Laila dan ayahnya sudah siap untuk pergi jalan-jalan di pagi hari yang cerah, dengan udara yang sejuk menyambut mereka berdua ketika keluar dari rumah. Tampak jajaran rumah modern di kompleks tersebut berjajar dengan rapi, bersih, dan asri. Banyak sekali penduduk kompleks yang sedang berolahraga, bersantai dengan keluarga, atau sekadar mencari udara segar bersama hewan peliharaannya. Semua pemandangan ini sangat menyejukkan hati dan perasaan. Betapa indahnya pemandangan damai seperti ini, membuatku ingin hidup selamanya di sini.
Namun, ada pemandangan yang mengganggu pikiran. Di ujung pandang, aku seperti melihat dinding besar mengelilingi kota ini.
Apa yang dilihat oleh Laila juga bisa dilihat olehku, dan dari keluar rumah hingga saat ini, aku hampir belum melihat mobil atau kendaraan lainnya yang berbahan bakar bensin. Kendaraan yang aku lihat hanyalah sepeda dan transportasi umum, seperti bis dan kereta yang menggunakan tenaga listrik. Pikirku kala itu, apakah persediaan bensin di masa ini sudah habis? Atau kini semua yang berhubungan dengan bahan bakar fosil beralih ke tenaga listrik agar lebih ramah lingkungan?
Apa pun alasannya, pemandangan ini membuatku berpikir seolah ini bukanlah di negaraku, seperti di luar negeri saja. Di mana kebanyakan orang lebih memilih untuk berjalan kaki atau menggunakan sepeda. Sepeda yang aku lihat itu juga bermacam-macam. Dari mulai yang seperti biasa yang hanya bisa mengangkut satu orang, hingga ada sepeda yang didesain seperti mobil dan bisa mengangkut hingga belasan orang. Aku kira sudah ada kendaraan anti gravitasi alias melayang, ternyata sejauh ini belum kulihat. Banyak pula barang-barang elektronik yang memanfaatkan tenaga surya, hingga sepeda pun menggunakan tenaga surya jika si pengendara kelelahan mengayuh.
Setelah keluar dari perumahan dan kini Laila dan ayahnya berada di perkotaan. Pandanganku tertuju pada gedung-gedung tinggi pencakar langit, kokoh, megah, dan rata-rata memiliki dua ratus lantai, bahkan lebih. Dari mulai gedung hotel, apartemen, mal, perkantoran, dan lain-lain. Jika ini di masaku, biasanya ketika ada gedung-gedung menjulang tinggi nan megah, di sampingnya ada perumahan kumuh yang sangat memperlihatkan kesenjangan sosial. Tetapi di masa ini, pemandangan itu benar-benar lenyap. Mungkin semua penduduk sudah diarahkan untuk tinggal di perumahan atau di apartemen, sehingga gedung-gedung kini sudah tidak 'dihiasi' oleh perumahan kumuh yang memprihatinkan, melainkan oleh pohon-pohon besar nan rindang di bawahnya. Warna metalik kaca kini sudah diimbangi dengan warna hijau yang menyejukkan pandangan. Jika diibaratkan, seperti ada gedung di tengah-tengah hutan. Aku kira gedung-gedung di masa depan akan menjadi simbol perbedaan antara si kaya dan si miskin, tetapi untunglah itu tidak terjadi.
Setelah sekitar satu jam berjalan, kami sudah sampai di taman kota. Taman ini benar-benar sejuk, dengan pepohonan besar yang berjajar sangat rapi. Berbagai macam bunga tumbuh di sana, menambah kesan nyaman untuk menyejukkan pikiran dan menenangkan hati. Sebenarnya ayah Laila dan timnya bekerja di taman ini, menanam, menata, membersihkan, menyirami dan merawat semua tanaman yang ada di sini. Hampir setiap hari beliau ada di sini.
Ketika Laila dan ayahnya sedang duduk di kursi taman, ia bertanya, "Ayah tidak pernah bosan dengan semua warna hijau di sini?"
"Bosen juga, kalau lama-lama. Tapi, hari ini beda dan lebih bermakna. Karena kamu akhirnya bisa jalan-jalan bareng ke taman yang Ayah rawat," jawab Ayah dengan senyuman.
Orang-orang berteduh di bawah pohon, para orang tua yang sedang bermain dengan anaknya di rerumputan, para penduduk lainnya yang sedang berkunjung ke taman juga turut melengkapi kenyamanan yang disuguhkan di masa depan. Bahkan hingga saat ini aku tidak melihat adanya pengemis atau orang yang kurang mampu, padahal di sini pusat kota. Berbeda jauh dengan apa yang selama ini aku bayangkan tentang masa depan yang penuh dengan kehancuran dan penderitaan. Ternyata itu tidak terwujud, dan yang terwujud hanyalah kesejahteraan dan keadilan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelembung Waktu (END)
Fiksi RemajaHeran, ketika melihat teman-temanku memulai pertengkaran perihal ibadah. Padahal hubungan kami awalnya baik-baik saja. Entah pikiran negatif apa yang membuatku berpikir, andaikan tidak ada perbedaan yang menjadi biang pertikaian, terutama agama. Nam...