Banyak wajah baru. Mereka semua terlihat ramah dan menyenangkan. Beberapa dari mereka berasal dari luar Jepang, termasuk aku. Ini tak seburuk itu, tapi aku tetap saja masih canggung dengan situasi ini. Bertemu dengan orang baru, mereka semua baik padaku. Kuharap itu wajah asli mereka. Sepulang dari kampus aku berkeliling di sekitarnya, kudengar dari Ken ada sungai besar dengan jembatan yang indah di dekat sini. Tapi Ken bilang aku harus membawa seseorang kemari, lebih baik tidak sendirian. Entah kenapa. Mungkin jembatan ini tempat bunuh diri (?) entahlah.
Meow meow
Ya Tuhan aku tidak suka suara itu. Aku takut dengan anak kucing. Mungkin mereka lucu bagi sebagian besar orang, tapi tidak buatku. Mereka selalu menempel kemana mana dan aku tidak suka itu. Terlebih aku alergi dengan bulu kucing. Syukurlah yang ini tidak mengikutiku, kulihat kebawah tak ada anak kucing yang mengikutiku.
Meow meow
Kenapa suaranya tidak pergi? Bahkan suaranya tak mengecil sedikitpun. Kulihat di sekitarku juga tak ada. Oh, dia terjatuh di tralis jembatan. Terlalu kecil untuk mati. Tapi aku tak berani menolongnya. Kalau menolongnya itu berarti badanku harus kukeluarkan sampai lutut ke arah luar jembatan. Haiss, bisa-bisa aku yang mati.
Meow meow
"Haiss, sekali seumur hidup" gumamku . Aku melepas tasku kemudia mencoba memasukan badanku pada jeruji jembatan.
"Yakk, kena kau" aku mengambil kucing itu. Kemudian tiba-tiba seseorang menarik badanku dengan cepat.
"Hey! Are you crazy?" Dia bertanya padaku sambil memicingkan matanya. Aku memicingkan mataku juga, wajah ini. Aku benar-benar tak asing, bukankah dia rapper dan pencipta lagu itu? Aku yakin 100% tapi aku lupa namanya.
"Maaf, aku menolong anak kucing ini. Aku tidak sebodoh itu untuk bunuh diri. Terimakasih sudah peduli" Wajahnya mendadak datar. sepertinya kata-kataku menohoknya. Satu fakta adalah dia terkena skandal beberapa bulan lalu karena percobaan bunuh diri. Itu yang kutahu. Untuk penyebabnya, aku tidak mengerti. Itu bukan urusanku.
"Hati-hati. Kau bisa jatuh jika posisimu seperti tadi" katanya dengan wajah datar. Dia terlihat lebih tinggi daripada yang kulihat di televisi. Berpakaian santai tapi modis. Dengan pakaian seperti itu, dia tidak terlihat mencolok seperti selebritis pada umumnya. Dan lagi, dia hanya sendirian tak ditemani body guard seperti yang dibayangkan orang-orang. Benar-benar seorang diri. Jangan bilang kalau dia ingin bunuh diri lagi.
"Oh ya, kalau tidak keberatan menjawab. Apa ada cafe yang menghadap sungai ini?" Syukurlah dia tak mencoba bunuh diri ternyata.
"Ah maaf, aku pendatang disini. Jadi belum mengerti betul. Kau bisa pergi ke tourist centre di dalam kampus" aku mencoba ramah. Setidaknya dia tadi menolongku. Ya, jika benar kalau aku hampir terjatuh.
"Baik. Terimakasih nona?" Dia tersenyum menampakkan lesung pipinya
"Seokjin. Kim Seok Jin"
"Terimakasih Seokjin-ssi" aku membungkuk kemudian melanjutkan perjalananku untuk berkeliling lingkungan sekitar kampusku.
Sesampainya di rumah, aku mencoba mencari nama pria tadi. Jujur aku orang yang mudah penasaran. Kulihat beberapa berita yabg beredar akhir-akhir ini ternyata namanya RM. Sepertinya fakta itu sudah cukup buatku.
.
.
."Eonni!" Pekik gadis bergigi kelinci itu sesaat aku memasuki restaurant milik keluarganya. Arirang, restaurant korea terbesar di Kyoto ini sering kukunjungi dari awal aku datang.
"Mau pesan apa?" Senyumnya yang khas menyapaku. Dia duduk di hadapanku sambil menopang dagunya.
"Samgyetang saja. Mana kekasihmu? Tumben tidak ada" tanyaku sambil melihat sekeliling.
"Si bodoh itu? Aku bertengkar dengannya" Jungkook berubah sendu kemudian aku menaikan alisku mencoba mendapat penjelasan.
"Seenaknya saja tidak ada kabar kemudian menunggah foto bersama teman temannya di media sosial. Uh" Jungkook mempoutkan bibirnya. Aku ingin tertawa tapi juga kasihan, dia memang seperti kelinci.
"Tapi kau rindu kan?" Kataku meledek
"Tidak" Jungkook memekik yakin. "Sedikit" kemudia ia merosot menenggelamkan wajahnya pada meja.
"Sudah jangan sedih. Pesankan samgyetangku"
"Oh iya sampai lupa. Ahjumma, samgyetang meja 2" teriak Jungkook pada pelayan di restaurantnya
"Kenapa sendirian? Ken mana?" Tanyanya
"Apa mengherankan aku pergi sendiri kesini?"
"Tidak juga sih. Terakhir kali kan eonni kesini bersama pria mancung itu"
"Dia ada di laboraturium, sibuk dengan thesisnya"
Tring
"Selamat dat.." Jungkook berlari menuju pelanggan itu. Tumben sekali ia se agresive ini selai dengan Taehyung. Pelanggan itu duduk di meja di hadapanku.
"Oh Seokjin-ssi" Dia tersenyum padaku kemudian Jungkook membelalakan matanya. Aku membalas membungkuk
"Aku pesan menu rekomendasi disini" dia tersenyum pada Jungkook kemudian menyerahkan buku menu kepada Jungkook
"Eonni, bagaimana kau bisa kenal dengannya" Jungkook setengah berbisik tak mau suaranya terdengar oleh pria itu.
"Oh, dia jalan-jalan di dekat kampusku beberapa hari lalu. Dia bertanya arah padaku"
"Hanya bertanya arah? Bagaimana dia bisa tahu namamu?" Tanyanya lagi penuh selidik
"dia bertanya. Ya aku jawab. Tuh pesanannya sudah jadi. Antarkan dulu sana" aku mengarahkan daguku ke arah meja saji
"Baiklah, aku antar dulu. Urusan kita belum selesai" aku hanya terkekeh berpose seram begitupun Jungkook tetap terlihat menggemaskan
"Kau tahu kan dia siapa?" Jungkook kembali bertanya saat kembali dari mengantar makanan. Aku hanya mengangguk.
"Kenapa tidak minta foto? Apa kau tidak berdebar saat dia menanyakan namamu dan masih mengingatnya" aku menggeleng
"Wah daebak!" Jungkook menutup mulutnya saat ia sadar berbicara terlalu keras
"Eonni, apa semua orang cantik begitu? Kurasa jika aku jadi kau aku akan senang bukan main saat dia mengingat namaku. Apa karena kau sangat cantik makanya kau jadi.. Engg.. jual mahal?"
"Dia itu juga manusia Kookie. Apa salahnya jika dia mengingat namaku?"
"Justru itu. Kau tahu kan fansnya dari seluruh penjuru dunia . Kurasa fansnya lebih dari populasi Kyoto. Bukankah hal aneh jika dia mengingat namamu?"
"Kita baru bertemu beberapa hari lalu kalau kau lupa itu"
"Tapi tetap saja. Ah eonni ini, selalu saja begitu" aku terkekeh lagi melihat tingkah Jungkook yang mempoutkan bibirnya.
"Jangan begitu ah. Adikku ini tidak cantik lagi nanti" kataku sambil mencubit pipi berlemak Jungkook.
"Mana bill nya? Sekalian punya nya" hitung hitung ucapan terimakasihku karena dia menolongku saat di jembatan itu. Sekaligus tanda maaf karena aku berkata menohok waktu di jembatan.
"Punya RM oppa? Dia banyak uang kenapa harus kau yang membayarnya?"
"Lain kali kuceritakan. Mana? Berikan. Atau ini semua gratis" kataku sambil meledek
"Enak saja" Jungkook mengambil bill nya dan memberikannya ke hadapanku.
"Eonni, kau misterius sekali sih"
"Misterius apa? Kan aku bilang akan kuceritakan. Tapi tidak sekarang. Sudah aku pulang dulu" aku membawa tasku dan beranjak keluar restaurant.
KAMU SEDANG MEMBACA
END Home [Namjin FF]
Fanfiction"Apa kau hidup hanya untuk menunggu kematian?" "Ya. Aku bukannya tidak bisa mati sekarang. Tapi ada sesuatu yang harus kuselesaikan dulu sebelum aku mati"