itu benar."
"Te-tetapi, bagaimana-" ucap Kory namun dipotong oleh ucapan Dolly.

"Itu karena Dilly sendiri saat itu sedang berada di rumah karena demam. Dia di rumah bersama pengasuh kami."
"...."

"Saat itu, aku benar-benar marah. Ingin rasanya aku meninju mukanya lalu mencekik lehernya!"
"...."

"Aku ingin meledak saat itu juga. Tetapi, aku bingung mau berkata dan berbuat apa. Akhirnya, aku hanya bisa mendengarkan ocehannya saja. Namun, dalam hati aku berjanji akan membalas dendam padanya dan bertekad untuk melindungi kalian."
"...."

"Saat pulang, Ibuku membiarkanku dan memilih mengurung diri di kamar. Aku yang turut menangis malah menceritakan semuanya kepada Dilly termasuk janjiku kepada kalian, dan itu membuatnya ikutan sedih bahkan sampai demamnya meninggi ketika malam tiba."
"...."

"Keesokan paginya, Dilly mulai membaik. Tetapi, sebuah berita membuatku merasa seperti tertimpa ribuan batu."
"...."

"Ibuku menemui Paman Limo dan Doktor Char lalu mereka berdiskusi tentang rencana selanjutnya. Rupanya, Paman Limo mengusulkan bahwa mereka sebaiknya kabur. Padahal keadaan mereka masih berduka dan Dilly masih belum sehat walau sudah membaik."
"...."

"Awalnya, aku dan Dilly akan ikut Ibu kami. Tetapi, mengingat bahaya saat itu masih sangat tinggi, maka Ibu memutuskan kami untuk berpisah dengan harapan persentase kami tertangkap oleh Nenek Ma mengecil."
"Lalu?" tanya Suho.

"Awalnya, Ibu hendak membawaku bersamanya. Itu karena Ibu pikir Nenek Ma akan mengincarku karena saat itu aku yang datang ke pabrik dan melihat semuanya."
"...."

Six Loves for My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang