Berlian Tetap Berlian

470 57 3
                                    

Semua informasi telah dikumpulkan. Bong Si Yoon masih enggan bicara, hingga polisi membuat keputusan bahwa aku yang masuk kesana ke riang investigasi. Sebenarnya aku takut, dia pembunuh. Dia bisa dengan mudah membunuhku. Orang itu lebih kurus dari yang kulihat terakhir di foto, sepertinya tekanan demi tekanan yang memaksa dia untuk bicara membuatnya terbelenggu.

Dia tertunduk saat aku duduk di depannya, jujur aku bingung harus apa. Kuulurkan tanganku padanya.

"Selamat malam tuan, aku Kim Seok Jin" pria itu tak bergeming. Lalu lama kuulurkan tanganku dia menjabatnya dengan kepala tertunduk.

"Apa tuan sudah makan? Aku membawa sedikit dosirak sekalian untuk pegawai disini" aku mencoba membuatnya berbicara tapi ia tak bergeming. "Kita makan bersama bagaimana?" Aku membuka kotak makanku dan mulai makan.

"Tuan, silahkan" dia dengan lemas mengambil sumpit di depannya. Aku membantunya membuka kotak itu.

"Aku memasaknya sendiri. Di Kyoto aku belajar sedikit tentang masakan Jepang" Kau tersenyum ketika ia mulai menatapku. Tatapannya kosong lalu air matanya menetes di mata kanannya.

"Maaf" suaranya parau dan ia mulai terisak "maafkan aku, kau sangat baik" ia berbicara tak jelas

"Oh tidak tuan, mari kita makan dulu. Kau harus tenang. Aku kesini bukan menuntut maaf darimu" pria itu semakin terisak

"Sungguh, aku tak menuntut itu Tuan. Aku kesini hanya ingin mengobrol denganmu" karena ia terisak aku hentikan acara makan kami

"Maafkan aku nona, aku melakukan ini karena orang itu mengancam akan membunuh putraku" Pria itu terisak hebat

"Tidak, jangan minta maaf lagi. Aku sudah memaafkanmu, begitupun teman temanku. Aku.. aku hanya ingin sebuah kejujuran. Agar ayahku tenang" ucapku perlahan agar tak menohok hatinya ketika aku berbicara tentang mendiang Ayah

"Aku berutang besar pada wanita itu dan dia tidak mau dibayar kecuali aku menghabiskan seluruh keluarga tuan kim beserta kau, ahli warisnya. Teman temanmu, sengaja aku lumpuhkan agar aku mudah menghabisimu. Tapi sampai aku membunuh tuan Kim pun aku masih tak punya hati membunuhmu. Kau sangat murni, aku bisa lihat itu saat aku menguntitmu di Kyoto"

"Aku tahu kau juga orang baik. Bagaimana putramu? Apa dia baik baik saja?" Tanyaku

"dia kutitipkan ke seorang geologist di dubai, dia temanku saat SMA. Aku rela tak mengurusnya yang penting dia aman dan dia tidak tahu bahwa ayahnya seorang bajingan" Pria itu menunduk

"Syukurlah, aku senang kalau anak tuan baik baik saja"

"Aku mohon lindungi dirimu nona. Iblis itu pasti mengincarmu. Karena kau masih hidup dan kau adalah ahli waris satu satunya yang tuan Kim punya"

"Aku dalam perlindungan polisi sekarang. Serasa orang penting jadinya. Tuan..." pria itu menatapku "aku mohon bicaralah, aku juga tidak bisa melihatmu seperti ini. Putramu pasti membutuhkanmu, bekerjasamalah dan keluar dari sini lebih cepat"

.
.
.

Malam ini aku tidur di rumahku karena aku rindu pada ayah. Aku tidur di kamarnya tadi Namjoon menawarkan untuk menemaniku, tapi aku tahu ayah pasti tidak akan suka . Maka darai itu aku tidur sendirian di kamar ayah. Memandang langit-langit, mengingat percakapanku dan Ayah sebelum ia meninggal. Andai saja bisa kuulang, berbincang begitu saja sudah senang sekali aku. Tak lama aku terlelap seperti ada ayah memelukku, nyaman sekali.

"Putri jeruk!" Aku melihat ayah yang masih gagah dengan setelah polo dan celana bahannya

"Appa?"

"Ya, ini appa. Maaf appa tidak sempat membelikanmu es krim, disini tak ada es krim. Tapi aku mengajakmu berkeliling, disini tak kalah indah dengan Kyoto" ayah menggandengku menyusuri taman itu.

END Home [Namjin FF]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang