Setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit, akhirnya Dolly sampai di perusahaan cabang milik neneknya. Ketika memasuki lobi, semua karyawan menunduk memberi hormat kepadanya. Itu karena berita tentang kedatangannya sudah tersebar luas ke seluruh penghuni perusahaan ini. Bahkan kabar tentang kepindahannya ke perusahaan ini dan keputusannya untuk memimpin perusahaan cabang. Ya, berterima kasihlah pada orang kepercayaannya yang ia hubungi tadi pagi dan ia yang telah mengkoordinasikan dengan direktur yang selama ini memimpin perusahaan cabang. Dan ajaibnya, ruangannya sudah dipersiapkan hari ini juga.
"Selamat pagi, Nona Dolly."
"Nona."
"Selamat pagi.""Ya, selamat pagi," jawab Dolly sembari tersenyum simpul, meski ia tidak arahkan ke satu persatu karyawan di perusahaan tersebut (ia tujukan untuk semuanya kok).
"Ada yang bisa saya bantu, Nona?"Dolly berhenti melangkah dan ia pun berbalik. Ditatapnya seorang pria berambut kuning dengan senyum manisnya tengah menunduk memberi hormat.
"Apa kau Ethan, direktur di perusahaan cabang ini?"
"Ya, Nona."
"Bisa kita ke ruanganmu sebentar?"
"Baik, Nona."Ethan melangkah lebih dulu untuk menunjukkan jalan sementara Dolly mengikuti di belakangnya. Sepanjang perjalanan banyak yang menatap ke arah Dolly. Ada yang takjub, terpesona, bahkan jatuh hati dibuatnya.
"Eh, itu Nona Dolly, kan?"
"Ya, kau benar."
"Dia kan CEO di perusahaan pusat?"
"Sedang apa dia di sini?"
"Entahlah.""Wah, dia cantik sekali meski pakaiannya kasual," tanya seorang karyawan pria. Ya, seluruh penghuni karyawan tahu bahwa Dolly ada di kota ini dan mungkin akan berkunjung di waktu cutinya. Jadi, mereka tidak akan heran jika hal ini sampai terjadi.
"Apakah dia bidadari?"
"Dia bahkan lebih cantik daripada malaikat."
"Kau tahu, mendadak aku jatuh cinta padanya.""Andai dia jadi kekasihku."
"Andai dia jadi istriku dan jadi ibu dari anak-anakku.""Hey, kau mau dimarahi istri dan anakmu?" ucap seorang karyawan kesal kepada tamannya. Ia cemberut melihatnya sementara temannya malah nyengir kuda.
"Hehe, bercanda."Meski pandangan Dolly tampak lurus ke depan, tetapi bukan berarti ia tuli sama sekali. Meski ia tampak biasa saja, namun sebenarnya ia ingin menepuk dahi.
Baiklah, ia tidak masalah dengan anak buahnya yang terkejut melihatnya berada di sini. Tetapi tidak dengan mereka yang terpesona padanya. Bukan, bukannya apa-apa (benci, muak, atau ingin menghina). Tetapi, siapa yang tidak sweatdrop mendengarnya?
Kalau Dilly ada di sini dan ia yang dikomentari, mungkin Dilly hanya akan tertawa hambar. Tetapi, kalau yang di sini adalah Nathan dan atau Kory dan mereka mendengar semua komentar tersebut....
Dolly tidak bisa menjamin bisa menyelamatkan nyawa mereka dari lima orang 'Hulk' karena ia bukan supergirl- ralat, Black Widow.
Baiklah, abaikan ini.
Tiba-tiba, Dolly jadi teringat dengan kejadian tadi malam tentang Mavrik dan Nathan. Sungguh, rasanya ia ingin membakar seluruh gedung ini saking kesalnya. Ia tidak peduli apakah ada orang atau tidak dan ia tidak peduli apakah mereka mati atau hidup. Yang penting kekesalannya pada Nathan telah ia luapkan.
Namun, ia bersyukur ia bisa mengendalikan dirinya. Ah, ia tidak mungkin sejahat itu pada anak buahnya, kan? Ya kali hanya karena tindakan seorang Nathan ia sampai hati membakar gedung ini? Ia belum menikah, punya anak (walau sudah punya Norman), dan cucu. Jadi, ia belum ingin mati di tangan Neneknya karena ia yang ditusuk dari belakang oleh sang Nenek.
Baiklah, ini berlebihan. Abaikan lagi bagian ini.
'Sabar, sabar,' gumam Dolly dalam hati sembari mengelus dadanya agar hatinya bisa tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Six Loves for My Son
FanficLima tahun berlalu sejak kematian Dolly Park, kekasih Ryan, Kory, Dylan, dan Nathan, sekaligus ibu asuh Norman. Kehidupan mereka berempat yang sedikit demi sedikit telah ditata, kini malah dibuat berantakan dengan hadirnya seseorang bersama cinta, c...