(06) Gelembung

154 14 0
                                    

Di dalam kegelapan, aku bertemu dengan setitik cahaya. Cahaya itu seperti magnet yang menarikku. Aku ditarik olehnya sehingga lebih dekat dan sangat dekat, hingga aku bisa melihat secara jelas sumber dari mana cahaya itu berasal. Cahaya yang sangat cantik itu ternyata berasal dari seorang wanita Muslimah yang begitu cantik, hingga membuatku terkagum-kagum olehnya.

Cahaya itu menatapku dan berkata, "Apakah kau akan bahagia, jika hidup hanya sampai enam belas tahun? Namun, kauhidup di masa keragaman di dunia masih ada?"

Aku tidak tahu maksud dari pertanyaannya itu. Spontan aku menjawab, "Justru aku akan sangat bahagia hidup seminggu di mana dunia tidak mempunyai keberagaman, tepatnya perbedaan."

"Mengapa? Bukankah perbedaan dan keberagaman adalah pemberian Allah?" sanggah wanita tersebut.

"Aku sudah sering mendengar orang mengatakan hal itu, perbedaan adalah keindahan, pemberian Tuhan dan semacamnya. Aku juga menyadari hal itu, tetapi, aku lebih berpendapat bahwa perbedaan adalah ujian yang diberikan oleh Tuhan. Namun, sayangnya, banyak yang tersesat oleh perbedaan, itulah perbedaan yang berperan sebagai penutup, penghambat, dan penghancur segalanya," jawabku tegas.

Wanita itu tersenyum, lalu pergi membawa semua kehangatan dan cahaya yang hanya sesaat aku rasakan. Apakah jawabanku telah membuatnya marah? Apakah jawabanku salah di matanya? Padahal aku memberikan jawaban yang sebenarnya dari lubuk hati kemanusiaanku, karena memang perbedaan yang menghancurkan segalanya. Apakah ini penyebab mengapa aku selalu ditinggal dan merasa sendiri, hanya karena aku terlalu jujur dengan perasaanku?

Dalam kegelapan, aku melihat pantulan cahaya dari kolam air. Yang membuat kolam air itu aneh adalah, kolam tersebut berada di atas dan melayang-layang di kepalaku. Mungkin aku sudah terbiasa dengan semua keanehan ini sehingga tidak terlalu membuatku terkejut. Namun, air itu tiba-tiba mendekat dari atas ke bawah hingga akhirnya menenggelamkanku. Penderitaan apa lagi yang harus aku alami? Aku kesulitan bernapas di sini.

"Tolong, siapa saja tolong aku? Air ini membuat tubuhku lemas." Kedalaman air ini membuat tekanan menjadi sangat kuat, hingga aku sulit bergerak. Belum lagi aku tidak tahu di mana permukaan, di atas atau di bawah. Tak tahan melawan tekanan air dan kesulitan bernafas, akhirnya tubuhku pasrah dan membiarkannya pingsan, tenggelam di kedalaman air yang tidak mempunyai arus tetapi sangat dalam dan dingin.

Ternyata air itu tidak menenggelamkanku, aku masih terjaga sepenuhnya, walaupun semua ini mungkin hanyalah ilusi. Di dalam air, aku melihat banyak sekali gelembung yang merefleksikan kenangan atau memori seseorang. Ketika aku menyentuh gelembung terkecil yang berada di dekatku, aku melihat sosok bayi mungil yang diberi nama Sarah Laila oleh ibunya, terlihat sang ibu sangat menyayangi putrinya itu. Alasan ibunya memberi nama Sarah Laila, itu berarti bahwa ibunya ingin putrinya menjadi tegar, setegar Sarah istri Nabi Ibrahim, dan Laila yang berarti malam, yang jika digabungkan berarti wanita tegar walau di kegelapan malam.

Namun sayangnya, ketika bayi Laila berumur sekitar 6 bulan, ia sudah ditinggal ibunya, karena penyakit yang menggerogoti ibunya sudah tidak bisa dilawan lagi. Ibunya hanya meninggalkan sebuah kalung, sebagai kenangan terakhir. Tentunya ayah Laila yang bernama Kumail Ziyad sangat terpukul kehilangan orang terkasihnya. Belum lagi sang ibu meninggalkan harta karun yang sangat berat untuk ditinggalkan. Ingatan ini membuatku mengenang sosok ibu yang telah membesarkanku hingga kini, walau aku merasa tidak pernah menyakiti ibu, mungkin saja ... ah, sudahlah, meneruskannya hanya akan membuatku ingin pulang ke rumah, karena saat ini aku tidak tahu aku bisa pulang atau tidak.

Aku menyentuh gelembung lain, di ingatan ini aku melihat Laila berumur 5 tahun. Ia tumbuh sebagai anak yang sangat ceria walau tanpa kasih sayang seorang ibu di tiap detik hidupnya, tetapi ia bisa merasakan begitu besar kasih sayang ayahnya yang bisa mewakili kasih ibunya. Tidak mau orang lain yang membesarkan anaknya, pak Ziyad selalu membawa Laila ke mana pun ia pergi, bahkan ketika saat ia sedang bekerja. Beliau mempunyai pekerjaan sebagai Pahlawan Kebersihan, di tempatnya pekerjaan sebagai pembersih lingkungan dianggap sebagai pahlawan. Di sini aku melihat pekerjaannya hanya melihat, mengontrol, dan mengendalikan robot-robot khusus untuk membersihkan sampah dan debu di tiap sela-sela kota. Tugas lainnya adalah memelihara kehijauan taman dan pohon di tiap badan jalan. Aku tidak menyangka, kota yang ditinggali oleh Laila adalah kota yang modern nan canggih, akan tetapi tetap bersih. Perangai sang ayah pun sangat baik, ramah, penyayang, dan pekerja keras. Sosok ayah seperti pak Ziyad ini adalah sosok ayah idaman.

Gelembung Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang