30. Dolly & Nokwon's Past (1)

332 18 62
                                    

Sementara itu...

"Mmmhh...."

Perlahan kedua mata Norman terbuka dengan kepala yang sedikit menggeleng. Awalnya tampak buram sehingga ia harus mengerjapkan kedua matanya beberapa kali. Setelah nampak jelas, ia menoleh, melihat ke sekitarnya.

Ruangan dimana ia berada tampak bertembok putih namun kotor. Sepertinya tembok tersebut kotor karena debu atau karena kotoran lainnya (misalnya tanah). Di sekelilingnya terdapat banyak sekali kursi rusak. Lantai ruangan tersebut juga kotor seperti tak pernah disapu. Jelas kondisi ruangan yang sedemikian rupa menunjukkan bahwa Norman bukan berada di kamar baik di rumah Dolly, rumah ketiga ayahnya, atau di rumah Ayah Keempat, melainkan di sebuah rumah di tempat lain. Pertanyaan yang timbul adalah sebenarnya dimana ia berada sekarang?

Dan Norman pun menangis.

"Hueeee...."

Melihat Norman yang menangis menunjukkan bahwa Norman tidak lagi dalam pengaruh hipnotis. Pertanyaan selanjutnya yang timbul adalah sejak kapan Norman sadar dari pengaruh hipnotisnya?

"Hueee....ibu...ayah...."

Tanpa Norman sadari pintu ruangan terbuka menampilkan seorang pria muda berambut cokelat dengan tampang yang imut dikuti oleh beberapa anak buahnya. Bukannya menenangkan Norman, pria itu malah menyeringai lalu berjalan mendekat ke arah Norman.

"Hahaha. Selamat datang di rumah barumu, Norman," sapa pria itu lalu merentangkan kedua tangannya ke sisi kiri dan sisi kanan.

"Ini bukan rumahku! Ini bukan rumah ayah dan ibu!" sanggah Norman dan ia pun meronta karena tubuhnya kini terikat dalam posisi duduk.

"Maksudmu Ibu yang bernama Dolly Park dan ayahmu yang bernama Ryan Char si pria yang tenang, Kory si tukang marah, Dylan yang dingin, Suho si artis yang jago taekwondo, dan Nathan si penyabar?"

"...." dan Norman hanya bisa diam saja sembari mendengarkan ocehan Nokwon- ralat, kicauan Nokwon. Kedua bibirnya melengkung ke atas dengan kedua mata yang berkaca-kaca.

"Hahaha. Ahahahaha. Ahahaha," dan Nokwon tertawa terbahak-bahak.
"Lepaskan aku!" teriak Norman.
"O, tidak bisa," ucap Nokwon sembari menggerakkan jari telunjuk ke kiri dan ke kanan tanda 'tidak'.

"Lepaskan aku! Aku mau bertemu Ibu dan Ayah!!!" teriak Norman dan ia pun kembali meronta namun nihil karena ikatannya lumayan kuat.
"Ha, aku ingat."
"Apa?"

"Ngomong-ngomong soal Ibumu, aku belum memberitahunya tentang keadaanmu. Sebentar. Aku akan menelepon ibumu."
"...."

Nokwon bergegas berjalan menjauh dari Norman sembari mengambil smartphone yang tersimpan di sakunya. Tampak ia menekan beberapa tombol lalu menempelkan smartphone ke telinganya. Setelah itu ia mulai berbicara namun bolak balik menekan tombol. Sepertinya sambungan telepon bolak balik terputus.

Saat Nokwon kembali menempelkan smartphone untuk ketiga kalinya, ia tampak menyeringai. Tidak lama kemudian, ia bicara sebentar lalu berjalan ke arah Norman dan mendekatkan smarphonenya ke arah telinga Norman.

"Katanya ibumu ingin bicara denganmu."
"Ibu...hueeee....tolong aku...."

"Norman!"

"Ibu-" baru saja Norman hendak memanggil ibunya lagi, smartphone tersebut malah dijauhkan bersamaan dengan Nokwon yang menjauh dari Norman. Ia kembali berbicara dengan si penerima telepon lalu sambungan telepon pun diputus oleh Nokwon.

"Ibu...."

"Aku akan melepaskanmu tetapi dengan satu syarat," ucap Nokwon sembari menyeringai.
"A-apa?" tanya Norman sembari sesenggukan. Tampak air matanya berlinang membasahi pipinya.

Six Loves for My SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang