Hubungan kami dipaksa merenggang. Kalimat itu menggambarkan betapa dinginnya situasi setelah semua ini. Di keesokan harinya, satu sama lain dari kita tidak ada yang saling berbicara. Aku yang tadinya terkagum-kagum pada Mar, menjadi diam tak bisa memulai suatu pembicaraan. Sasa pun sama denganku, hanya termenung lemas di dalam kelas. Sedangkan Izal si badut lincah, sepenuhnya hilang energi. Bahkan, Tesya dan Syafira tidak masuk sekolah. Padahal, masih ada satu orang lagi, si Misterius yang belum melompati waktu.
Singkat cerita, di jam istirahat kedua, Mar tertidur lelap di atas kursi dan mejanya sendiri. Setelah tujuh menit berlalu, ia kembali bangun dengan muka yang lebih malas dari sebelumnya. Bedanya, aku sama sekali tidak ikut campur dalam prosesnya dan ia pun tidak heboh ketika bangun dari fenomena itu.
Jam pelajaran setelah istirahat kedua sudah dimulai, semua murid masuk ke ruangan. Namun, guru yang mengajar kami tidak hadir dan di situlah muncul istilah 'jam kosong' yang sangat dinanti oleh para murid. Tawa canda saling bersahutan dari baris kanan hingga baris kiri, membuktikan bahwa suasana kelas sedang berbahagia di jam-kos ini. Namun, tidak bagi kami, aku sendiri pun bingung bagaimana menjelaskan raut muka dan perasaan kami setelah mengetahui cerita tragis kemarin. Seolah kami larut dalam kegelapan dan tidak menerima secercah pun cahaya, hal ini membuat kami sangat putus asa.
Aku hanya diam di kursi, bingung tanpa sedikit pun rasa. Sasa diam di kursinya dengan tatapan hampa. Izal memberatkan punggungnya ke belakang sambil menutup mata. Mar diam di kursinya dengan wajah tanpa ekspresi seperti biasa.
Jam kosong terus menemani kami hingga bel pulang sekolah berbunyi, semua siswa-siswi telah meninggalkan ruangan, Izal membereskan bukunya ke dalam tas dan pulang 1ebih dulu tanpa mengucapkan satu patah kata pun. Disusul oleh Sasa yang sama-sama diam. Kini hanya ada aku dan Mar di dalam kelas, tidak melakukan apa-apa hingga pukul 04.00 sore. Aku tidak tahu suasana kikuk seperti ini akan berlanjut sampai kapan. Aku tidak tahu Mar sedang menanti siapa hingga ia belum pulang juga, aku sendiri pun tidak tahu mengapa tubuh ini tidak mau bergerak dan kaki ini enggan melangkah pulang.
Hingga akhirnya, aku memberanikan diri untuk bertanya, "Mar, apa yang kamu lihat tadi?" Posisi kami duduk masih di kursi masing-masing, bersebelahan di kursi paling belakang.
"Awal dan dalang dari semuanya," jawabnya singkat.
"Maksudmu ... Tesya?" tanyaku memastikan.
"Aku sempet berpikir, kalau masa depan kayak gitu cuma akal-akalan si Bayangan dan nggak bener-bener akan terjadi. Tapi, waktu lihat sumber dari Butterfly effect ini, melihat runtutan kejadiannya jelas dan detail, aku semakin yakin," Mar menjawab dengan mata terpejam dan helaan napas berat, "Aku lah penyebab utamanya."
"Kok bisa?" tanyaku terkejut. "Bukannya kamu berperan paling penting untuk ngelawan teror ini? Emangnya kesalahan apa yang udah kamu lakuin? Sampai begitu yakin kalau kamu itu adalah dalangnya?"
"Bakalan rumit kalau aku jelasin," elak Mar.
"Padahal sebenernya ini semua salahku!" ungkapku. "Kamu nggak tahu? Ini semua, kejadian ini semua itu berawal dari pikiran aku. Semua kejadian di masa depan yang hancur itu, gara-gara aku yang selalu diam dan nggak pernah ada usaha buat memperbaiki atau mencegah masa depan yang akan hancur. Aku selalu diam, Mar! Aku nggak tahu harus ngapain buat nyelamatin semuanya. Tesya, Sasa, Syafira, sama Izal. Apalagi cara buat nyelamatin Laila. Aku nggak tahu itu, nggak tahu gimana caranya menyelamatkan mereka, menyelamatkan masa depan. Padahal itu semua gara-gara aku, masa depan mereka hancur gara-gara aku!"
Aku menangis tersedu-sedu setelah mengungkapkan semua rasa bersalahku kepadanya, untuk menyesal pun sepertinya sudah terlambat. Namun, tak kusangka, reaksi yang kudapat darinya justru membuatku bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gelembung Waktu (END)
Teen FictionHeran, ketika melihat teman-temanku memulai pertengkaran perihal ibadah. Padahal hubungan kami awalnya baik-baik saja. Entah pikiran negatif apa yang membuatku berpikir, andaikan tidak ada perbedaan yang menjadi biang pertikaian, terutama agama. Nam...