(13) Akhir

80 10 0
                                    

Lambat laun, sambil memperbaiki semua kerusakan yang telah terjadi, kemajuan pola pikir dan inovatif orang-orang terpilih pada masa itu, membuat semuanya jauh lebih baik.

Berita baik datang, ketika salah satu ilmuan terbaik saat itu, berhasil menciptakan vaksin yang bisa memperkuat imun tubuh sehingga kebal akan virus apa pun. Bahkan virus yang sulit terdeteksi itu, selain oleh sistem imunitas yang sudah dikembangkan. Penemuan itu terbukti sangat efektif dan disetujui oleh Pemerintah untuk disebarluaskan ke seluruh penjuru kota, tidak ada yang terlewat dari penyuntikan vaksinisasi rutin tersebut.

"Kamu tahu Laila, salah satu pencipta vaksin itu adalah nenekmu."

Namun, di sinilah bagian pengorbanannya. Virus baru ini bersembunyi di antara sel-sel otak. Niat hati ingin mengobati masyarakat dengan membunuh virus, vaksin tersebut malah turut menghapus sel-sel yang mengingat trauma. Dampak besar pun dirasakan oleh generasi baru yang lahir tanpa ada gairah untuk meyakini sebuah agama. Karena salah satu trauma terberat yang mereka ingat, adalah kehancuran yang disebabkan oleh pertikaian agama.

Ditambah, semua berkas tentang kejadian buruk di masa lalu dihilangkan secara permanen demi menghindari trauma. Namun, hal itu malah menghilangkan bukti bahwa negara ini dulu mempunyai agama dan keberagaman budaya yang berlimpah. Tetapi, semuanya sudah terlambat. Generasi selanjutnya, generasi ibu Laila sudah buta akan masa lalu mereka.

"Kehidupan menjadi monoton dengan pola yang berulang-ulang tanpa semangat murni yang diwujudkan dari dalam diri. Tetapi, Ibu ... Ibumu ini, Nak, ternyata tidak diberikan vaksin apa pun oleh orang tua Ibu. Sehingga Ibu masih bisa memahami apa itu indahnya agama, apa itu indahnya perbedaan yang di masa ini telah hilang. Namun, sebagai bayarannya tubuh Ibu ini tidak akan bertahan lama karena virus di di tubuh Ibu semakin ganas," ujar ibu Laila.

Ibu Laila menangis dan menambahkan, "Begitu pula ... tubuh Laila tercinta. Ibu selalu menyembunyikan Laila di saat ada penyuntikan vaksin rutin sewaktu bayi, agar Laila masih bisa merasakan apa yang Ibu rasakan. Maafkan Ibu telah egois."

Video rekaman itu ditutup, oleh permintaan maaf.

Aku sangat malu jika masih menanyakan alasan kepada Laila, mengapa ia mau menerima tawaran si Bayangan setelah mengetahui semua ini. Aku benar-benar tidak bisa memikirkan apa pun saat ini, hingga aku tidur terlelap malam itu. Rasa sakit mulai menggerogoti tubuh ini, terutama bagian keapala. Hati ini pun sudah sangat rapuh untuk merasakan kekosongan yang sudah mulai berkarat. Mata ini sudah sangat lelah dan ingin rasanya kupejamkan untuk waktu yang lama, atau mungkin selamanya.

"Fia, masih ada harapan. Jangan mudah menyerah. Ketika jiwa Laila mati, aku akan membersihkan tubuh itu dari virus. Agar kau bisa mengendalikan penuh tubuh milik Laila, dan tinggal untuk selamanya di masa ini," ujar si Bayangan.

"Fia!"

"Laila?"

"Mengenai apa yang dibicarakan oleh si Bayangan, itu merupakan tawaran manis bukan? Ketika ia mengatakan bahwa aku akan senang jika kamu menggantikanku di tubuh itu, agar ayahku tidak menanggung kesedihan yang berat," ucap Laila, kami bertemu lagi di mimpi.

"Laila ... aku akan menggantikanmu di tubuh–"

"Tetapi, ini bukanlah masamu, Fia! Ini bukanlah zamanmu! Kamu tidak akan kuat menanggung kehampaan seorang diri di tempat yang bukan milikmu. Ini bukanlah tempatmu untuk melangsungkan hidup. Tolong, jangan lari lagi dari kehidupan lagi!" Pernyataannya membuatku terpojok.

"Apakah kamu rela membiarkan ayahmu hidup sendiri?"

"Aku tidak mau ayahku sendiri dan terus merasakan kehilangan," balas Laila.

"Maka dari itu, biarkan aku menggantikan posisimu," tawarku.

"Aku malah berpikir, inilah saatnya agar ayah mau menikah lagi dan membangun keluarga baru. Setelah terbebas dari beban selama mengurusku yang lemah ini," sanggah Laila.

Gelembung Waktu (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang